Menuju konten utama
Idul Adha 2022

Bolehkah Kepala dan Buntut Sapi Kurban Dibeli atau Dijual?

Bagian tubuh dari hewan kurban tidak boleh diperjualbelikan dan bisa berakibat tidak diterimanya amalan dari pekurban.

Bolehkah Kepala dan Buntut Sapi Kurban Dibeli atau Dijual?
Petugas dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung menunjukkan label sehat layak hewan kurban saat pemeriksaan kesehatan hewan kurban yang dijual di Riung Bandung, Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/6/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nym.

tirto.id - Dalam penyembelihan hewan kurban pada hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik, salah satu masalah yang kerap menjadi polemik yaitu terkait jual beli kulit, kepala, hingga buntutnya.

Seribu satu alasan bisa muncul untuk menghadirkan transaksi jual beli dari sembelihan kurban. Contohnya bagian-bagian tersebut tidak ada yang mengurusnya karena memakan waktu lama.

Alasan lain, misalnya penjualan kulit, kepala, dan buntut hewan kurban bisa menutupi biaya operasional.

Salah satu komponen biayanya yaitu membayar jasa tukang jagal. Hanya saja, tentang boleh tidaknya menjual hasil dari sembelihan hewan kurban tetap harus merujuk pada syariat.

Dikutip situs NU, Imam Nawawi dengan merujuk pada mazhab Syafi'i menyatakan, penjualan hewan kurban termasuk daging, kulit, tanduk, dan rambutnya adalah dilarang.

Selain itu, memberikan upah kepada tukang jagal juga tidak diperbolehkan. Namun, bagian-bagian tubuh tersebut boleh diambil jika orang yang berkurban telah menyedekahkannya, lalu dimanfaatkan barangnya untuk kebutuhan.

Ali bin Abi Thalib mengatakan, ”Nabi memerintahkanku untuk menyembelih unta hewan qurban miliknya, dan Nabi memerintahkan agar aku tidak memberi apapun kepada tukang potong sebagai upah pemotongan”. (HR. Bukhari)

Landasan larangan menjual bagian tubuh hewan kurban ada di hadis Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Beliau bersabda:

“Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka kurbannya tidak diterima.” (HR. Hakim dan Baihaqi. Hadis ini dishahihkan Albani)

Dilansir situs edukasi ZISWAF Dompet Dhuafa, hadis tersebut memberikan penjelasan tegas mengenai larangan menjual daging hingga kulit hewan kurban.

Dalam praktiknya, makna kurban merupakan persembahan untuk Allah subhanahu wa ta'ala.

Terkait persembahan tersebut, Imam Ahmad pernah menyampaikan tanggapannya saat mendapat pertanyaan mengenai orang yang menjual daging kurban.

Dia cukup terkejut dengan hal itu dan mengatakan, “Subhanallah, bagaimana dia berani menjualnya padahal hewan tersebut telah ia persembahkan untuk Allah tabaraka wa ta'ala."

Risiko yang diterima dengan menjual bagian dari hewan kurban ini cukup berat. Terutama untuk orang yang berkurban, memperjualbelikan kulit kurban bahkan berakibat pada tidak diterimanya amalan. Nabi Muhammad bersabda:

"Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya." (HR Hakim dalam kitab Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, juz 6, halaman 121)

Kendati demikian, ada perlakuan khusus bagi fakir miskin yang telah menerima pembagian daging kurban.

Menurut Habib Abdurrahman Ba'alawi, fakir miskin boleh memanfaatkannya semisal untuk dijual dan bermanfaat baginya.

Namun, hal serupa tidak diperbolehkan dilakukan orang kaya yang mendapatkan hasil kurban karena dirinya sama-sama sebagai pihak yang wajib menyembelih hewan kurban.

Habib Abdurrahman Ba'alawi berkata, "Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri. Demikianlah yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah. (Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 423).

Sementara itu, perbedaan pendapat disampaikan oleh Imam Abu Hanifah. Menurutnya, seperti dikutip situs PWMU, kulit kurban boleh dijual lantas disedekahkan atau dibelikan sesuatu yang bermanfaat. Bisa pula, barang tersebut ditukar dengan benda lain dan bukan berbentuk mata uang yang bersifat konsumtif (istihlakiyah).

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA 2022 atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno