Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Perbedaan Riya dan Sum'ah serta Dampaknya bagi Hidup Manusia

Berikut ini dijelaskan perbedaan riya dan sum'ah serta dampaknya bagi kehidupan manusia sehari-hari. Simak selengkapnya di artikel ini.

Perbedaan Riya dan Sum'ah serta Dampaknya bagi Hidup Manusia
Perbedaan Riya dan Sum'ah serta Dampaknya bagi Hidup Manusia./Ilustrasi. tirto.id/Nadya

tirto.id - Riya dan Sum'ah merupakan sifat tercela yang dibenci Allah SWT karena keduanya dapat menyebabkan amal ibadah menjadi sia-sia.

Secara istilah, pengertian riya dan sum'ah sebenarnya hampir mirip, di mana riya artinya melakukan ibadah dengan niat agar dipuji dan mendapat penghargaan dari orang lain, sementara sum’ah berarti memberitahukan atau memperdengarkan amal ibadah yang dilakukan kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan sanjungan.

Perbedaan Riya dan Sum'ah

Jadi letak perbedaan antara riya dan sum'ah adalah dari cara niatnya, yakni sum'ah dengan memberitahukan ibadah dan riya menampakkan atau memperlihatkan ibadah, di mana tujuan keduanya sama-sama ingin mendapat pujian dari orang lain.

Lalu apa saja dampak negatif riya dan sum'ah ini bagi manusia?

Seperti dikutip dari modul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas X terbitan Kemdikbud, Rasulullah SAW menegaskan riya dan sum'ah termasuk dalam perbuatan syirik khafi, yaitu syirik yang samar dan tersembunyi.

Hal ini dikarenakan sifat riya terkait dengan niat dalam hati, sedangkan isi hati manusia hanya diketahui oleh Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُبۡطِلُوۡا صَدَقٰتِكُمۡ بِالۡمَنِّ وَالۡاَذٰىۙ كَالَّذِىۡ يُنۡفِقُ مَالَهٗ رِئَآءَ النَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ‌ؕ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلۡدًا ‌ؕ لَا يَقۡدِرُوۡنَ عَلٰى شَىۡءٍ مِّمَّا كَسَبُوۡا ‌ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡـكٰفِرِيۡنَ

Yaaa ayyuhal laziina aamanuu laa tubtiluu sadaqootikum bilmanni wal azaa kallazii yunfiqu maalahuu ri'aaa'an naasi wa laa yu'minu billaahi wal yawmil aakhiri famasaluhuu kamasali safwaanin 'alaihi turaabun fa asaabahuu waabilun fatara kahuu saldaa; laa yaqdiruuna 'alaa syai immimmaa kasabuu; wallaahu laa yahdil qaumal kaafiriin.

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (QS. Al-Baqarah [2]: 264).

Infak atau sedekah bertujuan untuk menghibur dan meringankan penderitaan fakir-miskin, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

Itulah sebabnya, maka sedekah tidak boleh disebut-sebut, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati si penerimanya.

Dalam ayat ini diungkapkan bahwa mereka yang bersedekah dengan niatan riya dan sum'ah, mirip dengan orang yang menjalankan salat dengan kesombongan.

Sebab esensi dari salat adalah memusatkan seluruh perasaan dan jiwa untuk berhadapan dengan Allah SWT, mengagungkan kebesaran serta kekuasaan-Nya, dan menyampaikan rasa syukur atas segala berkah-Nya.

Bagi mereka yang melaksanakan salat dengan tujuan riya, perhatian mereka tidak terfokus kepada Allah, melainkan pada orang yang diharapkan akan memberikan pujian serta penghargaan.

Tindakan riya dan sum'ah dapat dianggap sebagai sifat buruk. Seseorang yang memberikan sedekah dengan harapan untuk mendapatkan pujian atau ucapan terima kasih dari penerima atau pihak lain, ketika merasa kurang dihargai atau kurang mendapatkan apresiasi dari orang yang menerima, bisa merasa sangat kecewa.

Dalam kondisi tersebut, besar kemungkinan orang tersebut akan mengucapkan kata-kata yang bisa menyakiti perasaan penerima, sehingga sedekahnya tidak akan membawa pahala di sisi Allah.

Orang yang memiliki sikap semacam ini sebenarnya tidak memiliki keimanan kepada Allah dan hari kiamat.

Sedekah semacam itu juga diibaratkan seperti debu di atas batu yang licin; apabila datang hujan lebat maka debu itu hilang lenyap tak berbekas.

Ayat lainnya yang juga menjelaskan tentang riya terdapat dalam surat An-Nisa ayat 38, firman Allah SWT:

وَالَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَهُمۡ رِئَآءَ النَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ‌ؕ وَمَنۡ يَّكُنِ الشَّيۡطٰنُ لَهٗ قَرِيۡنًا فَسَآءَ قَرِيۡنًا

Wallaziina yunfiquuna amwaalahum ri'aaa'an naasi wa laa yu'minuuna billaahi wa laa bil Yawmil Aakhir; wa mai yakunish shaitaanu lahuu qariinan fasaaa'a qariinaa

Artinya: "Dan (juga) orang-orang yang menginfakkan hartanya karena ria dan kepada orang lain (ingin dilihat dan dipuji), dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa menjadikan setan sebagai temannya, maka (ketahuilah) dia (setan itu) adalah teman yang sangat jahat." (QS. An-Nisa: 38)

Pada ayat ini dijelaskan karakter dan perilaku individu yang sombong dan takabur, yang menghabiskan kekayaannya dengan kesombongan. Mereka bersedia memberikan sedekah hanya untuk mendapatkan perhatian, dipuji, dan dihormati oleh orang lain. Motivasi mereka bukanlah untuk memenuhi kewajiban sosial kepada sesama manusia.

Perilaku ini serupa dengan orang bakhil, perbedaannya adalah bahwa orang bakhil tidak rela mengeluarkan harta untuk kebaikan sesama, sementara mereka cenderung serakah, terus mengumpulkan kekayaan tanpa memperhatikan apakah itu diperoleh secara halal atau haram.

Sebaliknya, individu yang sombong kadang-kadang melakukan perbuatan baik dengan memberikan harta mereka, tetapi hanya untuk mendapat pujian dan penghargaan. Tidak ada rasa syukur kepada Allah atas berkah-Nya atau kesadaran membayar tanggung jawab sosialnya.

Tindakan semacam itu mencerminkan ketidakpercayaan pada Allah dan hari akhirat. Orang yang beriman kepada Allah memberikan harta dengan tulus, tanpa mencari pujian, hanya berharap mendapatkan balasan dari Allah di masa depan.

Mereka ini diibaratkan sebagai temannya setan, karena mau mengikuti ajaran setan yang hanya akan membawa manusia ke perbuatan yang sesat dan melanggar norma agama.

Lalu, bagaimana sebaiknya cara menghindari riya dan sum'ah? agar amal ibadah dapat diterima oleh Allah SWT, maka ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yakni:

  1. Beramal dengan landasan ilmu.
  2. Berniat ikhlas karena Allah SWT.
  3. Melakukan dengan sabar dan ikhlas.
Jika ketiga syarat ini tidak dipenuhi, maka kemungkinan akan muncul dampak yang tidak baik bagi kehidupan orang yang melakukan sedekah tersebut.

Dampak Negatif Riya dan Sum'ah bagi Manusia

Berikut ini dampak negatif riya dan sum’ah bagi pelakunya dan masyarakat secara umum:

  1. Adanya ketidakpuasan dalam melakukan amal ibadah.
  2. Muncul rasa gelisah ketika akan melakukan amal kebaikan.
  3. Nilai pahala orang yang melakukan amal ibadah tersebut akan rusak bahkan hilang sama sekali.
  4. Mengurangi kepercayaan dan tidak akan menimbulkan rasa simpati dari orang lain.
  5. Merasa menyesal jika amalnya tidak diperhatikan oleh orang lain.
  6. Dapat menyebabkan rasa sentimen pribadi dari orang lain, sebab bisa muncul perasaan iri dan dengki.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Dhita Koesno