tirto.id - Bunyi dan isi pasal 160 KUHP adalah tentang penghasutan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP merupakan induk peraturan hukum pidana positif yang digunakan untuk mengatur perbuatan pidana di Indonesia.
Keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum dapat terjaga melalui KUHP ini dengan sanksi di dalamnya sebagai bentuk penyelesaian perkara.
KUHP sebenarnya bersumber dari hukum peninggalan kolonial Belanda yang disebut Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang perdana diterapkan pada 1 Januari 1918.
Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 26 Februari 1946 dibuatlah UU No. 1 tahun 1946 yang menjadi dasar dari KUHP. Undang-undang tersebut berisi tentang penghapusan aturan kerja rodi dan perubahan denda dari mata uang gulden ke rupiah.
Terdapat 3 buku terpisah di dalam KUHP. Buku 1 berisi tentang aturan umum pidana (Pasal 1-103), buku 2 tentang pidana kejahatan (Pasal 104-488) dan buku 3 mengenai pidana pelanggaran (Pasal 489-569). Sistematika dari buku 1-3 KUHP dapat dilihat di sini.
Isi Pasal 160 KUHP
Penghasutan merupakan perbuatan yang dilarang di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menghasut adalah sebuah usaha mendorong orang lain untuk melakukan tindakan tertentu sesuai keinginan penghasut.
Perbuatan penghasutan ini bisa dilakukan secara lisan maupun tulisan dan dilakukan di tempat umum. Penghasutan ditujukan untuk melakukan tindakan pidana, melawan kekuasaan umum menggunakan kekerasan, tidak mentaati peraturan perundang-undangan dan perintah sah dalam undang-undang.
Pasal 160 KUHP terdapat di dalam buku 2 KUHP pada Bab V yaitu mengenai Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Bunyi Pasal 160 KUHP itu berbunyi:
“Barangsiapa dimuka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.”
Dilansir laman Business Law BINUS University, pasal 160 KUHP bisa diterapkan apabila :
1. Terdapat tindakan menghasut
2. Penghasutan dilakukan secara sengaja
3. Penghasutan dilakukan di muka umum
4. Orang yang dihasut melakukan tindakan yang melawan hukum
Dalam putusan Nomor 7/PUU-VII/2009, Mahkamah Konstitusi mengubah delik dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materiil. Dimana dalam delik formil penghasut bisa langsung dikenai hukuman pidana meskipun tidak memberikan dampak atau akibat dari penghasutan yang dilakukan. Setelah keluarnya putusan MK tersebut, pasal 160 KUHP diubah menjadi delik materiil yang artinya penghasut baru bisa terkena hukum pidana ketika terdapat akibat dari penghasutan.
Akibat penghasutan itu bisa berupa kerusuhan, kekacauan, kerusakan, luka, kematian atau perbuatan anarki dan terlarang lainnya.
Perbuatan penghasutan sederhana tidak bisa terkena hukuman pidana, tetapi penghasut baru bisa dipidana apabila ia melakukan atau memberi dampak pada tindakan pidana lainnya dan memiliki hubungan antara hasutan dengan akibat perbuatan dari hasutan itu. Oleh karena itu, hubungan sebab-akibat wajib dibuktikan di pengadilan agar pelaku tindakan penghasutan dapat dipidana.
Penulis: Yasinta Arum Rismawati
Editor: Yulaika Ramadhani