Menuju konten utama

Mengenal Gharar: Hukum, Dampak, dan Contohnya dalam Islam

Apa itu gharar dalam Islam? Bagaimana hukum gharar dan apa saja contohnya? Artikel berikut akan mengulasnya.

Mengenal Gharar: Hukum, Dampak, dan Contohnya dalam Islam
Pedagang melayani pembelian baju di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (6/3/2024). Mengenal Gharar: Hukum, Dampak dan Contohnya dalam Islam. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

tirto.id - Gharar merupakan salah satu jenis transaksi jual-beli yang dilarang Rasulullah Saw. Bisa saja, di antara kalian ada yang pernah mengalami kerugian karena praktik gharar. Lantas, apa itu gharar? Apa saja contoh gharar? Bagaimana dampak gharar bagi masyarakat?

Jual beli adalah kegiatan untuk menghasilkan keuntungan bagi pihak penjual maupun si pembeli. Namun, tidak semua transaksi jual beli dapat menghasilkan keuntungan, bahkan justru memberikan kerugian bagi sejumlah orang.

Oleh sebab itu, Islam datang sebagai agama yang mengajarkan tentang kemaslahatan dalam berbagai sendi kehidupan, salah satunya pada bidang transaksi jual-beli. Dalam Islam, contoh praktik jual beli yang dilarang adalah transaksi yang mengandung unsur gharar.

Apa itu Gharar?

Gharar adalah risiko, bahaya, mengisap, atau upaya merusak jika diartikan secara etimologis. Gharar juga mengandung arti penipuan, penyesatan, sesuatu yang berbahaya, hingga sesuatu yang tidak jelas keadaan dan akibatnya.

Sebab bukan perkara baru dalam khazanah fikih, banyak ulama yang telah mendefinisikan gharar. Sebagai contoh, Ibnu Hazm azh-Zhahiri melihat gharar sebagai mentransaksikan sesuatu yang tidak jelas ukuran dan spesifikasinya pada saat akad.

Nurinayah dalam jurnal Praktik Gharar dalam Transaksi Ekonomi Islam: Telaah terhadap Kaidah Fiqhiyah (2023), menelaah sejumlah definisi gharar dari para ulama dan menarik sebuah kesimpulan berikut, "Gharar merupakan istilah yang digunakan dalam hukum Islam untuk merujuk pada ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam suatu transaksi sehingga menimbulkan potensi adanya pihak yang merasa dirugikan."

Hukum dan Dalil Mengenai Gharar dalam Islam

Para ahli fikih sepakat, jual beli yang mengandung gharar, hukumnya tidak sah menurut syara. Kesepakatan hukum tersebut merujuk pada sejumlah dalil gharar yang diambil dari Al-Qur'an dan hadis sebagai berikut:

1. Ayat tentang gharar

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil [tidak benar], kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu," (QS. An-Nisa [4]: 29).

"Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan[-mu] yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu," (QS. Al-Hujurat [49]: 6).

"Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya," (QS. Al-Isra [17]: 36).

2. Hadits tentang gharar

"Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Sa’id serta Abu Usamah dari Ubaidillah. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb sedangkan lafazh darinya, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari ‘Ubaidillah telah menceritakan kepadaku Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara hashah [yaitu: jual beli dengan melempar kerikil] dan cara lain yang mengandung unsur gharar," (HR. Muslim No. 2783).

"Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr dan Utsman dua anak Abu Syaibah, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris dari ‘Ubaidullah dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menjual secara gharar [transaksi jual beli yang mengandung unsur ketidakjelasan, penipuan, pertaruhan, dan hal-hal yang merugikan], sedang Utsman menambahkan dan hashah [transaksi jual beli yang dilakukan oleh dua orang tetapi barangnya belum jelas, kemudian untuk menentukannya salah satu dari mereka melempar hashat [kerikil], maka barang yang terkena kerikil itulah yang dijual]," (HR. Abu Dawud No. 2932).

"Telah mengabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin Sa’id, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya dari ‘Ubaidullah, ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dari menjual dengan cara jual beli hashah dan jual beli gharar," (HR. An-Nasai No. 4442).

Gharar mempunyai beberapa bentuk dalam praktiknya. Berikut ini macam-macam gharar dalam transaksi jual-beli:

  • Gharar pada transaksi.
  • Gharar pada objek transaksi.
  • Jual beli sesuatu yang belum ada.
  • Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan.
  • Jual beli barang yang belum diketahui.
  • Gharar pada harga.
  • Gharar waktu serah terima.
Meskipun praktik gharar dilarang, terdapat beberapa kondisi yang membuatnya diperbolehkan untuk dilakukan. Berikut ini beberapa kriteria yang menyebabkan gharar menjadi diperbolehkan:

  • Gharar bukan dalam substansi transaksi.
  • Gharar yang sedikit.
  • Gharar dalam akad sosial.
  • Gharar karena ada hajat atau kebutuhan syar'i.

Dampak Jual Beli Gharar

Gharar dilarang tidak hanya karena risiko, ketidakpastian, dan dapat terjadi perubahan (game of change). Gharar dilarang karena berdampak menimbulkan kerugian kepada orang dengan memakan harta tanpa cara yang benar. Di sisi lain, gharar berpotensi merusak akad jual beli yang dilakukan. Sebuah kaidah fiqhiyah bidang muamalah menyatakan sebagai berikut:

“Suatu transaksi bisa rusak bila banyak terdapat hal yang tidak dapat diketahui akibatnya sebelum transaksi terjadi dan tidak rusak bila sedikit.”

Contoh Jual Beli Gharar

Contoh gharar mungkin dapat ditemui di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini beberapa contoh gharar:

  • Jual beli susu yang masih dalam kantong kelenjar.
  • Jual beli bulu yang masih di punggung binatang.
  • Jual beli mutiara yang masih dalam rumah kerang.
  • Jual beli binatang yang masih dalam kandungan.
  • Jual beli ikan yang masih dalam air dan tidak terlihat jelas ukurannya.
  • Jual beli burung di udara yang belum ditangkap.
  • Jual beli barang milik orang lain yang belum menjadi hak milik.
  • Jual beli barang hasil curian.

Baca juga artikel terkait HUKUM ISLAM atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Edusains
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno