Menuju konten utama

Benarkah Menyiarkan Nama Orang yang Berkurban Termasuk Riya?

Benarkah berkurban dengan menyebut nama termasuk riya? Simak hukum, dalil, dan penjelasan lengkap apakah qurban harus menyebutkan nama atau tidak.

Benarkah Menyiarkan Nama Orang yang Berkurban Termasuk Riya?
Pemilik ternak menunjukkan sapi yang dibeli Presiden Joko Widodo di Kelurahan Paya Roba, Binjai Barat, Kota Binjai, Sumatera Utara, Sabtu (15/6/2024). ANTARA FOTO/Yudi Manar/aww.

tirto.id - Berkurban dengan menyebut nama menjadi hal yang sering dipertanyakan menjelang Idul Adha. Banyak umat Islam bertanya, apakah boleh menyebutkan nama orang yang berkurban?

Apakah tindakan ini menunjukkan rasa syukur, atau justru berisiko jatuh pada riya? Untuk menjawab pertanyaan ini, penting memahami terlebih dahulu makna berkurban dan landasannya dalam ajaran Islam.

Menurut penjelasan di situs Kementerian Agama, berkurban atau udhiyah adalah ibadah menyembelih hewan ternak (kambing, sapi, unta) pada Hari Raya Idul Adha dan hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah), sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Ibadah ini memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an dan Hadis. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Fashalli li rabbika wanhar

Artinya: “Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

Nabi Muhammad SAW juga bersabda:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ

Ma ‘amila Adami min ‘amalin yauman nahri ahabbu ilallah min ihraaqid dammi.

Artinya: “Tidak ada amalan anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai Allah selain dari mengalirkan darah (hewan kurban).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Namun, dalam praktiknya, muncul pertanyaan penting yaitu apakah berkurban harus menyebutkan nama? atau justru bolehkah qurban tanpa menyebut nama? Untuk menjawabnya, mari kita telaah lebih lanjut dari sudut pandang hukum dan etika Islam.

Pemeriksaan hewan kurban di Kendari

Petugas mengecek mulut sapi saat pemeriksaan kesehatan hewan kurban di Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (15/6/2024). ANTARA FOTO/Andry Denisah/YU/aww.

Apakah Qurban Harus Menyebutkan Nama?

Banyak orang bertanya, apakah berkurban harus menyebutkan nama? Saat proses penyembelihan, terkadang panitia atau pihak masjid menyebutkan nama pemberi kurban. Namun, apakah hal itu diwajibkan dalam syariat?

Dilansir dari situs Zakat.or.id, menyebutkan nama saat berkurban hukumnya tidak wajib. Dalam Mazhab Syafi'i, penyebutan nama orang yang berkurban hanyalah bagian dari pelengkap niat, bukan syarat sahnya kurban.

Niat kurban di dalam hati sudah cukup untuk menjadikan ibadah tersebut sah di mata Allah SWT.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu menegaskan:

وَلَا يُشْتَرَطُ ذِكْرُ اسْمِ صَاحِبِ الْأُضْحِيَّةِ عِنْدَ الذَّبْحِ

Wala yusytaratu dzikru ismi shahibi al-udhiyah ‘inda dzabhi.

Artinya: “Tidak disyaratkan menyebutkan nama orang yang berkurban saat menyembelih.”

Dengan demikian, berkurban dengan menyebut nama tidaklah wajib. Yang terpenting adalah niatnya, karena niat adalah inti dari setiap ibadah.

Apakah Mengumumkan Nama Orang yang Berkurban Termasuk Riya?

Sebagian umat merasa khawatir bahwa berkurban dengan menyebut nama akan menimbulkan kesan riya atau pamer. Lalu, apakah mengumumkan nama orang yang berkurban termasuk riya?

Dalam kajian fikih dan penjelasan para ulama seperti yang tertuang dalam laman Kemenag, menyebut nama dalam konteks administrasi, transparansi, atau sebagai bentuk doa, misalnya “semoga Allah menerima kurban dari Fulan” bukan termasuk riya, selama niatnya ikhlas.

Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pernah menyebutkan nama saat berkurban. Dalam sebuah hadis disebutkan:

اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ، وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَأُمَّةِ مُحَمَّدٍ

Allahumma taqabbal min Muhammad, wa aali Muhammad, wa ummati Muhammad.

Artinya: “Ya Allah, terimalah (kurban) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.”

(HR. Muslim)

Dari sini, bisa disimpulkan bahwa menyebutkan nama saat berkurban tidak otomatis berarti riya. Justru, jika diniatkan sebagai syiar atau menginspirasi orang lain untuk berkurban, maka itu bisa bernilai pahala.

Namun, niat tetap menjadi hal yang utama. Jika menyebut nama dilakukan untuk pamer atau mencari pujian, maka itulah yang masuk ke dalam riya. Oleh karena itu, qurban sebaiknya atas nama siapa pun, yang penting diniatkan dengan benar.

Pemeriksaan kesehatan hewan kurban di Bandung

Petugas memasang tanda sehat dan layak usai memeriksa kesehatan hewan kurban di Cirangrang, Kopo, Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/5/2025). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.

Bolehkah Qurban Tanpa Menyebutkan Nama?

Lalu, bolehkah qurban tanpa menyebut nama? Jawabannya: boleh dan sah. Menurut pendapat ulama dari Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, menyebutkan nama bukanlah syarat sah kurban. Yang wajib hanyalah niat dalam hati orang yang berkurban atau orang yang mewakilinya. Sebagaimana disebutkan dalam kaidah fikih:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Innamal a‘mālu binniyyāt.

Artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, berkurban dengan menyebut nama bukanlah suatu keharusan. Jika tidak disebutkan pun, kurban tetap sah. Maka pertanyaan bolehkah qurban tanpa menyebut nama? bisa dijawab dengan yakin: boleh.

Namun demikian, menyebutkan nama tetap disunnahkan jika memang memungkinkan. Sebab, dengan menyebutkan nama, doa yang dipanjatkan saat penyembelihan bisa lebih spesifik.

Harga sapi pedaging di Boyolali naik
Pegang membawa sapi untuk dijual di Pasar Hewan Jelok, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (14/6/2024). Menurut pedagang menjelang Idul Adha 2024, harga penjualan sapi pedaging untuk kebutuhan kurban naik kisaran Rp1 juta hingga Rp2 juta per ekor tergantung jenis dan kualitasnya. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.

Bolehkah Berkurban Atas Nama Orang Lain?

Topik ini juga tak kalah penting dan kerap diperbincangkan. Qurban sebaiknya atas nama siapa? Bolehkah dilakukan atas nama orang lain? Jawabannya tergantung kepada siapa kurban itu ditujukan.

Berdasarkan penjelasan para ulama, berkurban atas nama keluarga sendiri diperbolehkan bahkan tanpa harus izin, seperti untuk istri, anak, atau orang tua. Namun, berkurban atas nama orang lain yang bukan keluarga, harus dengan izinnya terlebih dahulu. Sebagaimana pendapat ulama Syafi’iyah dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu:

قال الشافعية: لا يضحي عن الغير بغير اذنه

Qāla asy-Syāfi‘iyyah: Lā yudhahhī ‘an al-ghayri bighayri idznihi

Artinya: “Ulama Syafiiyah berkata: Tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizin dari orang tersebut.”

Sedangkan untuk orang yang sudah meninggal dunia, para ulama seperti dari Mazhab Hanafi dan Hambali membolehkan. Hal ini karena pahala kurban tetap akan sampai kepada orang yang diniatkan, baik yang masih hidup maupun sudah wafat. Disebutkan dalam sebuah riwayat Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin:

“Apabila seseorang berkurban dengan seekor kambing atau domba dengan niat untuk diri dan keluarganya, maka telah cukup untuk orang yang dia niatkan dari keluarganya, baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati.” (Hukum Udhhiyah, Kitab Ahkam al-Udhhiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

Maka, berkurban dengan menyebut nama orang lain sah-sah saja, asalkan diniatkan dengan benar dan dengan izin yang sah, terutama bila orang tersebut masih hidup.

Dengan mengetahui hukum dan ketentuan seputar berkurban dengan menyebut nama, kita bisa beribadah dengan lebih tenang dan ikhlas. Yang terpenting adalah niat yang lurus karena Allah, bukan sekadar formalitas atau pengakuan dari orang lain.

Baca juga artikel terkait HUKUM KURBAN atau tulisan lainnya dari Robiatul Kamelia

tirto.id - Edusains
Kontributor: Robiatul Kamelia
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Yulaika Ramadhani