tirto.id - Hukum tidur di siang hari Ramadhan pada dasarnya adalah mubah atau diperbolehkan. Lantas, bagaimana dengan anggapan bahwa tidur saat puasa mendatangkan pahala? Berikut ini penjelasan rincinya, serta kelemahan hadis yang menyatakan hal tersebut.
Pada Ramadan, ada perubahan rutinitas dan pola hidup umat Islam. Di siang hari, seorang muslim diwajibkan berpuasa, menahan lapar, haus, dan pembatal-pembatal puasa lainnya hingga waktu berbuka.
Kondisi ini tak jarang menyebabkan seseorang lemas dan lelah, apalagi dibarengi dengan aktivitas rutin seperti biasanya.
Karena itulah, sebagian orang menjadikan alasan berpuasa untuk bermalas-malasan dan tidur lebih lama dari biasanya. Anggapannya, perut yang kosong menjadikan tubuh kekurangan energi dan mata lekas mengantuk.
Akan tetapi, sebenarnya, puasa bukan penyebab seseorang merasa lebih lebih mengantuk selama Ramadan. Hal itu disampaikan oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Suharko Soebardi.
"Bukan masalah puasa. Puasa mungkin karena perubahan pola karena kita sahur (bangun lebih awal sebelum subuh)," ujar dia dalam virtual JEC Eye Talks bertajuk "Pengaruh Puasa pada Kesehatan Mata dan Pengidap Diabetes", sebagaimana dicatat Tirto.
Selama Ramadan, tubuh mengalami perubahan pola tidur. Suharko menyarankan agar tidak tidur terlalu larut agar bisa bangun sahur lebih segar.
Selain itu, tidur siang hari selama 20-25 menit juga dianjurkan sebagai cara menjaga kecukupan tidur.
Di sisi lain, dr. Supriya Sundaram dari Burjel Hospital, Abu Dhabi mengingatkan untuk tidak tidur berlebihan di siang hari karena berisiko membuat tubuh lebih lelah.
Memperlama tidur bukannya membuat seseorang lebih bugar, melainkan malah lebih lemas dan ingin bermalas-malasan lagi.
Hadis tentang Tidur Saat Puasa Mendatangkan Pahala
Pada Ramadan, ada hadis populer kerap beredar di masyarakat yang menyatakan bahwa tidurnya orang berpuasa mendatangkan pahala.
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
Artinya: “Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni” (H.R. Baihaqi).
Hadis di atas merupakan hadis lemah, sebagaimana dicatat Imam Baihaqi dalam kitab Syu'abul Iman. "Ma'ruf bin Hasan [salah seorang perawi hadis itu] lemah, dan Sulaiman bin Amr An-Nakha’i lebih lemah dari beliau," tulis Imam Baihaqi.
Akan tetapi. hadis itu kerap disalahartikan sebagian masyarakat dan dijadikan pembenaran untuk bermalas-malasan selama berpuasa.
Padahal, hal itu tidak benar, sebagaimana dinyatakan Ali Zainal Abidin dalam "Maksud Hadits ‘Tidur Orang Berpuasa adalah Ibadah" yang terbit di NU Online.
Pada bulan puasa, umat Islam sebenarnya dituntut untuk mengoptimalkan keutamaan Ramadan. Terlebih, amalan baik akan dilipatgandakan sehingga sayang jika waktu Ramadan dilewatkan untuk sekadar bermalas-malasan.
Hal itu juga disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin. "Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih” (Juz 1, hlm. 246).
Lantas, apa maksud dari tidur orang berpuasa dianggap sebagai ibadah. Meskipun tidak dianjurkan memperbanyak tidur, namun sesungguhnya energi seorang muslim terbatas.
Tidur yang asalnya mubah dapat berkonotasi positif jika dilakukan dengan proporsional. Misalnya, jika seorang muslim dengan sengaja tidur di siang hari Ramadan agar ia kuat dan mempersiapkan diri agar bisa terjaga untuk ibadah di malam harinya.
Apabila seseorang tidur dengan niat untuk lebih bersemangat beribadah, hal itu dianggap sebagai ibadah. Apalagi, dalam keadaan tidur, seorang muslim akan terbebas dari aktivitas yang mengotori puasanya, misalnya menggunjing, melakukan gibah, atau maksiat lainnya.
Dengan demikian, meskipun hadis di atas merupakan hadis lemah, namun jika tidur diniatkan sebagai fadhailul a'mal, ia akan memperoleh pahala, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
Pertama, tidur tidak dimaksudkan untuk bermalas-malas, namun untuk mempersiapkan diri menjalankan ibadah.
Kedua, orang tidur dengan niat menjauhi hal-hal tak bermanfaat, serta tidak mencampurkan ibadah puasanya dengan maksiat.
Editor: Addi M Idhom