Menuju konten utama

Pembagian Kerja Prabowo-Gibran Baik, tapi Perlu Naikkan Kinerja

Pembagian kerja memungkinkan pimpinan negeri berjaya di panggung global, sekaligus menjaga kedekatan dengan rakyat. Tapi peningkatan kinerja masih perlu.

Pembagian Kerja Prabowo-Gibran Baik, tapi Perlu Naikkan Kinerja
Header Wansus Agung Baskoro dari Trias Politika. tirto.id/Fuad

tirto.id - Setahun berjalannya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menampilkan pola pembagian kerja yang cukup khas antara figur Negara dan Rakyat. Keduanya tidak cuma berbagi peran, tetapi juga terkesan membangun citra yang kontras satu sama lain.

Hasil riset Tirto menunjukkan bahwa presiden diposisikan sebagai wajah global Indonesia di panggung dunia, sementara wakil presiden menjadi ujung tombak penghubung pemerintah dengan rakyat di daerah. Pembagian kerja tersebut memang terlihat strategis.

Prabowo telah melakukan kunjungan luar negeri 36 kali dalam debutnya sebagai presiden–lebih banyak dibandingkan Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono pada periode yang sama. Pola kerja Prabowo di tahun pertamanya menandakan orientasi diplomatik dan kekuatan simbolik Indonesia sebagai pemimpin kawasan.

Decode Kunjungan Luar Negeri Prabowo

Decode Kunjungan Luar Negeri Prabowo. tirto.id/Prabowo

Sebaliknya, Gibran sudah melakukan 183 agenda kunjungan kerja ke daerah di tahun pertamanya. Hal itu secara kuantitas jauh mendominasi aktivitas lokal presiden sendiri. Dengan pola kerja seperti ini, harapan muncul bahwa kombinasi tersebut memperkuat legitimasi pemerintahan serta membangun citra pemimpin negeri yang komplementer dan sinkron.

Namun, tentu citra molek semata tak otomatis membuat kinerja pemerintah ikut wangi. Dari sisi kategori kunjungan kerja Prabowo dan Gibran di dalam negeri, Tirto menemukan masih didominasi oleh kegiatan bernuansa seremonial. Hasil ini menjadi tantangan tersendiri untuk membangun pemerintahan baru yang dirasakan rakyat secara nyata dan terasa dampaknya.

Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro, pembagian kerja antara presiden dan wakil presiden setahun ini cukup sukses dilaksanakan. Pimpinan negeri bisa berjaya di panggung global, sekaligus mampu menjaga kedekatan dengan rakyat pada tataran akar rumput.

Namun, kata Agung, memang pola kerja yang terbagi secara kontras ini tak semata-mata menjamin jalannya pemerintahan tanpa cacat. Masih banyak pekerjaan rumah yang tersisa untuk empat tahun sisa pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Dan saya kira dalam beberapa hal fungsi-fungsi Gibran [sebagai wapres] untuk bisa lebih konkret dalam melakukan kinerja perlu dipastikan,” kata Agung dalam wawancara khusus dengan wartawan Tirto, Kamis (13/11/2025).

Lantas apakah pembagian kerja Prabowo-Gibran ini juga memiliki pengaruh nyata terhadap kinerja pemerintah? Bagaimana dengan efek elektoral dari pembagian kerja keduanya?

Simak analisis Agung Baskoro dalam petikan wawancara dengan Tirto di bawah ini:

Bagaimana Anda memandang pola pembagian kerja yang khas antara Prabowo dan Gibran?

Pembagian kerja, saya kira antara presiden dan wakil presiden ini berjalan baik. Sehingga negara terasa serba hadir dalam kehidupan masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri. Karena kebutuhan kehadiran negara begitu besar. Apalagi dalam kondisi saat ini, karena publik punya tuntutan aspirasi dan harapan besar terhadap pemerintah.

Apakah bisa dikatakan sukses pola kepemimpinan Prabowo-Gibran setahun ini?

Jika dikatakan sukses, ini baru tahun pertama ya. Saya kira masih banyak ujian yang akan dihadapi. Tapi sementara ini terlihat baik pembagian peran yang dilakukan.

Dan saya kira dalam beberapa hal fungsi-fungsi Gibran [sebagai wapres] untuk bisa lebih konkret dalam melakukan kinerja perlu dipastikan. Supaya dia tidak menjadi bulan-bulanan masyarakat di media sosial atau netizen semacam itu. Karena kini masih mempertanyakan janji-janji kampanye soal lapangan pekerjaan ya.

Mampukah Gibran berperan lebih konkret seperti Wapres sebelumnya, misal Jusuf Kalla atau Boediono misalnya?

Kita tahu Girban ini masih sering dikritik karena kinerjanya. Sebetulnya dengan pembagian tugas seperti saat ini, harapannya berbagai kritik kepada gibran bisa minimal. Tapi ini semua masih tidak cukup.

Karena butuh bukti gebrakan dari seorang wapres yang mewakili milenial dan Gen Z. Misal Gibran bisa melakukan apa soal ekonomi, soal lapangan pekerjaan dan PHK yang menimpa anak-anak muda saat ini.

Di sisi lain, peranan Gibran sebagai pelengkap adalah semacam sebuah kewajaran. Kalau dibandingkan wapres-wapres sebelumnya juga sebetulnya demikian. Tetapi memang ada anomali ketika Wapres Jusuf Kalla ya, yang sangat aktif dan atraktif.

Tapi akhirnya semacam memunculkan matahari kembar. Kita tidak mau ini terjadi di masa pemerintahan presiden Prabowo. Artinya, setiap Gibran melakukan pola kerja koordinasi dan sinkronisasi itu harus selalu dikombinasikan dengan arahan presiden. Sebab dia adalah pembantu presiden.

Tapi kita juga melihat Gibran mendominasi kunjungan daerah, apakah ini berdampak kepada elektabilitasnya?

Saya melihat elektabilitas ini lebih banyak pengaruhnya terhadap kinerja. Selain itu, dampak arahan konkret [wapres] di bidang ekonomi, politik, hukum. Tetapi biasanya hasil semuanya biasanya tertuju pada kinerja presiden.

Jadi selama ini seringnya elektabilitas presiden akan lebih tinggi dibandingkan wapres. Dan mau tidak mau Gibran sebagai wapres akan lebih banyak menyesuaikan dan lebih banyak menunggu arahan. Hal ini kenapa elektabilitas wapres diprediksi di bawah presiden.

Apakah artinya ada peluang bagi Gibran memanfaatkan tugasnya untuk membangun basis massa?

Bisa atau tidak membangun basis massa ini relatif. Apakah koversi itu dapat dioptimalkan atau dikanalisasi Gibran dan timnya di lapangan. Karena meraih simpati masyarakat perlu banyak hal yang harus dilakukan.

Apalagi ini semua berkelindan dengan keadaan Gibran dan keluarga Solo [keluarga Jokowi] yang sampai sekarang mendapatkan serangan politik bertubi-tubi.

Apakah ini karena kunjungan-kunjungan presiden dan wapres masih sebatas agenda seremonial?

Saya kira di panggung depan memang tampaknya seremonial. Tapi sesungguhnya di balik kegiatan itu ada banyak hal-hal yang sudah dan telah dilakukan. Karena keputusan presiden dan wapres ke sebuah lokasi atau daerah pastinya diputuskan secara seksama dan hati-hati menimbang banyak hal.

Sejauh ini kinerja presiden dan wakil presiden sudah baik. Tinggal ditingkatkan kualitasnya mengawal program-program besar yang menjadi fokus pemerintahan seperti MBG, Kopdes, Sekolah Rakyat, Cek Kesehatan Gratis, dll.

Bagaimana bentuk konkretnya?

Dalam konteks kualitas, bagaimana memastikan zero tolerance MBG terhadap keracunan. Kopdes Merah-Putih juga harus memiliki bobot baik sejalan konstitusi. Sekolah Rakyat juga demikian, harus berjalan baik dan menghasilkan lulusan berkapasitas tinggi.

Dan soal Cek Kesehatan Gratis agar semakin merata dan diakses semua orang. Ini semua seharusnya [Prabowo dan Gibran] bisa saling melengkapi, karena kerja wapres ditentukan presiden. Karena wapres tidak bergerak sendiri sebab dia pembantu presiden.

Lantas, bagaimana agar legitimasi pemerintahan Prabowo-Gibran bisa terus tinggi?

Dengan memastikan kualitas program program besar berjalan baik. Itu tadi MBG, Koperasi desa, Cek Kesehatan Gratis itu bisa terlaksana lebih baik dan minim masalah.

Dan harapannya program-program baru bisa juga dihadirkan dalam kerangka mendekatkan masyarakat dengan pemerintah. Hal lain mungkin soal insentif bantuan langsung tunai (BLT) atau subsidi agar dikawal sehingga tepat sasaran. Sehingga himpitan ekonomi sebagian warga kita bisa segera diatasi.

Baca juga artikel terkait KABINET PRABOWO-GIBRAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Decode
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Alfons Yoshio Hartanto