Menuju konten utama

Kebijakan TKDN Dikritik, Kemenperin: Kita Sudah Evaluasi

Reformasi TKDN terutama ditujukan pada tata cara perhitungan skor TKDN yang lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat.

Kebijakan TKDN Dikritik, Kemenperin: Kita Sudah Evaluasi
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Jubir Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief di Kantor PT Sumi Asih, Bekasi, Jumat (22/8/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Aliansi Ekonom Indonesia yang terdiri dari 400 ekonom menyatakan sikap lewat “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” pada Selasa (9/9/2025). Salah satunya berisi desakan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor yang belum memiliki pemasok lokal berkualitas dan pembinaan pada industri lokal yang dengan memperkuat pada sisi investasi SDM, transfer teknologi, dan pembangunan infrastruktur.

Lebih lanjut, aliansi ini juga menyampaikan bahwa kebijakan TKDN yang kaku berdampak terhadap kenaikan biaya produksi dan belum menghasilkan produk berkualitas sehingga menghilangkan daya saing produk Indonesia dipasar global. Kebijakan TKDN yang kaku juga memunculkan celah korupsi dalam proses perizinan dan pengadaan.

Aliansi ini juga menyampaikan dampak buruk penerapan kebijakan TKDN terhadap iklim investasi, harga produk ditingkat konsumen, daya saing industri, alokasi sumberdaya, potensi pelanggaran aturan WTO, perdagangan internasional Indonesia, dan akses Indonesia pada pasar global.

Aliansi ekonomi juga merujuk penelitian ERIA (2023) dan CSIS (2023) yang menggambarkan damapak peneranan TKDN yang memperburuk iklim investasi, menurunkan produktivitas industri, membebani konsumen dengan harga lebih mahal, menurunkan daya saing industri, memicu distrorsi.

Menanggapi desakan 400 ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan bahwa telah melakukan apa yang telah menjadi tuntutan para ekonom tersebut melalui reformasi kebijakan TKDN. Reformasi TKDN terutama ditujukan pada tata cara perhitungan skor TKDN yang lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat dan tentu saja tidak kaku sebagaimana yang dituntut oleh aliansi ekonom.

“Menteri Perindustrian, Bapak Agus Gumiwang Kartasmita dan jajaran di Kemenperin sudah mengevaluasi dan mereformasi kebijakan TKDN," ujar Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni, dalam keterangannya Rabu (10/9/2025).

Evaluasi dan reformasi tersebut, kata Febri, didasarkan pada suara publik, industri, investor, ekonom dan semua yang terlibat dalam ekosistem industri terutama industri yang memproduksi produk ber TKDN

Hasilnya, adanya Permenperin Tata Cara Perhitungan TKDN yang sangat memperhatikan kebutuhan dan kepentingan industri lokal terutama industri kecil dan menengah dalam memperoleh sertifikat TKDN. Dengan demikian, bisa meningkatkan daya saing perusahaan industri dan produknya, menyerap tenaga kerja lebih besar, mendatangkan investasi dari dalam dan luar negeri dan yang paling penting memperkuat ekosistem dan rantai pasok industri dalam negeri.

Lebih lanjut Febri menjelaskan, Kemenperin menempuh langkah reformasi TKDN karena regulasi lama yang sudah berlaku lebih dari satu dekade perlu dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan industri dalam negeri saat ini terutama merespon permintaan domestik yang berasal dari kebutuhan pemerintah atau kebutuhan rumah tangga atas produk manufaktur tertentu. Reformasi TKDN dilakukan dengan penekanan pada prinsip murah, mudah, cepat, dan berbasis insentif.

“Jika dahulu proses sertifikasi bisa memakan waktu lebih dari 20 hari kerja dengan biaya relatif tinggi, kini lewat skema baru, sertifikasi bisa selesai hanya dalam 10 hari kerja. Untuk industri kecil, bahkan cukup tiga hari melalui mekanisme self declare,” ungkapnya.

Reformasi ini juga menghadirkan insentif tambahan, seperti nilai TKDN minimal 25 persen bagi perusahaan yang berinvestasi dan menyerap tenaga kerja lokal, hingga tambahan 20 persen bagi yang melakukan riset dan pengembangan.

“Dengan begitu, penghitungan TKDN bukan lagi sekadar kewajiban administratif, tapi menjadi reward system yang mendorong inovasi dan investasi,” imbuhnya.

Baca juga artikel terkait TKDN 100 PERSEN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Insider
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Hendra Friana