tirto.id - "Pajak hiburan naik dari 25% ke 40—75% sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah," begitu cuit keluhan Inul Daratista, artis dan pemilik tempat karaoke Inul Vista, Sabtu (13/1/2024).
Inul memandang kebijakan soal kenaikan pajak hiburan bisa membuat bisnis karaokenya mati. Bukan hanya Inul, pengacara sekaligus pebisnis Hotman Paris Hutapea juga mengeluhkan hal yang sama.
Pemegang saham Atlas Beach Fest di Bali itu lewat unggahan Instagram pribadinya pada Sabtu (6/1/2024) bahkan mengajak pelaku usaha untuk "berteriak" atas beleid mengenai pajak hiburan tersebut.
Untuk diketahui, aturan yang menuai protes itu adalah Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Dalam Pasal 58 Ayat 1 UU HKPD, pemerintah memang hanya menerapkan tarif tertinggi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen. Namun, ayat berikutnya—Pasal 58 Ayat 2—lah yang menjadi kontroversi. Berikut bunyinya:
Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yakni UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah tak mengatur batas bawah pengenaan pajak.
Adapun batas atas pajak hiburan untuk diskotek karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap atau spa itu nilainya sebesar 75 persen.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam konferensi pers hari Selasa (16/1/2024) menjelaskan, penetapan tarif batas bawah tersebut bertujuan untuk mencegah race to the bottom, alias menekan potensi adanya pebisnis yang mencoba berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana menekankan, pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk menilik evaluasi dari pemungutan pajak hiburan di lapangan.
"Dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara,” kata Lydia Kurniawati Christyana.
Lantas, seberapa besar rupiah yang berhasil dipungut dari pajak hiburan selama ini?
Tembus Triliunan, Mendekati Nilai Sebelum Pandemi
Kemenkeu mencatat, pendapatan daerah dari pajak hiburan menembus Rp2,2 triliun pada 2023, mendekati realisasi tahun 2019 (sebelum COVID-19) yang kala itu menembus Rp2,4 triliun.
Pada 2020, ketika COVID-19 merebak, penerimaan pajak hiburan turun drastis ke angka Rp787 miliar. Realisasi penerimaan pajak hiburan kian terpuruk di tahun 2021, yakni hanya sebesar Rp477 miliar. Namun, setelah COVID-19 mereda, angkanya naik menjadi Rp1,5 triliun pada 2022.
Dalam skala nasional, pemungutan pajak dari sektor ekonomi yang bersifat konsumtif (hotel, hiburan, restoran, dan parkir) memang menjadi pendorong pendapatan asli daerah.
Tercatat, penerimaan pajak daerah per November 2023 mencapai Rp212,26 triliun, tumbuh 3,8 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari tahun sebelumnya senilai Rp204,51 triliun.
"Kalau kita lihat kontributor dari ekonomi daerah, seperti hotel, restoran, dan hiburan, ini juga masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sampai dengan November [2023] dibandingkan tahun lalu," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa pada Jumat (15/12/2023).
Adapun penerimaan pajak hotel tumbuh 46,6 persen yoy menjadi Rp8,51 triliun pada November 2023. Pajak restoran tumbuh 20 persen yoy ke Rp13,6 triliun. Sementara itu, pajak hiburan naik 41,5 persen senilai Rp2,01 triliun, dan pajak parkir sebesar Rp1,23 triliun (naik 15,9 persen yoy).
Ada Insentif, Masih Ada Ruang Diskusi
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana membeberkan, selama ini sudah ada 177 daerah dari total 436 daerah yang menetapkan pajak hiburan di kisaran 40—75 persen.
Berikut rinciannya:
- kisaran 40—50 persen sebanyak 36 daerah,
- kisaran 50—60 persen sebanyak 67 daerah,
- kisaran 60-70 sebanyak 16 daerah, dan
- kisaran 70-75 persen ada sejumlah 58 daerah.
Insentif fiskal tersebut berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, hingga berbentuk penghapusan pokok pajak atau pokok retribusi dan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Bila dicermati lebih lanjut, UU HKPD memang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah (pemda) untuk memberi insentif fiskal, sebagaimana termaktub dalam Pasal 101.
Lebih lanjut, Kemenkeu berencana mengadakan pertemuan dengan pelaku usaha untuk mendiskusikan pajak barang jasa tertentu (PBJT) kesenian dan hiburan atau pajak hiburan. Pemerintah pun terbuka bila ada ketentuan yang tidak disetujui atau butuh uji materi (judicial review).
"Kami bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan berbicara dengan para pelaku usaha hiburan spa dan karaoke. Kemenparekraf sepakat untuk kita bicara dengan asosiasi, kami akan jadwalkan," ucap Lydia saat konferensi pers hari Selasa (16/1/2024)
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id
Editor: Shanies Tri Pinasthi