Menuju konten utama

Hukum Menyebarkan Aib Orang Lain Menurut Islam

Menutup aib orang lain dalam Islam merupakan suatu kewajiban. Orang yang menyebarkan aib orang lain sama artinya dengan membuka aib sendiri.

Hukum Menyebarkan Aib Orang Lain Menurut Islam
Ilustrasi menyebar aib orang lain. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Hukum menyebarkan aib orang lain menurut Islam penting diketahui oleh kaum muslim agar terhindar dari dosa.

Apalagi, di era perkembangan teknologi saat ini, upaya menyebarkan aib orang lain kian marak ditemukan. Misalnya, dengan cara doxing, menyebarkan informasi pribadi dan aib orang lain yang sebenarnya bersifat rahasia.

Agama Islam telah mengatur hukum menyebarkan aib orang lain, yang termuat dalam hadis dan ayat Al-Qur'an. Simak penjelasan lengkapnya berikut.

Pengertian Menutup Aib Orang Lain

Istilah aib diadaptasi dalam bahasa Arab. Menurut al-Fairuz Abadzi, dalam Al-Qamus al-Muhit, secara bahasa, aib (العيب) bermakna cacat atau kekurangan. Bentuk jamaknya disebut uyub. Adapun, sebutan bagi sesuatu yang memiliki aib disebut ma’ib dalam bahasa Arab.

Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aib artinya cela, cacat, nista, noda, salah, ataupun keliru. Aib juga diartikan secara kias sebagai arang di muka. Oleh karena itu, ada kalimat kiasan yang mengatakan, “Bagaikan menaruh arang di muka.”

Ungkapan tersebut menggambarkan seseorang yang sudah dibuka aibnya, sehingga membuatnya malu, harga dirinya jatuh. Tersebarnya aib atau keburukan dapat menghancurkan nama baik seseorang.

Oleh karena itu, menutup aib orang lain dalam Islam sangat dianjurkan. Menutup aib orang lain artinya tidak menyebarkan, menceritakan, atau pun membocorkan, rahasia dan keburukan orang lain.

Berdasarkan sifatnya, aib dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni aib dzahir dan aib tersembunyi

Aib Dzahir berarti aib yang terlihat jika diperhatikan secara teliti. Contohnya adalah kecacatan barang dagang seperti buah busuk, baju yang robek, atau barang lain yang tampak cacatnya. Sementara itu, aib tersembunyi adalah aib yang tidak tampak karena disembunyikan rapat-rapat.

Hukum Menyebarkan Aib Orang Lain

Setiap ucapan dan perbuatan yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt., termasuk ketika kita menyebarkan aib orang lain. Kebiasaan menyebarkan aib ini bukan perkara enteng dan tidak seharusnya menjadi hal umum dilakukan.

Hukum menyebarkan aib orang lain menurut Islam dilarang. Dosa menyebarkan aib orang lain diatur dalam ayat Al Quran dan hadis.

1. Ayat tentang mengumbar aib orang lain

Allah Swt. memperingatkan umat Islam terkait larangan mengumbar aib dalam Al Qur'an. Salah satu ayat tentang mengumbar aib orang lain terdapat di surat Al Hujurat ayat 12.

Dalam ayat tersebut dijelaskan, dosa menyebar aib orang lain diumpamakan seperti memakan daging saudaranya yang telah mati. Berikut redaksi ayat tentang mengumbar aib orang lain selengkapnya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain dan janganlah kamu menggunjing [gibah] sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. [Oleh karena itu, jauhilah larangan-larangan yang tersebut] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS Al-Hujurat: Ayat 12)

2. Hadits tentang aib orang lain

Hukum menyebarkan aib orang lain, selain diatur dalam ayat Al-Qur'an, juga dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw. melalui beberapa hadis.

Rasulullah saw. pernah bersabda tentang larangan mencari-cari aib orang lain melalui sebuah hadis, yang berbunyi:

“Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara” (HR Bukhari).

Umat Islam yang menutupi aib seseorang akan mendapat ganjaran dari Allah Swt. yang setimpal. Aib orang tersebut akan ditutup oleh Allah Swt. Hal tersebut tertuang dalam sebuah hadits tentang aib orang lain yang berbunyi:

“Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat” (HR Muslim).

Ungkapan serupa tentang amalan menutup aib orang lain juga tertuang dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud. Hadis tersebut berbunyi:

“Siapa melihat aurat [aib orang lain] lalu menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup” (HR Abu Daud).

Hadits tentang aib orang lain juga pernah diriwayatkan oleh Tirmidzi. Hadis itu menjelaskan, ketika orang lain membuka aib kita, Allah akan membuka aib orang tersebut. Berikut redaksi lengkapnya:

“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya padahal iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin! Janganlah menjelekkan mereka! Jangan mencari-cari kekurangan mereka! Sebab, barang siapa mencari-cari kekurangan saudaranya yang muslim, niscaya Allah akan mencari-cari kekurangannya. Barang siapa yang Allah cari-cari kekurangannya, niscaya Allah akan membongkar aibnya dan mempermalukannya, walaupun dia berada di dalam rumahnya.” (HR. Tirmidzi no. 2032, Ibnu Hibban no. 5763, dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma).

Contoh Menutupi Aib Orang Lain

Membuka aib orang lain berarti sama saja dengan membuka aib diri sendiri. Hal ini karena salah satu azab membuka aib orang lain adalah Allah akan membuka aib orang tersebut.

Lantas apa saja contoh perilaku menutupi aib orang lain? Berikut beberapa contoh menutupi aib orang lain:

  1. Tidak menceritakan kepada orang lain tentang kondisi ekonomi teman yang sedang terpuruk.

  2. Saat tidak sengaja mendengar pertengkaran tetangga, tidak membahas dan mengejeknya dengan tetangga lain secara diam-diam.

  3. Tidak mengumbar dosa teman di media sosial.

  4. Saat mengetahui ketidaksempurnaan teman secara fisik, tidak lantas membahas dan mengejeknya dengan teman-teman lain.

  5. Tidak menyebarkan keburukan orang lain di media sosial dengan tujuan untuk mempermalukannya di hadapan banyak orang.

Baca juga artikel terkait AGAMA ISLAM atau tulisan lainnya dari Aisyah Yuri Oktavania

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Aisyah Yuri Oktavania
Penulis: Aisyah Yuri Oktavania
Editor: Fadli Nasrudin