Menuju konten utama
Arfi Hatim dari Kemenag:

"Waspada, Banyak Travel Umrah dengan Skema MLM dan Ponzi"

Beragam skema dilakukan para biro/agen umrah demi melayani bisnis religi. Makin subur di tengah persaingan berebut calon jemaah.

Ilustrasi M Arfi Hatim. Tirto/Sabit

tirto.id - Kisruh pelayanan umrah bodong yang dituduhkan kepada PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) membuka tabir persaingan bisnis perjalanan umrah. Ia bikin jemaah umrah batal pergi ke Tanah Suci. Ia juga menjadi pintu bagi pemerintah melalui Kementerian Agama untuk segera membereskan perjalanan haji dan umrah, salah satunya praktik marak biro umrah bertarif murah.

Mengutip Data Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, sejak Desember 2015 hingga Maret 2016, tercatat ada 10.772 calon jemaah yang gagal ke Tanah Suci akibat biro travel umrah bertarif murah. Para biro maupun agen cuma mencari keuntungan semata, menghimpun dana dari para calon umrah, tetapi uangnya dipakai buat berinvestasi di tempat lain.

Dalam kasus First Travel, berdasarkan proses penyelidikan Bareskrim Mabes Polri, pasangan Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan diduga melakukan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang calon jemaah umrah.

Otoritas Jasa Keuangan sudah mengeluarkan sanksi kepada First Travel. Pada 1 Agustus lalu, Kemenag telah mencabut izin operasional First Travel. Selama sepekan terakhir, usai memeriksa saksi, polisi menetapkan pasangan pemilik First Travel sebagai tersangka.

Deski, kuasa hukum First Travel, menolak langkah Kemenag. Pihaknya, kata Deski, "masih berusaha memberangkatkan jemaah yang masih terlantar," meski saat ini kebanyakan jemaah meminta uang dikembalikan.

Deski bahkan menuding seakan "ada yang mengatur" dan "ada yang membiayai" upaya menyudutkan First Travel.

"Program promo kami bertentangan dengan pemerintah, maka [seharusnya] pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, menutup semua travel yang menggunakan jasa promo. Jadi jangan kami aja," ujarnya.

Reja Hidayat dari Tirto menyatakan soal sengkarut bisnis ibadah umrah kepada M. Arfi Hatim, Kepala Sub Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah dari Kementerian Agama, termasuk menyampaikan tuduhan-tuduhan dari pihak First Travel.

Kementerian Agama pernah menegur penyelenggara umrah umrah sejak 2014, apa persoalannya?

Kami terus mengupayakan negara hadir dan memberi perlindungan kepada masyarakat. Dan upaya itu terus kami lakukan. Kami sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Kami sempurnakan regulasi, peraturan menteri.

Tapi memang problamatika di lapangan, termasuk modus-modus dari penyelenggara umrah, semakin berkembang.

Memang umrah tidak hanya ibadah dan tidak terlepas dari unsur bisnis. Penyelenggara umrah melahirkan inovasi dalam bentuk marketing. Ada beberapa menghimpun uang jemaah, yang tidak semata untuk jemaah itu sendiri. Tapi ada yang diinvestasikan dan sebagainya.

Ini menjadi concern dari Satgas Waspada Investasi karena disinyalir banyak penyelenggara umrah menggunakan sistem seperti umrah promo dan sistem multilevel marketing (MLM). Bahkan beberapa tahun terakhir, memakai Sistem Ponzi, semacam beli dua dapat satu. Bayar dua, berangkat satu.

Kadang-kadang, ada yang bayar sekarang, berangkatnya setahun, dua tahun, dan tiga tahun yang akan datang. Uang jemaah yang dihimpun oleh penyelenggara ini diapakan? Uang jemaah itu seharusnya membiayai pelayanan untuk jemaah itu sendiri. Tidak boleh diapa-apakan, lain dari keuntungan perusahaan.

Jadi, seperti yang diketahui bersama, beberapa tahun belakangan ini kami sudah mencabut izin penyelenggara umrah yang wanprestasi. Kurang lebih ada 24 perusahaan.

Berapa tahun belakangan, dalam hal penghimpunan dana jemaah, yang sekarang banyak dibicarakan dan menjadi sorotan adalah First Travel dengan [menawarkan] harga tidak rasional, Rp14,3 juta. Itu tidak mungkin memberangkatkan jemaah umrah.

Kami sudah beberapa kali memanggil mereka, yang disampaikan memang tidak rasional. Seperti gali lubang tutup lubang. Ini yang kemarin dihentikan sistem promonya oleh Satgas Investasi.

Apa temuan pelanggaran di lapangan?

Dulu belum ada pengaduan, tetapi kami melihat ada sesuatu yang tidak wajar. Kami melihat ketidakwajaran ini menjadi potensi bom waktu. Maka kami panggil dalam rangka pembinaan dan pengawasan. Kita berusaha untuk mengantisipasi itu. Kita tidak sendiri, melibatkan instansi lain, Satuan Tugas Penegakan hukum. Ada 24 penyelenggara umrah yang dicabut izinnya, bermacam-macam kasusnya.

Bisa Anda jelaskan kasusnya?

Ada jemaah sampai bandara tidak jadi berangkat. Ada jemaah mau pulang dari Bandara Jeddah ke Indonesia tidak punya tiket pulang. Ada lagi yang utang hotel akhirnya paspornya ditahan. Paspor ditahan, tiket hangus. Itu, kan, wanprestasi.

Kalau melihat regulasi, ada pelanggaran. Maka kami cabut izinnya, beri sanksi administrasi.

Kami yang mengeluarkan izin, kami memberikan pengawasan. Apabila dalam pengawasan itu ada pelanggaran wanprestasi, kami akan memberi sanksi administrasi.

Sanksi administrasi ada tiga: peringatan tertulis, pembekuan, dan pencabutan izin penyelenggaraan umrah.

Sejak kapan izin 24 perusahaan itu dicabut?

Dari tahun 2015 sampai 2016, sedangkan untuk 2017 belum ada. Datanya ada di website Kementerian Agama. Ini yang kami berikan sanksi dan jangan menggunakan penyelenggara ini untuk melaksanakan ibadah umrah.

Mayoritas kasus pelanggaran itu terkait apa?

Kami memilah. Ada penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). PPIU itu adalah perusahaan yang memiliki izin dari Kementerian Agama. Kalau domain non-PPIU, ini kita serahkan kepada pihak berwajib. Kita ada MoU dengan kepolisian. Jika kami menemukan penyelenggara non-izin, kami laporkan ke polisi. Kalau punya izin, kami beri sanksi.

Berapa kasus yang ditangani kepolisian?

Banyak. Kan, masing-masing Polda dan Mabes. Ada 40-an kasus di seluruh Indonesia. Tapi ada juga yang masih menjadi saksi.

Peminat umrah terus meningkat dibanding haji, bagaimana pengendalian dari Kemenag?

Memang setiap tahun peningkatannya sangat signifikan, di samping dari pemerintah Arab Saudi memberi kuota yang besar. Seluruh negara-negera yang mengirim melaksanakan ibadah umrah. Tentu problematikanya semakin kompleks. Kami akan memperketat lagi pengawasan.

Satu, kepada penyelenggara dan masyarakat. Kedua, kami akan intensifkan koordinasi dengan instansi terkait. Sebab ini tidak bisa diselesaikan sendiri. Di dalam itu ada unsur pidana, perdata, dan sebagainya, ketika ada Satgas, ada 13 kementerian yang kompeten, dan bisa mengendalikan dari berbagai aspek hingga pengendalian dari Komisi Pengawas Persiangan Usaha (KPPU).

Anda tadi mengatakan sudah memanggil First Travel. Sudah berapa kali dilakukan?

Sudah kami lakukan pemanggilan tahun 2015 sebanyak satu kali untuk menjelaskan sistem pemasaran. Kemudian, tahun 2016, kami sudah panggil dua kali. Yang tahun ini, 2017, sudah empat kali.

Kisruh First Travel mulai bulan Maret. Datang ke bandara tidak jadi berangkat, sehingga jemaah harus kembali ke asalnya.

Beberapa kali dipanggil, First Travel tidak mengindahkan teguran Kementerian Agama. Bagaimana tanggapan Anda?

Ya, tunggulah tanggal mainnya. Tapi selama ini kami telah berbuat dalam rangka memberi perlindungan masyarakat, kami sudah melakukan beberapa kali mediasi. Tuntutan jemaah jelas, minta diberangkatkan dan kepastian keberangkatan, jemaah minta pengembalian dana.

Walaupun tidak ada dalam regulasi, kami melakukan mediasi. Mediasi ini, kan, harus dua belah pihak. Kalau berkali-kali mediasi dan kami memanggil dari pihak First Travel juga tidak datang, di situ sudah mulai terlihat tidak ada niat baik dari mereka.

Lalu, kami beberapa kali melayangkan surat permintaan data. Berapa sih sesungguhnya jemaah yang sudah diberangkatkan dan belum berangkat? Dan kami meminta jadwal jemaah yang belum berangkat. Berapa jemaah yang minta pengembalian uang dan jemaah yang sudah terealisasi pengembalian dananya? Sampai sekarang tidak ada yang terpenuhi.

Baca juga:

Sejak kapan surat itu dilayangkan?

Sejak April kita layangkan sekali, Mei dua kali, dan terakhir 10 Juli kemarin. Sudah empat kali dilayangkan tapi tidak dipenuhi. Ini ada apa? Apakah begitu sulit sebuah perusahaan besar dengan manajemen yang bagus, misalnya, memberikan dokumen kepada regulator sebagai pembina?

Bagaimana respons First Travel?

[Panggilan] yang pertama datang. Mereka berjanji akan memberikan data tapi tidak ada. Pada 22 Mei, kami panggil, yang datang kuasa hukumnya. Dia tidak bisa memberikan keputusan karena bukan manajemen yang datang.

Para kuasa hukum tanya dulu kepada manajemen karena keputusannya di mereka. Mau ngapain ke sini kalau tidak bisa menjelaskan? Enggak ada keputusannya dan enggak ada kesimpulan yang kami dapatkan.

Tanggal 24 Mei panggil lagi. Waktu itu mediasi dengan jemaah tapi tidak hadir juga. Terakhir, tanggal 10 Juli, kami beri ultimatum tujuh hari waktu memberikan data. Tidak juga direspons sampai sekarang.

Apa langkah Kemenag selanjutnya?

Dari Satgas Investasi, yang jelas pihak travel harus tetap bertanggung jawab: Wajib memberangkatkan jemaah yang sudah mendaftar dan wajib mengembalikan dana jemaah yang meminta pengembalian dana.

Perlu diketahui, ketika jemaah itu mendaftar, ada perjanjian. Dalam perjanjian itu, timbul aspek perdata atau pidana. Apabila tidak terpenuhi, salurannya jelas: bisa melaporkan kepada pihak berwajib atau pengadilan.

Kalau kami, jelas punya tugas dan fungsi, yaitu sanksi administrasi. Mediasi sudah kami lakukan maksimal, bahkan tidak dihadiri pihak First Travel satu kali pun. Kemudian, kewenangan memberi sanksi administrasi, baik itu sanksi tertulis, pembekuan, dan pencabutan. Ini harus menempuh beberapa tahap. Kami harus mengumpulkan data. Tim sudah bekerja. Semoga dalam waktu dekat, sudah ada keputusan soal First Travel.

(Catatan: Kemenag akhirnya memutuskan mencabut zin operasional First Travel sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) pada 1 Agustus 2017. Alasannya, PT First Anugerah Karya Wisata terbukti melakukan pelanggaran Pasal 65 huruf a —gagal memberangkatkan jemaah ke Arab Saudi—dalam Peraturan Pemerintah No. 79/2012 tentang Pelaksanaan UU No. 13/2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji.)

Apa alasan First Travel menelantarkan jemaah?

Alasannya, ada faktor internal dan eksternal. Tapi kami tidak mempercayai begitu saja.

Lalu dikatakan persoalan visa. Ya, kalau masalah visa ini tergantung dari perencanaan. Tidak mungkin orang berangkat ke luar negeri sekonyong-konyong gitu, semua melalui proses. Apakah proses ini dipenuhi atau tidak? Prosesnya tidak dipenuhi, tentu tidak ada keberangkatan jemaah itu sendiri.

Atau bisa juga bicara finansial, karena kalau memakai Sistem Ponzi, biayai jemaah berangkat ini dibayar oleh jemaah tahun depan, begitu seterusnya. Kalau terjadi pengurangan dari jemaah yang mendaftar atau malah tidak ada sama sekali mendaftar, maka yang belakangan ini menjadi korban. Itulah kemudian dugaan kuat terhadap First Travel.

Apakah First Travel menggunakan Skema Ponzi dalam menjalankan biro perjalanan umrah?

Patut diduga Sistem Ponzi. Gali lubang tutup lubang. Apalagi penambahan biaya. Mereka memberi edaran kepada jemaah untuk penambahan Rp2,5 sampai Rp3 juta. Ini apa maksudnya Rp2,5 juta?

Alasannya karena memasuki musim umrah, jadi mereka meminta tambahan dari jemaah untuk mencarter pesawat. Apakah itu terealisasi? Jemaah udah bayar, tidak berangkat juga.

Yang terakhir, program promo sudah diberhentikan oleh Satgas. Mereka meminta kepada jemaah yang sudah membayar program promo untuk upgrade ke reguler dengan harga Rp19 juta. Ini apa maksudnya? Patut disinyalir ini salah satu modus untuk mengumpulkan uang jemaah. Lagi-lagi enggak ada kepastian keberangkatan jemaah.

Janji mencarter pesawat ternyata tidak ada. Sekarang minta di-upgrade dari promo ke reguler. Sama dengan refund, banyak jemaah yang mengadu ke sini, katanya refund 30-90 hari. Ini sudah lewat 90 hari tapi tidak ada refund. Sampai saat ini tidak terealisasi. Dari sini, bisa kita mengambil kesimpulan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

First Travel mengatakan pembuatan visa dipersulit karena harus ada rekomendasi dari Kementerian Agama?

Kalau dokumen lengkap, ya cepat. Namun, dokumen ini tidak melalui kementerian Agama. Ada yang namanya provider visa, mempunyai kerja sama dengan perusahaan swasta di Arab Saudi dan mengurus visa melalui Kedutan Besar Arab Saudi.

Terkait kasus First Travel, memang disampaikan ada suatu boikot dari beberapa asosiasi sehingga susah buat visa. Ini kita telusuri, apakah betul? Kalau perencanaan matang dan segala dokumen terpenuhi, harusnya tidak masalah.

Apa kewenangan kemenag sempit sebagai regulator umrah?

Sesungguhnya kalau mau cari celah, ya bagaimanapun pasti ada. Sebagus apa pun regulasi kami dan sebagus apa pengawasan kami, kalau niatnya memang tidak bagus tetap terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ini tidak sebatas First Travel. Kalau niat tidak bagus, usahanya tidak benar, tunggu saja tanggal mainnya.

Apa imbauan Kemenag kepada jamaah umrah soal mara penipuan dari biro/agen umrah?

Selektif memilih travel. Jadilah masyarakat yang cerdas, dan kritis dalam menentukan pilihan dalam berangkat umrah.

Pertama, pastikan travelnya berizin, salah satunya mengetahui berizin adalah cek di website Kemenag, aplikasi 'Umrah Cerdas' atau datang ke kantor cabang Kemenag terdekat untuk memastikan.

Kedua, pastikan jadwal penerbangannya, ketika mendaftar harus sudah tahu kapan berangkat dan pakai maskapai apa.

Ketiga, pastikan hotelnya.

Keempat, pastikan paket layanan; dan terakhir, pastikan visanya.

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Bisnis
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam