tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi akan ada sebanyak 20 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) terancam tutup di akhir tahun 2024 ini. Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, usai peluncuran Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah 2024-2027 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
“Mungkin ya, ke angka 20 itu mungkin, karena masih ada yang bermasalah,” ujar Dian saat dikonfirmasi.
Lebih lanjut, meski angka tersebut masih prediksi, Dia mengatakan pihaknya masih memantau kinerja BPR itu sendiri. “Tapi sebetulnya sudah ada upaya penyehatan, jadi kalau misalnya nambah modal atau ada investor baru segala macem itu selesai. Itu yang sedang diusahakan sekarang,” jelas Dian.
Dalam upaya mencegah bertambahnya jumlah BPR yang terancam tutup, OJK membuat kebijakan baru bahwa bank tersebut tidak boleh dimiliki oleh berbagai kepala pemerintah daerah. Namun, ke depan akan diinduki oleh Bank Pembangunan Daerah.
“BPR itu harus single present policy. Jadi, artinya tidak boleh lagi nanti di kabupaten misalnya contohnya itu dimiliki oleh berbagai bupati, tapi ini akan dikonsentrasikan di bawah pemerintah provinsi dan tentu ada juga keperluan sahamnya kabupaten, tetapi di bawah pengendalian BPD,” jelasnya.
Sebagai informasi, Bank perekonomian rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) banyak yang berguguran. Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha 15 BPR dan BPRS.
Sebelumnya, Dian menjelaskan bahwa pencabutan izin usaha menjadi salah satu tindakan pengawasan OJK dalam rangka menjaga dan memperkuat industri perbankan nasional serta melindungi konsumen. Salah satu alasannya karena ada penyimpangan dalam bank.
“Hal tersebut dilakukan karena pemegang saham dan pengurus BPR tidak mampu melakukan upaya penyehatan terhadap BPR/BPRS yang sebagian besar terjadi karena adanya penyimpangan dalam operasional BPR,” ujar Dian dalam keterangannya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Anggun P Situmorang