tirto.id - Pengertian muamalah adalah aturan-aturan Islam yang mengatur manusia dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial. Macam-macam muamalah dalam Islam di antaranya jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa.
Muamalah berasal dari kata ‘aamala-yu’amilu-mu’amalat yang berarti saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. Dalam fikih, muamalah dimaknai dengan tukar-menukar barang maupun jasa yang bermanfaat melalui proses jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan usaha lainnya.
Sementara dalam arti luas, muamalah memiliki definisi berupa aturan-aturan Allah Swt yang mengatur manusia dengan urusan duniawinya terkait pergaulan sosial. Dengan kata lain, semua transaksi barang atau jasa yang dilakukan umat Islam harus sesuai muamalah.
Dikutip dari bukuPendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2017) karya Mustahdi dan Mustakim, beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan ketika bermuamalah sebagai berikut:
- Larangan menggunakan cara-cara batil.
- Muamalah harus dilakukan tanpa unsur riba.
- Cara yang digunakan dalam muamalah tidak boleh zalim (aniaya).
- Larangan mempermainkan takaran, terutama mengurangi timbangan, kualitas, dan kehalalan,
- Muamalah tidak boleh menggunakan spekulasi (judi).
- Muamalah melarang transaksi jual-beli barang haram.
Macam-Macam Muamalah dalam Islam
Macam-macam muamalah dalam Islam di antaranya jual-beli, utang-piutang, dan sewa-menyewa. Setiap jenis muamalah memiliki aturannya masing-masing menurut syariat. Berikut ini pengertian dan beberapa aturan macam-macam muamalah dalam Islam tersebut:
Jual-Beli
Jual-beli adalah suatu kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki barang terkait selamanya. Muamalah jenis ini dibenarkan Islam sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 275 sebagai berikut:
“...dan Allah Swt, telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…”(QS. Al-Baqarah [2]: 275).
Dalam muamalah jual-beli, Islam mengenal 3 poin penting pelaksanaanya meliputi syarat-syarat jual beli, khiyar, dan riba. Syarat-syarat jual-beli mencakup pelaku, barang, dan uang transaksi. Penjual dan pembeli muamalah harus balig, berakal sehat, dan bertindak atas kehendak sendiri.
Kemudian, uang dan barang yang dipergunakan jual-beli di antaranya harus halal, suci, bermanfaat, keadaan barang diketahui kedua belah pihak, hingga barang serta uang milik sendiri. Setelah syarat dipenuhi, transaksi dapat dilakukan melalui ijab qobul (akad serah terima).
Dalam muamalah jual-beli, kedua belah pihak dapat memutus atau meneruskan transaksinya. Islam memperbolehkan hal ini karena muamalah jual-beli harus benar-benar dilaksanakan atas dasar suka sama suka dan tanpa unsur paksaan.
Di samping itu, pedagang dilarang melakukan riba ketika melakukan muamalah jual-beli. Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang.
Enzus Tinianus dan kawan-kawan dalam bukuPendidikan Agama Islam Berbasis General Education (2021), menuliskan bahwa Islam mengharamkan umatnya melakukan riba, dan Allah Swt. akan memberikan dosa besar kepada mereka yang menjalankannya. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim sebagai berikut:
“Rasulullah mengutuk orang yang mengambil riba, orang yang mewakili, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.”(HR. Muslim).
Utang-piutang
Utang-piutang merupakan jenis muamalah Islam berupa menyerahkan harta kepada seseorang, namun harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu tanpa mengubah besaran asalnya. Memberi utang kepada orang lain dianjurkan dalam Islam.
Pada prinsipnya, memberi utang adalah tindakan menolong kepada sesama. Muamalah utang-piutang dalam Islam dapat dilakukan apabila memenuhi 3 rukun sebagai berikut:
- Ada pihak yang berpiutang dan berutang.
- Ada harta yang diutangkan.
- Ada lafal kesepakatan kedua belah pihak.
Sewa-menyewa atau ijarah merupakan imbalan yang wajib diterima seseorang atau jasa: penyedia tenaga, pikiran, tempat tinggal, hingga hewan yang diberikannya. Muamalah jenis ini diperbolehkan dalam Islam sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:
“...dan jika kamu ingin anakmu disusukan orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut...”(QS. Al-Baqarah [2]: 233).
Dalam melakukan muamalah sewa-menyewa, terdapat beberapa syarat dan rukun yang harus dipatuhi di antaranya, pihak pemohon dan pemberi sewa harus balig dan sehat, sewa-menyewa dilakukan atas dasar kemauan sendiri, manfaat barang yang disewakan telah diketahui jelas manfaatnya, hingga waktu, harga, serta cara pembayaran sewanya.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Yulaika Ramadhani