tirto.id - Jual beli online merupakan salah satu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang membuat selangkah lagi lebih maju.
Jual beli kini tidak lagi barter barang atau barter dengan alat pembayaran, tapi sudah berlangsung secara digital (online).
Pembayaran jual beli online pun telah mengadopsi pembayaran secara transfer atau lewat dompet elektronik.
Perkembangan jual beli ini sangat menguntungkan dan memudahkan banyak orang. Pembeli tidak perlu lagi harus tatap muka dengan penjual, karena barang dapat dikirimkan ke alamat setelah pembayaran dilakukan.
Hanya saja, bagaimana Islam menyikapi hukum dari jual beli online ini?
Dikutip laman NU Online, jual beli online diperbolehkan. Akad jual beli dalam transaksi jual beli melalui perangkat elektronik juga sah.
Namun, catatannya, kedua pihak sebelum transaksi harus sudah melihat barang yang diperjualbelikan (mabi') atau sudah jelas hingga jenisnya.
Problematika yang pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 di Makasar tahun 2010 tersebut turut menjelaskan, hal yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan yaitu syarat dan rukun jual beli. Syarat dan rukun pada akad jual beli online tetap harus terpenuhi.
Dalam situs Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWMU), pada akad jual beli online saat ini terdapat kesesuaian dengan transaksi jual beli inden.
Dalil Jual Beli dalam Islam
Transaksi inden pernah diperbolehkan di zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Berikut dalil yang melandasinya:
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُما قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ السَّلَفَ الْمَضْمُونَ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قَدْ أَحَلَّهُ اللهُ فِي الْكِتَابِ وَأذِنَ فِيهِ، قَالَ اللهُ عزَّ وجل: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ}
Ibnu Abbas RA berkata,
"Aku bersaksi bahwa jual beli inden yang terjamin sampai batas waktu tertentu telah dihalalkan dan diizinkan Allah subhanahu wa ta’ala dalam kitab-Nya: (HR Hakim No. 3130; Baihaqi No. 10864; Abdurrazaq: No. 14064; Ibnu Abi Syaibah No. 22319) ‘Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian saling utang dalam waktu yang ditentukan, maka tulislah' (QS. Al-Baqarah: 282).
وَعَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما اشْتَرَى رَاحِلَةً بِأَرْبَعَةِ أَبْعِرَةٍ مَضْمُونَةٍ عَلَيْهِ, يُوفِيهَا صَاحِبَهَا بِالرَّبَذَة
Nafi’ berkata, "Ibnu Umar membeli kendaraan senilai empat unta yang terjamin, akhirnya ditepati oleh pembelinya dan diserahkannya di Rabadzah." (HR Malik: 1331; Baihaqi: 10311).
Kejujuran penjual atas barang yang ditransaksikan
Syarat sah jual beli yaitu adanya penjual, pembeli, dan barang yang ditransaksikan.
Pada jual beli online, keberadaan penjual dan pembeli merupakan hal yang nyata. Hanya saja, barangnya tidak bisa dilihat langsung oleh pembeli.
Jika pembeli dapat melihat barang yang hendak dibelinya, maka dia bisa mengetahui wujud, bentuk, hingga sifat barangnya.
Aktivitas ini untuk mencegah adanya kecurangan atau penipuan yang membuat transaksi menjadi terlarang menurut Islam.
Ibnu Abbas ra. berkata, "Ketika Nabi SAW sampai di Madinah, beliau menyaksikan umat jual beli inden pada kurma." Dalam riwayat lain, "Mereka jual beli inden pada kurma dalam durasi dua atau tiga tahunan. Lalu beliau melarang. Sabdanya, 'Yang jual beli inden supaya melakukan dalam takaran yang dimaklumi, timbangan yang dimaklumi, dan durasi waktu yang juga dimaklumi'." (HR Bukhari No. 2124, 2126; Muslim No. 1604; Abu Dawud No. 3463; Tirmidzi No. 1311; Nasa'i No 4616; dan Ahmad No. 1868)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat)." Para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110)
Dalam jual beli online, pembeli masih bisa melihat foto atau video dari barang yang ditawarkan penjual. Namun, dirinya tidak bisa mengetahui sifat dari barang tersebut.
Pada masalah inilah, penjual dituntut untuk jujur dalam menjelaskan sifat dari barang yang dijualnya.
Dengan menjelaskan sifat barang apa adanya, pembeli dapat mengetahui seperti apa nantinya kondisi barang yang dibeli dan ridho atasnya. Kejujuran menjadi hal sangat penting dalam menawarkan barang dagangan.
Secara umum, jual beli online memiliki hukum halal dan diperbolehkan dalam Islam selama barang dimiliki sendiri oleh penjual.
Untuk penjualan yang dilakukan dengan melalui sistem reseller/keagenan dan dropship, memiliki pembahasan hukumnya tersendiri dalam Islam.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno