tirto.id - Hukum wadh'i adalah salah satu jenis hukum syariat Islam menurut ulama ushul fikih. Apa itu hukum wadh'i dan macam-macamnya?
Hukum wadh'i merupakan hukum kondisional yang menyertai hukum taklifi. Keduanya saling melengkapi saat menghukumi suatu perkara yang dikaitkan dengan syariat.
Hukum syariat, baik wadh'i dan taklifi, berlaku bagi muslim mukalaf yaitu dengan ciri cukup umur (balig), berakal sehat, dan dalam keadaan sadar. Dalam kondisi seperti itu, ia wajib menjalankan setiap syariat Islam sesuai ketentuan yang ada.
Macam-macam & Contoh Hukum Wadh'i
Hukumwadh'i terdiri dari enam macam, yaitu sebab, syarat, penghalang (mani'), azimah dan rukhsah, serta sah dan batal. Mengutip Jurnal Hukum Keluarga Islam, berikut penjelasan mengenai macam-macam hukum wadh'i beserta contohnya:
1. Sebab
Adanya "sebab" dalam hukum wadh'i adalah tanda lahirnya hukum Islam. Tanpa tanda (sebab) itu, seorang mukalaf tidak dibebani hukum syariat.
Misalnya, tanda balig merupakan sebab bagi kewajiban menjalankan hukum-hukum Islam untuk muslim. Anak kecil yang belum cukup umur (balig), ia tidak wajib salat, puasa, atau menjalankan ibadah fardu lainnya.
Contoh hukum wadh'i berkaitan dengan sebab lainnya yaitu dalam penetapan puasa Ramadan. Seseorang yang menyaksikan hilal 1 Ramadan, umat Islam diwajibkan berpuasa. Berdasarkan hal itu, hilal adalah sebab bagi kewajiban puasa.
2. Syarat
Suatu ibadah atau perkara syariat lazimnya mewajibkan adanya syarat harus dipenuhi. Tanpa adanya syarat, perkara itu batal dan tak boleh dikerjakan.
Misalnya, saksi adalah syarat sahnya pernikahan dan niat menjadi syarat sahnya puasa. Tanpa saksi atau niat, maka kedua perkara tadi batal dan dianggap tidak sah.
Syarat adalah hukumwadh'i yang menjadi pengiring suatu ibadah atau sahnya hukum syariat Islam tersebut.
3. Penghalang (mani')
Jenis hukum wadh'i lainnya adalah penghalang atau mani'. Kendati seseorang dibebankan perkara syariat, perkara itu menjadi batal karena adanya penghalang,
Contohnya, seorang anak berhak memperoleh warisan. Hanya saja, jika ia murtad, warisan itu tidak boleh ia terima. Murtad adalah penghalang orang tersebut dari hak warisannya menurut ketentuan Islam.
5. Azimah dan rukhsah
Suatu perkara syariat ditinjau dari pengerjaannya, secara umum terbagi menjadi dua kondisi. Kondisi ini terdiri atas azimah dan rukhsah.
Suatu ibadah dalam kondisi azimah maksudnya berada dalam hukum asli perkara tersebut. Hukum asal yang belum berubah.
Misalnya, hukum salat lima waktu adalah wajib bagi seluruh mukalaf. Saking wajibnya, orang sehat dan sakit pun tetap wajib salat. Jika tak bisa salat berdiri, bisa salat duduk, berbaring, hingga salat dengan isyarat saja.
Sebaliknya, kondisi rukhsah adalah keringanan sebagai pengecualian dari kondisi azimah. Sebagai misal, seseorang haram memakan bangkai atau daging babi. Namun, jika tidak ditemukan makanan lain sehingga seseorang terancam mati kelaparan, ia memperoleh rukhsah boleh memakan bangkai atau daging babi.
6. Sah dan Batal
Suatu perkara syariat dianggap sah apabila sesuai dengan perintah syariat dan mendatangkan pahala di akhirat. Apabila ibadah wajib sudah sah dilakukan, kewajibannya gugur dan mukalaf terbebas dari tanggung jawabnya.
Sementara itu, apabila perkara syariat dianggap batal, ibadah itu tidak mendatangkan pahala di akhirat.
Selain itu, apabila ibadah wajib dianggap batal, kewajibannya belum gugur dan mukalaf harus mengulang lagi ibadah tersebut hingga memperoleh status sah.
Apa Perbedaan Hukum Taklifi dan Wadh'i?
Perbedaan hukumwadh'i dan taklifi terlihat dari cara keduanya dalam pengambilan hukum suatu perkara. Taklifi dan wadh'i masih berkaitan erat.
Hukum taklifi berkaitan dengan permintaan syariat kepada setiap individu mukalaf untuk melakukan, meninggalkan, atau memilih sesuatu. Dalam hukum taklifi dikenal adanya hukum halal, haram, sunah, makruh, dan mubah. atas sebuah perkara.
Adapun hukumwadh'i digunakan saat syariat menetapkan sesuatu menjadi sebab, atau menjadi syarat, atau sebagai penghalang bagi hal lain terkait status hukumnya. Hukum wadh'i saling mengaitkan dua hal. Salah satu hal menjadi sebab, syarat, atau penghalang untuk lainnya.
Mengutip laman Muhammadiyah, keberadaan hukum taklifi dan hukum wadh'i memberikan umat Islam sebuah kerangka kerja yang jelas. Kerangka tersebut digunakan dalam memahami perintah dan larangan dalam syariat, beserta keadaan yang turut mempengaruhi berlakunya hukum sebuah perkara.
Contoh perbedaan hukumtaklifi dan wadi, salah satunya pada urusan interaksi antara lawan jenis. Menurut hukum taklifi, aktivitas berduaan (khalwat) antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram adalah haram. Namun, menurut hukum wadh'i, status hukum melakukan khalwat berubah menjadi halal tatkala keduanya menikah secara sah.
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar