Menuju konten utama

Cara First Travel Menipu Jemaah Umrah

First Travel dituding menjebak jemaah dengan iming-iming umrah berbiaya murah. Jemaah urung berangkat, duitnya entah kemana.

Cara First Travel Menipu Jemaah Umrah
Warga antre untuk mengurus pengembalian dana atau "refund" terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Wahyu Hidayat berlinang air mata saat menuturkan pengalamannya sebagai korban perjalanan umrah PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel). Kepalanya menunduk. Gara-gara ulah First Travel, ujar pria berusia 57 tahun itu, ia harus menunda acara pernikahan putrinya karena menerima kabar akan berangkat umrah ke Tanah Suci.

Namun, kabar itu bualan semata dan sebagai gantinya ia meluapkan kekesalan kepada biro jasa umrah First Travel.

Semula ia merancang pesta perkawinan putrinya pada Mei lalu. Namun, peristiwa penting itu urung digelar lantaran First Travel mengabarkan jadwal ia pergi umrah pada saat yang sama. Sayangnya, hingga hari H, keberangkatan umrah hanya janji palsu First Travel. Wahyu akhirnya hanya menikahkan putrinya tanpa ada acara perayaan. Akad nikah itu pun baru digelar pada pertengahan Juli, sekitar tiga minggu setelah Lebaran.

“Saya sedih,” kata Wahyu dengan mata sembab dan kesal, “resepsi pernikahan anak saya gagal karena janji berangkat umrah yang selalu batal.”

“Saya enggak sempat memenuhi cita-cita anak saya, [menggelar] resepsi pernikahan yang diinginkan anak saya,” katanya kepada kami, akhir Juli lalu.

Selama tiga bulan terakhir, Wahyu Hidayat, istri, dan putrinya bergiliran mondar-mandir ke kantor First Travel di Jalan Radar Auri No. 1 Cimanggis, Depok. Mereka menagih jadwal pasti pemberangkatan umrah.

Selama itu mereka harus menelan janji yang tak pernah ditepati First Travel. Padahal, sesuai kesepakatan baru, ia dijanjikan bakal ke Tanah Suci setelah Lebaran. Itu pun ia diminta pihak First Travel untuk membayar biaya tambahan.

Namun, lagi-lagi, janji yang ia tunggu tak pernah terlaksana. Menjelang jadwal yang dijanjikan, sekali lagi, ia menerima kabar pengunduran keberangkatan. Hal ini berulang selama setahun.

“Tambah [biaya], terus tidak berangkat. Kan, kecewa saya,” keluh Wahyu.

Saking kesal terus menelan pepesan kosong—dan agaknya pihak First Travel pandai memainkan psikologis calon jemaah yang kalap dan kadung terpikat—wahyu bahkan bakal “membayar biaya berapa pun” asalkan ada kepastian berangkat umrah.

“Agar tidak malu sama keluarga dan tetangga,” ujar Wahyu.

Hari itu saat kami berbincang dengan Wahyu, ada ratusan orang lain yang senasib dengannya dan memenuhi kantor First Travel. Sama seperti Wahyu, mereka dijanjikan jadwal pemberangkatan umrah ke Tanah Suci, First Travel memainkan taktik mengulur-ulur waktu, sebagian lagi diminta biaya tambahan, tetapi di hari yang ditentukan, calon jemaah justru menelan harapan palsu.

Baca: Lapor ke Polda Metro Jaya, Begini Curhat Korban First Travel

Ratusan orang itu, dari pelbagai wilayah seputar Jakarta, membawa berkas hingga bukti pembayaran perjalanan umrah. Saban hari, calon jemaah umrah ini mendatangi kantor First Travel, sejak kisruh penelantaran mereka mengemuka di media. Ada yang terus menagih kepastian jadwal umrah, banyak juga yang menuntut uangnya dikembalikan.

Suasana serupa tak hanya terlihat di kantor pusat First Travel di Cimanggis. Sebagian lain mendatangi dua kantor pelayanan First Travel di Jakarta Selatan: GKM Green Tower Lantai 16, Jl. TB Simatupang Kav 89G, dan Gedung Atrium Mulia Suite 101 Jl. H.R. Rasuna Said Kav B10-11.

Ketika kami menemui mereka pada 6 Agustus lalu, korban umrah murah First Travel hanya disambut penjaga keamanan. Mereka kebingungan. Pihak First Travel menutup diri. Pegawai First Travel yang kami temui pun menolak menjawab dan cuma jadi bulan-bulanan kekecewaan para korban penipuan.

Andika Surachman Siregar, direktur utama sekaligus pemilik First Travel, tak sekalipun menemui para calon jemaah umrah yang dikibulinya.

“Setiap datang, saya hanya dijanjikan akan diberangkatkan, tetapi tanpa kejelasan waktunya,” ujar Sulaiman Airin, 57 tahun, asal Manggarai, Jakarta Selatan.

Menggaet Jemaah Umrah dengan Ongkos Murah

Kisruh penyelenggaraan ibadah umrah ini bermula dari promosi murah yang dijual First Travel. Sebagaimana cara-cara penipuan, awalnya tak ada yang janggal dari biro umrah milik pasangan Andika Surachman Siregar dan Anniesa Hasibuan tersebut.

Bahkan ketika nama biro perjalanan umrah ini naik daun, berbarengan dengan bisnis fesyen Anniesa Hasibuan, perusahaan ini pernah mendapatkan penghargaan. Kejanggalan mulai muncul sewaktu jumlah calon jemaahnya naik signifikan, tak lama setelah perusahaan ini jadi pujian pemberitaan media massa.

Angka-angka jemaah umrah ditorehkan. Pada 2012, perusahaan yang berdiri pada 1 Juli 2009 ini mengklaim telah memberangkatkan 800-900 orang dengan menggunakan paket regular seharga Rp23 juta. Setahun berikutnya jumlah itu naik 400 persen—yakni 3.600 orang—ketika meluncurkan paket umrah murah seharga Rp13,5 juta.

“Pada 2014, First Travel mampu memberangkatkan 15.700 orang dan pada 2015 sudah memberangkatkan jamaah umroh sejumlah 35.000 orang,” klaim mereka lagi.

Tahun lalu, mereka mengklaim angka “40 ribu jamaah” yang berangkat umrah. Pada 2017, mereka bahkan menawarkan paket umrah seharga Rp14,3 juta.

Klaim menorehkan jumlah jemaah umrah yang terus melonjak itu mengantarkan First Travel meraih penghargaan “Business & Company Winner Award 2014” untuk kategori “The Most Trusted Tour & Travel” dan “Executive & Entrepreneur of The Year 2015.” Museum Rekor Indonesia bahkan memberi predikat mentereng kepada First Travel berkat jumlah jemaah terbanyak saat manasik haji.

Pada 2015, seiring peningkatan jumlah calon jemaah umrah, First Travel disebut “meraup omzet ratusan miliar dari bisnis wisata religi”—sebuah kesimpulan dari judul berita yang lebih menyiratkan nuansa humas. Pendapatannya ditaksir mencapai 47 juta-60 juta dolar AS atau dengan kurs Rp12.700/USD setara Rp597 miliar-Rp762 miliar.

Pendeknya, nama First Travel kian melambung. Ia mampu melahap 6 persen pasar umrah dari total 649 ribu orang Indonesia yang pergi umrah pada 2015.

Namun, jumlah calon jemaah umrah itu mendadak surut sesudah Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan mengatasi kisruh penyelenggaraan umrah First Travel pada Maret 2017.

OJK justru tidak mendapatkan pelbagai klaim angka jemaah umrah yang fantastis itu. Karena mencium kejanggalan, pada 21 Juli lalu, OJK akhirnya membekukan promo umrah murah First Travel bersama 11 entitas bisnis lain. Indikasi OJK: First Travel mengumpulkan dana masyarakat tanpa izin dan dipakai untuk investasi ilegal.

“First Travel harus menghentikan penawaran perjalanan umrah promo yang saat ini sebesar Rp14,3 juta," tegas Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing, akhir Juli lalu.

Tongam menduga First Travel menghimpun dana yang berpotensi merugikan masyarakat. Ia menyebut pengumpulan dana tanpa izin itu sudah tahap mengkhawatirkan dan meminta masyarakat agar waspada.

Baca juga: Kemelut First Travel yang Berujung Pencabutan Izin

Infografik Indepth HL First Travel

Aroma Skema Ponzi pada Bisnis First Travel

Penghentian kegiatan usaha First Travel dalam jualan promo umrah murah memunculkan indikasi Skema Ponzi dalam praktik bisnisnya. Skema Ponzi—diambil dari nama Charles Ponzi—adalah praktik menjerat dana masyarakat buat diputar duitnya dengan tendensi penipuan.

Pada First Travel, duit jemaah umrah terbaru yang terkumpul dicurigai dipakai oleh pasangan Andika Surachman Siregar dan Anniesa Hasibuan buat mengongkosi jemaah umrah yang lama.

Kementerian Agama dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menetapkan biaya minimal standar umrah sekitar 1.700 dolar AS atau setara Rp22juta per orang. Umrah murah yang ditawarkan First Travel tentu jauh di bawah biaya standar tersebut.

Indikasi Skema Ponzi terhadap First Travel pun sudah lama dicurigai oleh Hafidz Taftazani, Ketua Asosiasi Penyelenggara Haji, Umroh dan In-Bound Indonesia (Asphurindo).

“10 orang diangkat 100 orang, yang 100 orang diberangkatkan oleh 10 ribu orang,” ujar Hafidz saat ditemui di kantornya, awal Agustus lalu.

Idealnya, lanjut Hafidz, paling murah harga perjalanan umrah sebesar Rp20 juta. Dari situ biro perjalanan umrah hanya menarik keuntungan Rp1,5 juta.

“Standar umrah: tiket itu 950 dolar AS, ditambah visa 75 dolar AS, pelayanan 285 dolar AS—itu sama dengan harga 1.310 (dolar AS),” tutur Hafidz.

Arfi Hatim, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dari Kementerian Agama, mengatakan ada “ketidakwajaran dari harga umrah yang dipatok First Travel.” Ia menyebut harga Rp14,3 juta kepada calon jemaah umrah “tidak masuk akal.”

“Tidak rasional sehingga menjadi potensi bom waktu," ujar Arfi di kantornya, awal Agustus lalu.

“Patut disinyalir ini salah satu modus untuk mengumpulkan uang jemaah.”

Baca juga: Risiko Paket Umrah Murah

Namun tuduhan First Travel melakukan praktik penipuan dibantah oleh Deski, Kepala Divisi Legal First Travel yang menangani pengaduan calon jemaah umrah.

Dalam menjalankan bisnis, ujar Deski, First Travel “sama sekali tak menggunakan Skema Ponzi.” Ia bahkan menantang kepada pihak-pihak yang menuding hal tersebut untuk membuktikan tuduhannya.

“Datang saja, lihat ada Ponzi atau enggak? Enggak ada yang begitu-begitu,” ujar Deski via telepon, akhir pekan lalu.

Deski balik menuding bahwa “kisruh pemberangkatan jemaah” terhadap First Travel sengaja dimunculkan karena “persaingan bisnis sesama biro perjalanan umrah.” Ia bahkan menyebut “ada campur tangan pemerintah” menutup biro perjalanan umrah First Travel untuk menutupi isu penggunaan dana haji.

“Pemerintah kalau mau main, yang bersih, dong. Jangan seperti itu,” kata Deski.

=========

Keterangan foto: Warga antre mengurus pengembalian dana terkait permasalahan promo umrah di kantor pelayanan First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Bisnis
Reporter: Reja Hidayat & Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam