Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Contoh Ijtihad dalam Islam dan Syaratnya

Ijtihad diperlukan untuk menjawab permasalahan kontemporer umat Islam. Berikut syarat menjadi mujtahid dan contoh ijtihad yang ada dalam kehidupan.

Contoh Ijtihad dalam Islam dan Syaratnya
Ilustasi Al-Qur'an. Contoh ijtihad yang ada, tetap mengacu pada Al-Qur'an dan hadis agar dihasilkan solusi bagi umat sesuai ajaran Islam. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ijtihad dalam Islam menjadi solusi untuk menjawab persoalan kontemporer. Seperti apa contoh ijtihad untuk menyelesaikan permasalahan umat?

Ajaran Islam merupakan agama yang relevan sepanjang zaman. Namun, tidak semua kejadian atau peristiwa masa kini sama seperti termaktub dalam Al-Quran ataupun kehidupan di zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Masalah kekinian yang muncul, diatasi melalui ijtihad dengan tetap bersandar pada fondasi dasar ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan hadis. Prinsip ijtihad yaitu solusi yang diambil tidak menyalahi kedua sumber hukum Islam tersebut.

Syarat ijtihad

Pengertian ijtihad adalah mengeluarkan tenaga dan kemampuan untuk mendapatkan kesimpulan hukum Islam. Solusi yang didapatkan mesti selaras dengan Al-Qur'an ataupun hadis.

Dilansir dari NU Online, ijtihad umumnya dilakukan dalam menggali hukum-hukum syariat yang berstatus cabang atau furu'iyyah. Hukum tersebut bisa dalam perkara fikih atau muamalah.

Ijtihad tidak boleh merambah dimensi akidah dan ibadah pokok. Contohnya seperti rukun iman, ibadah salat, puasa, dan sebagainya.

Hukum ijtihad adalah wajib, terutama bagi orang yang mampu melakukannya. Dalilnya ada di surah An-Nahl ayat 43 dan Al-Anbiya' ayat 7 yaitu:

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Wa mā arsalnā ming qablika illā rijālan nụḥī ilaihim fas`alū ahlaż-żikri ing kuntum lā ta’lamụn

Artinya: "Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (Q.S. An-Nahl: 43)

وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۖ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

wa mā arsalnā qablaka illā rijālan nụḥī ilaihim fas`alū ahlaż-żikri ing kuntum lā ta’lamụn

Artinya: "Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui." (Q.S. Al-Anbiya': 7)

Ijtihad dilakukan oleh para mujtahid. Tidak setiap penuntut ilmu memiliki kecakapan menjadi mujtahid yang mampu merumuskan ijtihad. Oleh sebab itu, seorang mujtahid juga memiliki persyaratan tertentu sebelum ia layak untuk mengambil hukum dari perkara baru.

Fathurrahman Azhari dalam artikel Perjalanan Ijtihad dalam Perkembangan Fikih yang terbit di Jurnal Syariah, ada beberapa ketentuan untuk menjadi mujtahid, yaitu:

1. Mujtahid harus menguasai bahasa Arab dengan berbagai cabang keilmuannya

Ia mesti menguasai nahwu, sharaf, balagah, dan aspek-aspek lainnya. Hal ini akan membuatnya lebih komprehensif dalam mengkaji permasalahan.

2. Mujtahid memiliki pengetahuan tentang Al-Quran secara mendalam

Ijtihad yang diambil tidak boleh menyelisihi Al-Qur'an dan sunah. Mujtahid harus mempunyai pengetahuan mengenai Al-Qur'an yang memadai.

3. Mujtahid mempunyai pengetahuan komprehensif tentang sunah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam

Hadis Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sangat banyak dan tersebar ke berbagai kitab. Mujtahid setidaknya menguasai enam kitab hadis induk yaitu Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah. Ia juga sebaiknya mendalami hadis dalam kitab Sunan Baihaqi, Sunan Daraqutni, Sunan Thabrani, Sunan Darimi, dan sebagainya.

4. Mujtahid mengetahui ijmak atau kesepakatan ulama sebelumnya

Selain memiliki kemampuan mendalami Al-Qur'an dan hadis, mujtahid hendaknya juga memahami bahwa ijtihad tidak boleh bertentangan dengan ijmak. Ijmak adalah kesepakatan para ulama yang menempati posisi ketiga dalam sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an dan hadis.

5. Mujtahid mengetahui ilmu ushul fikih

Pengetahuan ilmu ushul fiqh yang perlu dikuasai mencakup kaidah ijtihad, metodenya, dan prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar tersebut seperti maqashid syariah,al-urf (adat kebiasaan penduduk setempat), maslahah mursalah, dan sebagainya.

6. Mujtahid mengetahui dan memahami objek yang akan ditemukan ijtihadnya

Seorang mujtahid harus memahami secara penuh kasus yang ia hadapi. Hal tersebut akan membantunya agar tidak keliru memutuskan hukum syariat atas perkara umat Islam.

Contoh Ijtihad dalam Islam pada Kehidupan Sehari-hari

Contoh-contoh ijtihad dalam perkara muamalah kontemporer adalah hukum transaksi pinjaman di bank. Praktik perbankan di masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam belum ada, sehingga perlu dicari hukum syariatnya terkait kebolehannya.

Berdasarkan ijtihad Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 1 Tahun 2004, transaksi tersebut dihukumi haram. Transaksi pinjaman ke bank konvensional dengan bunga tertentu termasuk dalam konteks riba yang diharamkan Islam.

Dalil mengenai keharamannya ditegaskan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadis berikut:

"Sungguh akan datang kepada umat manusia suatu masa di mana tak ada seorang pun di antara mereka [terbiasa] memakan riba. Barang siapa tidak mengambilnya, ia terkena debunya," (H.R. Ibnu Majah).

Contoh dari ijtihad lainnya yaitu penetapan datangnya 1 Ramadan sebagai awal dimulainya puasa dan 1 Syawal untuk jatuhnya hari Idul Fitri. Ijtihad ini dilakukan setiap tahun pada akhir bulan Rajab di kalender kamariah.

Para ulama akan berdiskusi dahulu dengan mempertimbangkanan hasil dari teori posisi bulan (hisab) lalu membuktikannya dengan pengamatan secara langsung (rukyat) untuk melihat penampakan bulan sabit baru. Setelah itu, keputusan diambil oleh para ulama yang kompeten.

Baca juga artikel terkait IJTIHAD atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Edusains
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar