tirto.id - Kerajaan Sumedang Larang merupakan salah satu kerajaan Sunda di Jawa Barat. Sejarah kerajaan bercorak Islam ini berawal dari abad ke-8 Masehi dan sempat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.
Cikal-bakal peradaban Sumedang Larang berawal dari munculnya Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Aji Putih pada 678 Masehi dan berpusat di Citembong Karang yang saat ini termasuk wilayah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Prabu Aji Putih merupakan keturunan Raja Wretikandayun, penguasa Kerajaan Galuh, salah satu pecahan dari Kerajaan Tarumanegara, selain Kerajaan Sunda, yang runtuh pada abad ke-7 Masehi. Wilayah Kerajaan Tembong Agung kini terendam Waduk Jatigede.
Menurut catatan Euis Thresnawaty berjudul “Sejarah Kerajaan Sumedang Larang” dalam jurnal Patanjala (2011), Prabu Aji Putih memiliki putra bernama Batara Kusuma atau Batara Tuntang Buana alias Tajimalela.
Selain itu, Prabu Aji Putih masih punya 3 anak laki-laki lainnya yakni yang bernama Sakawayana alias Aji Saka, Haris Darma, dan yang terakhir adalah Jagat Buana atau yang dikenal juga dengan nama Langlang Buana.
Sejak Kerajaan Tembong Agung berdiri yang kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Sumedang Larang, status kerajaan ini berada di bawah naungan Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh yang nantinya bergabung menjadi Kerajaan Pajajaran.
Sejarah Awal Sumedang Larang
Disebutkan dalam West Java Miracle Sight: A Mass of Verb and Scene Information (2005) suntingan Djoko Sediono dan kawan-kawan, pendiri Kerajaan Sumedang Larang adalah Tajimalela, putra tertua Prabu Aji Putih, sekitar tahun 950 Masehi.
Setelah mewarisi takhta dari ayahnya, Prabu Tajimalela mengubah nama Kerajaan Tembong Agung menjadi Kerajaan Himbar Buana sebelum diganti lagi dengan nama Kerajaan Sumedang Larang.
Penerus Prabu Tajimalela adalah putranya yang bergelar Prabu Gajah Agung. Raja ke-2 Sumedang Larang ini diperkirakan mulai duduk di singgasana sejak tahun 980 Masehi dan memindahkan pusat pemerintahan ke Pesanggrahan, Ciguling, Sumedang.
Selanjutnya, tahun 1000 Masehi, penguasa Sumedang Larang adalah Prabu Wiraraja alias Jayabaya atau yang dikenal juga sebagai Sunan Pagulingan/Sunan Guling yang merupakan anak dari Prabu Gajah Agung.
Namun, belum diketahui apakah pemakaian gelar sunan untuk Raja Sumedang Larang itu merupakan bukti bahwa kerajaan ini sudah menganut Islam atau belum. Begitu pula untuk raja ke-5 yang kerap disebut sebagai Sunan Tuakan (1200 M).
Kerajaan Sumedang Larang baru dipastikan menjadi kerajaan bercorak Islam pada masa pemerintahan Pangeran Santri (1530-1579 M). Pangeran Santri merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.
Menjadi Kerajaan Merdeka
Kisah duduknya Pangeran Santri di singgasana Kerajaan Sumedang Larang tidak terlepas dari istrinya yang bernama Ratu Pucuk Umun. Ratu Pucuk Umun adalah keturunan dari raja-raja Sumedang Larang sebelumnya.
Ratu Pucuk Umun memberikan tampuk kepemimpinan Sumedang Larang kepada suaminya yakni Pangeran Santri. Kala itu, Kerajaan Sumedang Larang merupakan bagian dari Kerajaan Pajajaran berhubungan baik dengan Kesultanan Cirebon.
Berdasarkan catatan Apipudin S.M. dalam Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan Abad 17 (2010) terungkap bahwa Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Angkawijaya.
Pangeran Angkawijaya kepemimpinan Sumedang Larang sejak 1578 dengan gelar Prabu Geusan Ulun. Ia dilantik oleh Raja Pajajaran kala itu yakni Prabu Suryakancana (1567-1579 M).
Baru setahun Geusan Ulun menjadi raja di Sumedang, Kerajaan Pajajaran hancur akibat serangan Kesultanan Banten pada 1579.
Di tengah kekacauan itu, seperti tertulis dalam Widyasancaya suntingan Agus Arismunandar (2006), Prabu Geusan Ulun mendeklarasikan Sumedang Larang sebagai penerus Kerajaan Pajajaran
Pendeklarasian ini ternyata mendapat dukungan dari berbagai pihak mengingat Prabu Geusan Ulun adalah keturunan raja-raja di tanah Sunda.
Kerajaan Sumedang Larang menguasai hampir seluruh Jawa Barat, kecuali wilayah yang dimiliki oleh Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon.
Daftar Raja Sumedang Larang Pra-Mataram
- Prabu Aji Putih (900 M)
- Prabu Tajimalela (950 M)
- Prabu Gajah Agung (980 M)
- Sunan Guling (1000 M)
- Sunan Tuakan (1200 M)
- Nyi Mas Ratu Patuakan (1450 M)
- Ratu Pucuk Umun (1529 M)
- Pangeran Santri (1530-1579 M)
- Prabu Geusan Ulun (1579-1601 M)
- Prabu Suriadiwangsa (1601-1620 M)
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya