Menuju konten utama

Sosok Abdul Muis & Rasnal Guru Luwu Utara yang Dipecat

Profil Abdul Muis dan Rasnal serta kronologi kasus pemecatan mereka dari SMA N 1 Luwu Utara hingga mendapat rehabilitasi dari Prabowo.

Sosok Abdul Muis & Rasnal Guru Luwu Utara yang Dipecat

tirto.id - Abdul Muis dan Rasnal adalah dua guru dari SMA 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan yang sedang viral di media sosial karena mengalami pemecatan.

Kasus yang terjadi di SMAN 1 Luwu Utara ini sampai menarik perhatian Presiden Prabowo Subianto. Prabowo tiba di Lanud Halim Perdanakusuma pada Kamis (13/11) dan bertemu dengan dua guru tersebut.

Siapa Abdul Muis dan Rasnal Serta Kenapa Mereka Dipecat?

Abdul Muis dan Rasnal dipecat karena pungutan iuran untuk membantu membayarkan gaji 10 guru honorer di Luwu Utara.

Kedua guru SMAN 1 Masamba di Luwu Utara itu, Abdul Muis dan Rasnal, dipecat sebagai guru ASN oleh Gubernur Sulawesi Selatan masing-masing pada 4 Oktober 2025 dan 21 Agustus 2025.

Mereka dijatuhi sanksi pemecatan karena mengumpulkan iuran sebesar Rp20.000 dari orang tua murid pada 2018 yang kemudian diberikan kepada para guru honorer yang terlambat menerima gaji hingga 10 bulan.



Tidak hanya dipecat, kedua guru ASN itu juga dilaporkan oleh LSM ke polisi atas dugaan tindak pidana korupsi. Kasus itu bergulir hingga tingkat kasasi, dan majelis hakim memutuskan keduanya bersalah sehingga divonis satu tahun penjara.

Kasus tersebut kemudian menjadi sorotan publik karena perbuatan Abdul Muis dan Rasnal, menurut banyak orang, justru dinilai berjasa untuk para guru honorer.

Prabowo kemudian memberikan surat rehabilitasi yang diharapkan dapat mengembalikan nama baik keduanya setelah menghadapi kasus hukum sampai tingkat kasasi.

Kronologi Kasus Abdul Muis dan Rasnal di SMA 1 Luwu Utara

Perkara ini bermula ketika Kepala Sekolah SMAN 1 Luwu Utara menerima laporan dari sepuluh guru honorer yang belum menerima gaji selama sepuluh bulan akibat belum terdata dalam sistem Dapodik sebagai syarat utama pencairan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).



Rasnal menjelaskan, awal tahun 2018 ditugasi untuk menjabat Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Luwu Utara, sedangkan Abdul Muis diamanahi menjadi bendahara sekolah. Setelah beberapa hari menjalankan tugas, ada masalah krusial. Sebanyak 10 orang guru honorer tidak menerima gaji selama 10 bulan di tahun 2017.



Sebagai penanggungjawab sekolah, sudah kewajibannya menyelesaikan masalah, lalu mengumpulkan seluruh guru untuk membahas masalah tersebut, termasuk guru honorer yang meminta hak-hak mereka. Kendati ia tahu dana BOS tidak dapat digunakan memenuhi kebutuhan itu, karena aturan juknisnya ketat.

Untuk mencari solusi darurat, pihak sekolah bersama Komite Sekolah sepakat mengumpulkan dana sukarela Rp20 ribu per orang tua siswa, tanpa mewajibkan pembayaran bagi keluarga kurang mampu maupun mereka yang memiliki lebih dari satu anak.

Sekretaris Komite lalu menunjukkan proposal, bahwa kebutuhan dana diperlukan Rp16 juta per bulan untuk menggaji dan memberikan insentif kepada guru honorer.

Usulan pun mengemuka dari orang tua siswa dengan menyampaikan bagaimana bila dana urunan dibagi sesuai jumlah siswa-siswi. Setelah dihitung, urunan atau patungan siswa per bulan Rp17.300. Orang tua murid lainnya mengusulkan dibulatkan Rp20.000.

"Alhamdulillah, semua orang tua setuju. Tidak ada yang keberatan. Palu diketuk dan disepakati Rp20 ribu. Keputusan ini mengembalikan semangat guru honorer, anak-anak belajar normal. Bahkan dulunya malas mendatangi murid di pelosok desa, kini aktif karena ada insentifnya," ucap Rasnal menceritakan.

Program patungan Rp20 ribu per bulan tersebut berjalan sejak 2018, 2019 dan 2020. Namun, kebijakan internal tersebut kemudian dipersoalkan setelah sebuah LSM melaporkannya ke kepolisian di masa COVID-19.

Rasnal ditelepon seseorang mengatasnamakan dari LSM hendak memeriksa dana komite, namun tidak diketahui jelas LSM tersebut. Merasa diabaikan, lalu melapor ke Polres Luwu menuduh ada pungutan liar. Belakangan, polisi menindaklanjuti laporan tersebut hingga memeriksanya bersama bendahara.



Persoalan ini kemudian berperkara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar. Hasil keputusan sidang dan vonis majelis hakim pada 15 Desember 2022, dinyatakan tidak bersalah dan bebas demi hukum karena tidak terbukti unsur korupsi. Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke MA.

Belakangan, pengajuan kasasi itu diterima, dan membatalkan putusan bebas PN Tipikor Makassar. Keduanya diputus bersalah, dijatuhi hukuman pidana 1 tahun penjara 2 bulan penjara dan denda Rp50 juta sesuai putusan MA nomor: 4999 K/Pid.Sus/2023 dan Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023.

Dengan rehabilitasi yang diberikan Prabowo, kedua guru kini mendapatkan kembali hak, martabat, dan pengakuan atas profesi yang selama ini mereka jalani.



Bagi Abdul Muis dan Rasnal, langkah ini bukan hanya mengakhiri masa kelam lima tahun terakhir, tetapi juga membuka jalan bagi mereka untuk kembali mengabdi di dunia pendidikan tanpa stigma.

Baca juga artikel terkait GURU HONORER atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Aktual dan Tren
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Iswara N Raditya