Menuju konten utama

Apakah Menangis Membatalkan Puasa & Hukum Marah Saat Ramadhan

Apakah menangis dapat membatalkan puasa? Bagaimana hukum marah saat puasa Ramadhan? Apakah puasanya batal atau pahalanya berkurang?

Apakah Menangis Membatalkan Puasa & Hukum Marah Saat Ramadhan
Ilustrasi Ibu Marah. foto/istockphoto

tirto.id - Apakah menangis dapat membatalkan puasa Ramadhan? Bagaimana hukum marah siang hari saat berpuasa? Apakah jika seseorang marah atau emosi, pahalanya akan hilang?

Puasa (shiyam, shaum) secara bahasa berarti menahan diri. Secara syariah, puasa dimaknai sebagai menahan dari minum, makan, dan berjima’ (hubungan suami-istri) dengan niat tertentu, dari terbitnya fajar shadiq hingga tenggelamnya matahari.

Karena puasa adalah menahan diri, seseorang yang menjalankan ibadah ini akan berupaya mengendalikan emosi. Namun, sepanjang berpuasa, kondisi emosional akan berbeda-beda. Ada kalanya seseorang yang sedang puasa, tengah bersedih, misalnya karena kehilangan anggota keluarga atau tersakiti hatinya.

Di sisi lain, ada pula orang tidak bisa menahan amarahnya tatkala bertemu permasalahan. Mungkin saja karena ditambah sudah menahan lapar dan haus sejak subuh, orang ini jadi lebih meeledak-ledak. Apakah dengan kondisi emosional demikian, puasanya tetap sah?

Dalam Fathul Qarib, Syekh Muhammad bin Qosim Al-Ghazali menyebutkan, terdapat 10 hal yang dapat membatalkan puasa seseorang. Yang pertama dan kedua, adalah adanya sesuatu yang masuk secara sengaja ke dalam lubang badan, baik yang terbuka maupun yang tidak terbuka.

Yang ketiga, adalah al huqnah (menyuntik) di salah satu dari qubul dan dubur, atau sabilaini (dua jalan). Berikutnya, yang keempat adalah muntah dengan sengaja. Jika tidak sengaja, maka puasanya tidak batal.

Yang kelima, wathi’ dengan sengaja di bagian farji, atau bahasa umumnya melakukan hubungan seksual secara sengaja pada alat kelamin. Yang keenam, inzal, atau keluarnya mani (sperma) sebab bersentuhan kulit tanpa adanya jima. Jika mani keluar karena mimpi basah, puasa tidak batal.

Berikutnya, yang juga membatalkan puasa adalah haid, nifas, gila, dan murtad (keluar dari Islam).

Bagaimana dengan menangis? Dalam "Apakah Menangis Dapat Membatalkan Puasa?" oleh M. Ali Zainal Abidin (NU Online), menangis tidak membatalkan puasa. Alasannya, mata tidak termasuk bagian dari jauf. Selain itu, mata juga tidak mempunyai saluran yang membuat sebuah benda bisa langsung menuju tenggorokan.

Orang yang sedang menangis tidak dapat digambarkan sebagaimana seseorang yang sedang memasukkan ke dalam tenggorokan.

Kemungkinan menangis dapat membatalkan puasa, terjadi jika seseorang yang menangis tersedu-sedu kemudian air matanya masuk ke dalam mulut dan bercampur air liur. Setelah itu, air mata ini ditelan menuju tenggorokan. Jika ini yang terjadi, maka syarat sebagai pembatal puasa sudah terpenuhi.

Hukum Marah-marah saat Puasa: Batal atau Tidak?

Bentuk emosi lain yang harus dikendalikan selama menjalankan puasa adalah marah. Nabi Muhammad saw. memberikan didikan pada umatnya untuk bersikap lembut dan menahan marah sekali pun dipancing untuk melakukan hal tersebut.

Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah berkata-kata kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151)

Kendati demikian, seseorang yang marah tidak lantas puasanya batal. Puasa yang dijalaninya tetap sah. Hanya saja, anjuran untuk manahan marah lebih ditekankan. Terdapat keutamaan di dalam menahan amarah yang akan dituai pada kehidupan di akhirat.

Orang yang mampu mengendalikan marahnya bahkan digelari sebagai orang terkuat. Hal ini ditegaskan Rasulullah dalam sabdanya dari hadis yang dibawakan Abu Hurairah, "Yang namanya kuat bukanlah dengan pandai bergelut. Yang disebut kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (H.R. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Fitra Firdaus