tirto.id - Tepat 20 Oktober 2025 lalu pemerintahan rezim Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap memimpin Indonesia selama satu tahun. Berdasar analisis Tirto, terbaca porsi kerja yang menjadi pola dari Prabowo-Gibran setahun ke belakang.
Sosok Prabowo dipoles dengan citra negarawan yang getol menghadiri berbagai lawatan kerja luar negeri. Sedangkan Gibran diposisikan sebagai partner presiden yang rajin terjun langsung ke publik sebagai wakil yang merakyat.
Kombinasi kepemimpinan antara Prabowo dan Gibran hendak menciptakan citra kolaborasi tokoh eksekutif: mampu tampil di kancah global dan tetap mempertahankan citra merakyat.
Namun apakah publik membacanya seperti itu?
Sejumlah hasil riset lembaga survei yang membahas kinerja satu tahun pemerintah memang menunjukkan hasil yang beragam. Namun, terlihat legitimasi kekuasaan Prabowo-Gibran di mata masyarakat masih terjaga dengan cukup baik.
Hasil survei mencatat kepuasan rakyat terhadap Prabowo-Gibran masih tinggi. Meski begitu bukan berarti kepemimpinan mereka lepas dari catatan. Misalnya program pemerintah yang menjadi prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan efisiensi anggaran tidak lepas dari kritik sebab belum berjalan sesuai harapan.
Tingkat kepuasan publik yang diambil dari hasil riset empat lembaga survei yakni LSI Denny JA, Poltracking, Indonesia Political Opinion (IPO), dan Indikator menunjukkan separuh lebih responden merasa puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo selama setahun memimpin.
Survei Indikator yang diambil periode 20-27 Oktober 2025 misal, mencatat hanya sekitar 1,0 persen responden yang merasa tidak puas sama sekali terhadap kepemimpinan Prabowo. Angket yang menjari suara 1.220 responden itu menunjukkan tiga faktor paling sukses dari kerja pemerintah setahun ini adalah pemberantasan korupsi (19,5 persen), kinerja sudah terbukti (15,9 persen); dan kepemimpinan Prabowo yang dinilai tegas, berwibawa, dan berani (12,8 persen).
Sementara dari hasil riset yang sama, ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Prabowo saat ini didominasi persepsi terhadap faktor belum ada bukti kinerja (20,4 persen); bantuan tidak tepat sasaran atau belum merata (14,1 persen); serta program kerja pemerintah belum berjalan dengan maksimal (13,6 peren).
Dikomparasi lewat hasil survei lain, misalnya dengan riset terbaru dari IPO, program utama dari pemerintah memang masih menyisakan ketidakpuasan yang tidak sedikit. Survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden sepanjang periode 9-17 Oktober 2025 itu menunjukkan program seperti MBG, menyisakan ketidakpuasan pelaksanaan di mata publik sebesar 39 persen.
Meskipun program MBG populer dengan diketahui mayoritas responden (94 persen), tetapi yang merasa puas baru mencapai 49 persen.
Jika ditilik, hal ini tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan program MBG yang masih diwarnai besarnya kasus dugaan keracunan. Badan Gizi Nasional (BGN) baru-baru ini mencatat, 211 kasus dari total 441 kejadian keracunan pangan di Indonesia disumbang oleh program MBG.
Dari total yang mengalami keracunan, sebanyak 636 orang menjalani rawat inap, sementara 11.004 lainnya menjalani perawatan jalan. Belum lagi tata kelola MBG juga masih mendapat kritik sebab melibatkan instansi penegak hukum serta instansi pertahanan negara di dalam pelaksanaannya.
Dua program utama pemerintah Prabowo-Gibran lainnya turut menyumbang ketidakpuasan cukup besar menurut survei IPO. Yakni program 3 juta rumah rakyat yang dinilai mayoritas responden (56 persen) tidak puas dan program Koperasi Desa Merah-Putih yang menerima nilai ketidakpuasan (tidak puas dan sangat tidak puas) sebesar 42 persen.
Namun masih di riset yang sama, kendati ketidakpuasan mewarnai program pemerintahan, sebagian besar responden masih merasa percaya terhadap kepemimpinan Prabowo. Ketua Umum Partai Gerindra itu mendapatkan nilai kepercayaan publik sebesar 81 persen. Angka ini mempersepsikan harapan yang tinggi terhadap Prabowo dalam memimpin pemerintahan.
Sebaliknya, perasaan puas terhadap kinerja Gibran hanya berada di angka 29 persen dari hasil riset IPO. Hal itu mengemukakan perbedaan yang mencolok persepsi publik terhadap kinerja presiden dan wakil presiden selama setahun pemerintahan.
Banyak kunjungan seremonial ke daerah, bisa angkat popularitas Gibran
Dengan begitu, efektivitas pembagian porsi kerja presiden dan wakil presiden juga menjadi sorotan. Gibran tampak memang lebih banyak blusukan ke daerah-daerah untuk memantau program pemerintah di satu tahun pertama Kabinet Merah Putih. Namun, kerja-kerja itu lebih banyak didominasi kegiatan berkategori seremonial.
Hasil riset Tirto menunjukkan, kategori agenda seremonial mendominasi agenda kunjungan kerja Prabowo dan Gibran selama setahun memimpin.
Sementara Prabowo bisa tampil lebih gagah di panggung global, intensitas seremonial Gibran dalam kegiatan di daerah-daerah tinggi secara signifikan. Hal ini mengindikasikan sebagian besar kehadiran publik mereka di dalam negeri lebih diformat sebagai ritual legitimasi pemerintahan.
Analis sosio-politik Helios Strategic Institute, Musfi Romdoni, menilai pembagian kerja antara Prabowo dan Gibran memang sudah pasti dikomandoi arahan presiden sendiri. Penampilan Prabowo di luar negeri diharapkan mendapatkan perhatian internasional, sementara Gibran diharapkan mampu menjaring banyak pemberitaan dari media lokal.
Sayangnya, kegiatan Gibran di daerah-daerah memang tidak begitu tersorot banyak karena kental nuansa seremonial. Kendati begitu, kunjungan-kunjungan Gibran dapat berfungsi jadi panggung menarik simpati masyarakat. Dengan jam terbang tidak selama Prabowo, agenda kunjungan kerja ke daerah sebetulnya langsung atau tidak langsung memupuk elektabilitas dari Gibran.
“Saya kira ini adalah dampak-dampak psikologi yang nantinya dapat tercipta apabila dalam 3 tahun ke depan Gibran rutin melakukan kunjungan. Jadi saya melihat pembagian tugas ini di satu sisi memang membuat pemberitaan terhadap Gibran berkurang, tapi di sisi lain ini menjadi opportunity besar untuk mendongkrak popularitas,” ungkap Musfi kepada wartawan Tirto, Rabu (12/11/2025).

Apakah Pembagian Tugas Membantu Elektabilitas Gibran?
Jika ditilik lewat hasil riset terbaru beberapa lembaga survei, strategi pembagian kerja yang dilakukan Prabowo dan Gibran saat ini tampak memberi dampak pada elektabilitas sosok keduanya. Dalam hasil survei teranyar Indikator bulan lalu misalnya, nama Prabowo berada di posisi pucuk dalam simulasi terbuka 25 nama calon presiden.
Hasil survei itu memotret pilihan 1.200 responden terhadap nama-nama tokoh publik apabila dilakukan pemilihan calon presiden ketika periode survei dilakukan. Terlihat, elektabilitas dari Prabowo masih sangat besar dengan capaian 46,7 persen.
Sementara Gibran berada di posisi keempat dengan elektabilitas 4,8 persen. Hasil demikian sebetulnya terbaca cukup baik untuk Gibran karena berhasil melampaui nama-nama beken seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ganjar Pranowo, sampai Erick Thohir. Pasalnya, nama-nama yang disebutkan merupakan tokoh-tokoh yang mewarnai bakal calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024 lalu.
Di sisi lain, hasil riset Indikator itu juga menunjukkan legitimasi kepemimpinan Prabowo hari ini masih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil riset lembaga lain yang memotret kepercayaan publik terhadap Prabowo dalam angka yang cukup besar.
Namun, boleh dibilang hasil kerja-kerja kunjungan ke daerah yang dilakukan Gibran tampak sukses melejitkan elektabilitasnya perlahan. Hal ini tergambar lewat hasil riset terbaru dari Poltracking Oktober lalu yang memotret apabila Gibran maju kembali menjadi calon wapres, tingkat elektabilitasnya berada di urutan teratas.
Survei yang dilakukan terhadap 1.220 responden tersebut menampilkan bahwa Gibran bisa meraup elektabilitas hingga 37 persen dari 25 nama yang disodorkan lewat simulasi terbuka. Keterpilihan Gibran sebagai calon wapres melampaui Dedi Mulyadi, AHY, Anies Baswedan, hingga Mahfud MD.
Dalam hasil survei yang sama, Gibran masih memimpin di posisi pertama apabila simulasi menjadi 10 nama. Sementara jika ditempatkan sebagai calon presiden, lagi-lagi Gibran tetap kalah dari Prabowo yang berada di posisi pucuk (49,1 persen) dengan kembali berada di posisi keempat.
Kendati begitu, meski secara teknis kunjungan kerja daerah mengerek elektabilitas Gibran, dari segi kinerja putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu masih dinilai belum berjalan maksimal. Hal itu sebagaimana diungkap Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro.
Menurut Agung, Gibran masih sering dikritik terkait kinerjanya yang belum terlihat signifikan. Masih terasa jauh berbeda dengan wapres terdahulu sekelas Jusuf Kalla maupun Boediono yang cukup aktif dalam pengambilan kebijakan diplomasi dan ekonomi pemerintah.

Sebagai wapres, kata Agung, memang wajar apabila Gibran tampak mengekor arahan dari Prabowo. Namun, publik perlu pembuktian nyata dengan gebrakan dari Gibran, terutama di lini persoalan yang meliputi generasi anak muda Indonesia seperti krisis lapangan kerja dan PHK massal.
“Pembagian tugas tersebut harapannya kritik kepada Gibran dapat minimal. Tapi ini semua tidak cukup. Karena bukti butuh gebrakan dari seorang wapres yang mewakili milenial dan gen Z, kira kira Gibran bisa melakukan apa soal ekonomi misalnya,” ucap Agung kepada wartawan Tirto, Kamis (13/11).
Menurut Agung, pembagian tugas antara Prabowo dan Gibran sudah cukup baik untuk bisa membangun kepercayaan publik. Pekerjaan utama yang diperlukan adalah memaksimalkan program utama pemerintah agar tidak keluar jalur dan menghasilkan lebih banyak sentimen negatif.
Elektabilitas yang diraih saat ini, sebagaimana yang didapatkan Gibran, masih bersifat relatif dan tergantung dari bagaimana kinerja pemerintahan ke depan. Meraih simpati publik tidak hanya cukup dengan kegiatan seremonial semata, namun juga memerlukan bukti nyata dari sosok pemimpin negeri.
“Ditingkatkan kualitasnya mengawal program-program besar yang jadi fokus pemerintahan seperti MBG, Kopdes, Sekolah Rakyat, Cek Kesehatan Gratis, dan lainnya. Dalam konteks kualitas bagaimana memastikan zero tolerance MBG terhadap keracunan, Kopdes memiliki bobot baik sesuai konstitusi, Sekolah Rakyat juga demikian, berjalan baik dan menghasilkan lulusan berkapasitas tinggi,” terang Agung.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id




































