Menuju konten utama

Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban Idul Adha, Apa Diperbolehkan?

Apakah boleh menjual kulit hewan kurban? Berikut penjelasan hukum menjual kulit hewan kurban dalam Islam.

Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban Idul Adha, Apa Diperbolehkan?
Petugas DKP3 memeriksa mulut serta gigi sapi hewan kurban di CV Puput Bersaudara, Rangkapan Jaya, Depok, Jawa Barat, Rabu (21/6/2023).ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/hp.

tirto.id - Hukum menjual kulit hewan kurban sering kali menjadi perhatian umat Islam ketika Idul Adha. Pertanyaan utamanya adalah apakah boleh kulit hewan kurban dijual?

Banyak orang mungkin juga bertanya, apa panitia qurban boleh menjual kulit dari hewan kurban? Atau, bagaimana hukum menjual kulit hewan kurban untuk kepentingan masjid? Ada pula pertanyaan: apakah boleh kulit hewan kurban jadi upah untuk penyembelih?

Mayoritas ulama Mazhab Syafii berpendapat, orang yang berkurban (sohibul kurban) tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya, termasuk daging dan kulit, meski ia berhak mendapatkan bagian.

Sohibul kurban berhak menerima bagian dari hewan kurbannya, kecuali jika ia berkurban karena nadzar. Namun, bagian itu hanya boleh dikonsumsi atau dimanfaatkan, dan tidak untuk dijual.

Dasar dari larangan itu adalah hadits riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barangsiapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tak ada kurban baginya," (HR Imam Al-Hakim dan Imam Al-Baihaqi. Hadis ini dishahihkan Albani).

Lantas, bagaimana apabila yang menjual kulit hewan kurban adalah panitia qurban atau orang yang menerima pembagiannya?

Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban

Mayoritas ulama dari mazhab Syafii (mazhab fikih yang diikuti oleh banyak umat Islam di Indonesia), berpendapat semua bagian hewan kurban tidak boleh diperjualbelikan.

Bagian hewan kurban itu termasuk daging, kulit, tanduk, bulu dan lain sebagainya.

Larangan tersebut berlaku bagi sohibul kurban maupun orang yang menerima pembagian hewan kurban (termasuk panitia qurban).

Meski demikian, mengutip dari laman Bimas Islam Kemenag RI, ada pengecualian terkait hukum jual beli bagian tubuh hewan kurban.

Sejumlah ulama dari Mazhab Syafii menyatakan bahwa orang-orang fakir dan miskin yang menerima pembagian hewan qurban boleh memanfaatkan bagiannya untuk berbagai jenis keperluan, termasuk dijual.

Maka itu, orang fakir miskin boleh memanfaatkan bagian dari hewan kurban yang mereka terima, seperti daging atau kulit, untuk dikonsumsi, dijual, maupun keperluan lain.

Namun, orang kaya (punya kemampuan secara ekonomi) hanya boleh mengonsumsi dan memanfaatkan bagian hewan kurban (daging, kulit, dan lainnya). Alternatif yang lainnya, orang kaya bisa menyedekahkan bagian dari hewan kurban.

Habib Abdurrahman Ba’alawi dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin menjelaskan:

Bagi orang fakir boleh menggunakan [tasharruf] daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasarufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri. Demikian yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj juga memberikan penjelasan serupa sebagai berikut:

"Bagi orang fakir boleh memanfaatkan hewan kurban yang diterimanya (secara bebas), meski dengan semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memiliki apa yang diterimanya. Berbeda dengan orang kaya, ia tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan hewan kurban yang diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski pada orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri."

Larangan menjual semua bagian dari hewan kurban, termasuk untuk dijadikan upah bagi penyembelih, diterangkan pula oleh Imam Nawawi melalui Al-Majmu', Maktabah Al-Irsyad (Juz 8: 397), sebagaimana dikutip dalam artikel NU Onlineberjudul "Hukum Menjual Kulit maupun Kepala Hewan Kurban," sebagai berikut:

"Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apa pun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban, baik [yang] berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya. Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Akan tetapi (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya."

Adapun dalam Putusan dan Fatwa Seputar Kurban (2022: 5-7) terbitan Tim Fatwa Agama Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, juga diterangkan pendapat yang tidak jauh berbeda, dengan ringkasan sebagai berikut:

1. Shahibul qurban (orang yang berkurban) tidak boleh menjual bagian dari hewan kurban, baik daging, kulit, dan lainnya. Shahibul qurban juga tidak boleh memberikan bagian dari hewan qurban sebagai upah penyembelihan. Orang yang menyembelih hanya boleh diberi dengan status sebagai penerima daging qurban.

2. Panitia tidak boleh mengambil bagian dari hewan kurban untuk menjadikannya upah bagi penyembelih. Panitia disarankan untuk membebankan biaya upah penyembelih kepada shahibul qurban dengan cara musyawarah, atau mengambil dari sumber lain.

Pendapat di atas berdasarkan hadis riwayat dari Ali sebagai berikut:

"Ali Ra berkata: Rasulullah SAW telah memerintahkan kepadaku agar membantu dalam pelaksanaan qurban untanya dan agar membagikan kulit dan pakaiannya dan beliau pun memerintahkan kepadaku agar aku tidak memberikan sedikit pun dari hewan qurban kepada jagal. Ia (Ali) berkata: Kami memberikan upah (jagal) dari harta kami." (HR. Abu Dawud).

Hukum Qurban dan Dalilnya

Berkurban adalah ibadah menyembelih hewan kurban yang telah memenuhi syarat pada Hari Raya Iduladha (10 Zulhijah) dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah).

Hukum berkurban, sesuai pendapat jumhur ulama Mazhab Syafii adalah sunah muakadah atau sangat dianjurkan untuk ditunaikan, terutama bagi yang memiliki kelapangan rezeki.

Allah SWT memerintahkan berkurban dalam Surah Al-Kautsar ayat 1 – 3 sebagai berikut:

Sesungguhnya Kami telah memberimu [Nabi Muhammad] nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah! Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus [dari rahmat Allah],” (QS. Al-Kautsar [108]: 1-3).

Sejak ibadah ini disyariatkan, Nabi Muhammad SAW pun selalu berkurban hingga beliau wafat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bahkan menegaskan sebagai berikut:

Barang siapa yang memiliki kelapangan [harta], sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami,” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Syarat Hewan Kurban

Tujuan pelaksanaan kurban salah satunya adalah taqarrub, mendekatkan diri pada Allah SWT. Maka dari itu, perilaku taqarrub sebaiknya dilakukan secara benar dengan memilih kurban sesuai ketentuan syariat berlaku.

Hewan yang sah dijadikan kurban adalah binatang ternak meliputi kambing, sapi, kerbau, domba, dan unta.

Allah SWT berfirman mengenai hewan yang dapat dijadikan kurban dalam Surah Al-Hajj ayat 34, dengan terjemahan sebagai berikut:

Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak,” (QS. Al-Hajj [22]: 34).

Hewan kurban juga harus memenuhi ketentuan umur yang berbeda-beda di tiap jenisnya. Apabila hewan ternak tidak memenuhi syarat umur, tidak sah dijadikan kurban.

Berikut ini syarat usia hewan kurban:

  • Unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke-6
  • Sapi atau kerbau minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke-3
  • Kambing jenis domba atau biri-biri berumur 1 tahun
  • Kambing jenis domba bisa berumur 6 bulan jika yang berusia 1 tahun sulit ditemukan.
  • Kambing biasa (bukan domba/biri-biri) minimal usia 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2.

Hewan kurban juga tidak boleh cacat dan tubuhnya harus sehat. Dalam hadits riwayat dari Al-Barra bin Azib Ra, Rasulullah SAW pernah bersabda:

Ada 4 macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “[1] yang [matanya] jelas-jelas buta [picek], [2] yang [fisiknya] jelas-jelas dalam keadaan sakit, [3] yang [kakinya] jelas-jelas pincang, dan [4] yang [badannya] kurus lagi tak berlemak,” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).

Berikut penjabaran dari beberapa keadaan tubuh hewan ternak yang menyebabkan tidak sah untuk kurban:

  • Hewan ternak buta salah satu matanya.
  • Hewan ternak pincang salah satu kakinya.
  • Hewan ternak sakit yang tampak jelas, sehingga kurus dan dagingnya rusak.
  • Hewan ternak sangat kurus.
  • Hewan ternak yang terputus sebagian atau seluruh telinganya.
  • Hewan ternak yang terputus sebagian atau seluruh ekornya.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom