tirto.id - Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani menolak tarif pajak hiburan di DKI Jakarta yang naik hingga 40 persen. Ia menilai, kenaikan tarif pajak hiburan itu merupakan "pembunuhan" terhadap pengusaha hiburan.
"Bingung ya, itu [kenaikan tarif pajak hiburan DKI menjadi 40 persen] mah pembunuhan namanya, jelas-jelas pembunuhan," kata Hana, melalui sambungan telepon, Selasa (16/1/2024).
Ia mengatakan, kenaikan tarif itu membuat para pengusaha hiburan DKI merasa kecewa, kesal, serta kebingungan. Hana mempertanyakan kebijakan yang dicetuskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta itu digodok oleh ahli.
Namun, hasil kebijakan itu seakan-akan menyatakan bahwa Pemprov DKI-DPRD DKI tidak turun ke jalan sembari bertanya kepada masyarakat, terkait bidang hiburan.
Menurut Hana, Pemprov DKI-DPRD DKI tidak meriset soal kesanggupan penikmat hiburan di Ibu Kota. Padahal, penikmat hiburan di Ibu Kota kebanyakan merupakan Gen-Z.
"Sekarang itu trennya untuk meningkatkan produktivitas, biar enggak stres, healing, itu mereka ke karaoke, live music. Nah, ini kalau misal sampai 40 persen, itu pembunuhan karena dari 40 persen itu, plafon tertingginya masih 70 persen," urainya.
Hana pun heran di mana para pembuat kebijakan itu bertempat tinggal. Ia menilai pembuat kebijakan tak melihat berapa biaya yang sanggup dikeluarkan oleh penikmat hiburan.
Dalam kesempatan itu, Hana membandingkan pajak hiburan di DKI Jakarta dengan negara-negara lain. Misalnya, Jepang, Malaysia, dan Singapura, yang hanya mematok 10 persen untuk pajak hiburan.
Ia mengungkapkan, Asphija tak pernah diikutsertakan dalam pembuatan peraturan soal kenaikan pajak hiburan tersebut. Hana pun berharap pajak tarif hiburan di DKI diturunkan menjadi 10 persen, seperti negara tetangga.
"Idealnya ya? Idealnya [pajak hiburan] 10 persen, mengikuti Malaysia, tetangga saja bisa, masa kita enggak bisa," kata Hana.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Maya Saputri