Menuju konten utama
Orang Indonesia dan Candu Game

Orang Indonesia, Gawai, dan Ancaman Adiksi Game yang Mengintai

Fenomena adiksi game kian mengkhawatirkan. Indonesia menjadi salah satu negara dengan pemain game terbanyak, memberi risiko yang lebih besar.

Orang Indonesia, Gawai, dan Ancaman Adiksi Game yang Mengintai
Header Decode Adiksi Game di Indonesia. tirto.id?Fuad

tirto.id - Seiring dengan Indonesia yang kian hari menjadi pasar gim online yang moncer, fenomena adiksi gim pun turut menggentayangi. Berbagai pihak, termasuk pemerintah tengah berusaha mencari jalan keluar dari kecanduan gim, yang mulai merebak di masyarakat.

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendendukbangga/BKKBN) salah satunya, meluncurkan program akademi keluarga, untuk menekankan keseimbangan penggunaan teknologi agar tidak menguasai kehidupan remaja secara negatif.

Dalam acara Gebyar Mental Sehat Remaja Indonesia di Jakarta, Kamis (14/8/2025), Kepala BKKBN/Mendukbangga, Wihaji, mengatakan saat ini gawai, tepatnya handphone sudah menjadi bagian dari keluarga. Oleh karena itu, jika penggunaannya tidak hati-hati, bisa membentuk algoritma, sikap, bahkan mental yang tidak baik bagi para penggunanya.

"InsyaAllah kita punya salah satu solusi. Tahun ini kita bikin akademi keluarga, salah satu akademi yang kita ciptakan untuk mendidik generasi masa depan, itu ada untuk SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Ada yang pelatihan dasar atau basic training, ada yang intermediate (menengah), ada yang advance (maju)," kata Wihaji, mengutip Antara, Kamis (14/7/2025).

Ia mengemukakan pentingnya masyarakat memiliki kontrol saat bermain gawai. Sebab, tanpa kewaspadaan, akan banyak waktu yang habis begitu saja hanya untuk menggulir media sosial atau bermain gim.

Faktanya, bermain gim menjadi salah satu yang paling dominan kalau bicara waktu yang dihabiskan orang dengan gawainya. Kebanyakan "gamers" menghabiskan waktu 8 - 14 jam dalam satu minggu untuk memainkan video gim.

Hal itu terungkap dalam laporan Peta Ekosistem Industri Gim Indonesia tahun 2021 keluaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo, kini Kementerian Komunikasi dan Digital, Komdigi) bersama Niko Partners. Secara lebih detail, sebanyak 49,5 persen pemain gim mobile mengatakan mereka main gim selama 8 - 14 jam dalam sepekan dan 25,5 persen responden lainnya meluangkan waktu lebih banyak, yaitu sekira 15 - 21 jam. Hanya 11,5 persen yang mengaku tidak bermain game sama sekali.

Untuk diketahui, laporan itu melibatkan 1.000 responden dari Jawa hingga Papua. Sementara proporsi responden paling banyak yakni kelompok usia 24 - 29 tahun (46,4 persen), diikuti golongan umur 30 - 35 tahun (29,8 persen).

Meski tidak langsung bisa ditafsirkan sebagai adiksi, tanpa kontrol dari waktu bermain gim di gawai bisa mengganggu aktivitas seseorang.

Studi Jap, dll (2013) yang terbit di Jurnal PLOS ONE menaksir, prevalensi orang yang mengalami kecanduan gim di antara pemain gim Indonesia mencapai 6,1 persen. Dengan persentase tersebut, artinya ada sekira 2,7 juta pemain gim yang diperkirakan masuk tahap kecanduan.

Adapun studi itu menggunakan indikator bermain gim selama 4-5 hari per minggu dan setiap harinya bermain lebih dari 4 jam. Kriteria tersebut disusun berdasarkan teori kecanduan gim, kriteria diagnosis dari kecanduan judi, serta focus group discussion (FGD) dengan tiga psikolog klinis terlisensi.

Minat masyarakat Indonesia dalam bermain game juga termasuk tinggi. Dalam laporan We Are Social, Tanah Air dinobatkan sebagai negara nomor dua dengan persentase pemain video gim online terbanyak. Persentase pengguna internet berusia 16 tahun ke atas, yang bermain video gim mencapai 93,7 persen, kalah 3 poin dari Filipina (96,7 persen). Di belakang Indonesia ada Thailand, Turki, India, Arab Saudi, Afrika Selatan, dan Meksiko.

Meski terbanyak dari sisi jumlah pemain gim, dalam hal menghabiskan waktu bermain video gim, persentase Indonesia tak terlalu tinggi. Rerata orang Indonesia menghabiskan untuk main gim yakni mencapai 7 jam 17 detik. Dengan begitu, Indonesia duduk di urutan ke-20. Namun angka ini masih di atas rata-rata penduduk dunia.

WHO Tetapkan Kecanduan Gim Sebagai Gangguan Mental

Tak cuman di Tanah Air, kecanduan gim sebenarnya juga menjadi perhatian serius di berbagai belahan dunia. Pada 2018, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO) bahkan merevisi International Classification of Diseases edisi 11 (ICD-11). Mereka memasukkan gaming disorder ke dalam daftarnya. Dengan begitu, kecanduan gim resmi tergolong sebagai gangguan kesehatan jiwa.

WHO mendefinisikan gaming disorder sebagai pola bermain video gim yang ditandai dengan tiga perubahan kebiasaan. Mulai dari hilangnya kontrol, menempatkan gim sebagai prioritas lebih tinggi daripada aktivitas sehari-hari, dan tetap bermain meski sadar akan dampak negatif.

Penting digarisbawahi, diagnosis hanya bisa ditegakkan jika pola ini menimbulkan gangguan serius pada kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, atau pekerjaan. Biasanya gejalanya terlihat konsisten selama minimal 12 bulan.

“Keputusan untuk memasukkan gaming disorder ke dalam ICD-11 didasarkan pada kajian bukti dan kesepakatan para ahli internasional,” tulis WHO dalam keterangan resminya.

WHO juga menegaskan tidak semua pemain gim berisiko. Berdasarkan studi, hanya sebagian kecil gamer yang berpotensi terdampak gaming disorder. Meski begitu, WHO mengingatkan, pecinta gim perlu mewaspadai jika waktu bermain membuat mereka mengabaikan aktivitas lain atau memengaruhi kesehatan fisik, psikologis, dan hubungan sosial.

Sementara di Amerika Serikat (AS), kecanduan gim juga dibahas dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi terbaru (DSM-5-TR), terbitan Asosiasi Psikiatri Amerika (American Psychiatric Association, APA). Manual ini digunakan profesional kesehatan mental untuk mendiagnosis gangguan jiwa.

Serupa tapi tak sama dengan ICD-11 WHO, dalam DSM-5-TR, kondisi ini disebut Internet Gaming Disorder (IGD). IGD ditempatkan di bagian, “kondisi untuk penelitian lebih lanjut”, bersama dengan gangguan penggunaan kafein dan beberapa kondisi lain.

DSM-5-TR mengusulkan sejumlah gejala IGD, termasuk penarikan diri ketika tidak bisa bermain (misalnya merasa sedih, cemas, atau mudah tersinggung), serta kebutuhan untuk menghabiskan semakin banyak waktu bermain gim agar merasa puas.

Sama seperti standar WHO, diagnosis IGD di APA juga harus memenuhi syarat tertentu. Dalam hal ini bila seseorang mengalami lima atau lebih gejala yang diusulkan DSM-5-TR dalam kurun waktu setahun. Kondisi ini bisa terjadi baik saat bermain gim daring bersama orang lain maupun secara individu.

Adapun gejala-gejala yang ada di daftar APA yakni:- Keasyikan bermain game

- Gejala putus asa ketika bermain game dihentikan atau tidak memungkinkan (sedih, cemas, mudah tersinggung)

- Toleransi, kebutuhan untuk menghabiskan lebih banyak waktu bermain game untuk memuaskan hasrat

- Ketidakmampuan untuk mengurangi bermain, upaya yang gagal untuk berhenti bermain game

- Meninggalkan aktivitas lain, kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati karena bermain game

- Terus bermain game meskipun ada masalah

- Menipu anggota keluarga atau orang lain tentang jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain game

- Menggunakan game untuk meredakan suasana hati negatif, seperti rasa bersalah atau putus asa

- Risiko, membahayakan atau kehilangan pekerjaan atau hubungan karena bermain game

Dampak Psikologis Sampai Perilaku Agresif

Perhatian global terhadap kecanduan gim tak bisa dilepaskan dari bagaimana hal itu bisa memicu berbagai dampak negatif. Penelitian Novrialdy (2019) yang dimuat di jurnal Buletin Psikologi menunjukkan, remaja merupakan kelompok usia terbanyak yang mengalami permasalahan terhadap penggunaan gim online.

Kecanduan gim online pada remaja bakal berdampak pada beragam aspek kehidupan, seperti aspek kesehatan, psikologis, akademik, sosial dan keuangan. Dari aspek psikologis misal, disebabkan banyaknya adegan gim online yang memperlihatkan tindakan kriminal dan kekerasan. Adegan perkelahian, perusakan, dan pembunuhan dalam video gim secara tidak langsung telah memengaruhi alam bawah sadar remaja bahwa kehidupan nyata ini selayaknya dalam gim online tersebut.

Lalu, dari segi sosial, beberapa gamer diketahui merasa menemukan jati dirinya ketika bermain gim online. Implementasinya seperti keterikatan emosional dalam pembentukan avatar, yang menyebabkannya tenggelam dalam dunia fantasi yang diciptakan sendiri. Meski terjadi peningkatan sosialisasi secara online, di saat yang sama juga ditemukan penurunan sosialisasi di kehidupan nyata.

Studi Nurhalimah, dkk tahun 2023 yang berjudul “Adiksi Game Online Meningkatkan Resiko Perilaku Kekerasan Pada Remaja” bahkan menyingkap adanya hubungan yang signifikan antara kecanduan gim online dengan perilaku agresif pada siswa. Siswa yang disasar dalam penelitian tersebut yakni murid SMA N 2 Tambun Utara Bekasi.

Menurut studi itu, perilaku agresif bisa disebabkan kegagalan pemain untuk meraih kemenangan. Dalam permainan setiap kenaikan level akan diimbangi dengan tingginya kesulitan untuk meraih kemenangan. Tak jarang banyak pemain yang mengalami kekalahan menunjukkan perilaku agresif, seperti berkata kasar, mengumpat dan mengancam sebagai bentuk ungkapan kekesalan/kegagalan yang dialaminya.

Baca juga artikel terkait KECANDUAN VIDEO GIM atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Decode
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Alfons Yoshio Hartanto