tirto.id - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak tiba-tiba melonjak dalam dua bulan terakhir. IDAI pun tengah melakukan investigasi terkait apa yang menjadi penyebabnya.
Hal tersebut diungkapkan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nefrologi IDAI, Henny Adriani Puspitasari dalam podcast IDAI dengan topik “Gangguan Ginjal Misterius pada Anak,” yang diunggah pada kanal YouTube IDAI_TV pada Senin (10/10/2022).
“Jadi istilah ini misterius ya, karena sampai saat ini kita masih dalam proses investigasi apa yang menjadi penyebab dari gangguan ginjal akut yang kasusnya tiba-tiba melonjak di dua bulan terakhir,” kata Henny.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, Eka Laksmi Hidayati melaporkan, per 10 Oktober 2022, terdapat 131 kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal (acute kidney injury/AKI) pada anak di Indonesia sejak Januari tahun ini.
Eka juga membeberkan 14 provinsi yang telah memiliki kasus tersebut. Provinsi itu antara lain: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Kepulauan Riau, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Data di DKI Jakarta, kata Eka, menunjukkan bahwa kasus terbanyak gangguan ginjal akut misterius itu dialami anak di bawah lima tahun (balita) dan belum ada yang di atas delapan tahun.
Per Jumat, 14 Oktober 2022, jumlahnya gangguan ginjal akut misterius pada anak di Indonesia meningkat menjadi 152 kasus. Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, data ini didapat dalam satu pekan terakhir dari 16 IDAI cabang: Jakarta (49), Jabar (24), Jateng (1), DIY (11), Banten (2), Bali (15), Kaltim (1), Kalsel (1), Sulsel (1), Aceh (18), Sumbar (21), Jambi (3), Kepri (2), Papua Barat (1), Papua (1), dan NTT (1).
“Jadi kami ini menerima, menyebarkan form ke seluruh ketua-ketua IDAI cabang, dan inilah hasil dari 16 cabang yang melaporkan. Memang mungkin belum semua bisa melaporkannya di sini ya, ini bahkan sampai 14 Oktober, ada 152, data terakhir malah,” kata dia dalam acara meet the expert bertajuk ‘Kewaspadaan Dini Gangguan Ginjal Akut pada Anak’ lewat Zoom, Jumat (14/10/2022).
Piprim membeberkan tren jumlah kasus berdasar waktu temuan per 14 Oktober 2022, di mana puncak kasusnya pada September 2022 dengan 76 kasus. Januari tahun ini ada dua kasus, Februari nol, Maret dua kasus, April nol, Mei lima kasus, Juni tiga kasus, Juli lima kasus, Agustus 36 kasus, dan Oktober 21 kasus.
Dia pun menunjukkan tren usia kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak per 14 Oktober 2022. Yakni ada 35 anak usia 0-1 tahun, 75 anak di usia 1-5 tahun, 24 anak di 5-10 tahun, dan 18 anak di atas 10 tahun.
Ciri-Ciri Ginjal Akut Misterius pada Anak
Dalam podcast IDAI pada Senin (10/10/2022), Henny menerangkan, gejala gangguan ginjal akut misterius ini sama dengan gangguan ginjal akut lainnya, yaitu selalu dimulai dari jumlah buang air kecilnya (BAK) yang menurun drastis secara tiba-tiba hingga tidak keluar sama sekali. Perjalanan penyakitnya juga cepat, di mana terjadinya gangguan ginjal akut misterius ini mendadak serta perburukannya pun cepat.
“Nah itu sebetulnya yang kemudian buat kami sebagai dokter anak terutama yang bergerak di bidang ginjal, itu menjadi suatu hal yang tidak biasanya,” ucap Henny.
Henny menuturkan, anak-anak ini biasanya paling sering datang ke rumah sakit dengan riwayat demam dan diare. Ada yang disertai dan ada yang tidak disertai dengan gejala saluran napas, misalnya batuk dan pilek. “Tapi sebagian besar itu demam dan diare,” ujar dia.
Hal senada diungkapkan Eka. Saat menjadi pembicara dalam diskusi via Zoom dengan topik ‘Gagal Ginjal Akut Misterius pada Anak,’ pada Selasa (11/10/2022), Eka sebut, gejala yang dialami para anak ini adalah kurang lebih sama, yaitu diawali dengan batuk, pilek, diare, muntah, dan demam.
Akan tetapi, kata dia, IDAI melihat anak-anak ini mendadak mengalami penurunan jumlah urine atau air seninya dalam 3-5 hari. Data tersebut didapat dari hasil wawancara dengan orang tua pasien, bahkan ada pasien yang tidak bisa buang air kecil (BAK) atau tidak ada air seninya.
Eka juga menerangkan bahwa anak-anak ini datang ke RS dengan keluhan tidak bisa BAK atau air seninya sedikit. Oleh karena itu, jika ada penurunan jumlah BAK pada anak, maka harus segera diperiksa ke RS.
Dia juga menyebut semua anak ini 100 persen mengalami penurunan jumlah BAK atau sama sekali tidak ada BAK. Terkait investigasi, dia menyebut IDAI belum memiliki kesimpulan apa penyebabnya.
“Kami masih belum bisa mendapatkan apa penyebabnya,” kata Eka.
Langkah Kemenkes
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menuturkan, tim kedokteran dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sudah turun untuk menganalisa penyakit mendadak atau gangguan ginjal akut misterius pada anak ini.
“Sedang diteliti dokter-dokter RSCM,” kata Budi saat ditemui usai sidang kabinet di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2022).
Menkes Budi mengaku, dirinya sudah mendengar ada kesimpulan penelitian soal kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak dan pemerintah akan mengumumkannya pada pekan ini. “Nanti sebentar lagi [disampaikan ke publik]. Harusnya minggu ini kita bisa rilis,” ujar Budi.
Pada 12 Oktober 2022, Kemenkes mengklaim telah membentuk tim untuk penyelidikan dan menanganan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak atau ganguan ginjal akut progresif atipikal yang marak tersebut.
“Kementerian Kesehatan telah membentuk tim terdiri dari IDAI dan RSCM untuk penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal,” kata Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril melalui keterangan tertulisnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, Yanti Herman mengatakan, “Memang Pak Menkes akan merilis hasilnya, tapi dari hasil analisis metagenomik, tentu saja masih butuh waktu ya, masih proses, nanti mungkin hasilnya akan dinfokan selanjutnya. Jadi memang ini masih dalam proses penelitian dan hasilnya juga belum keluar untuk pemeriksaan metagenomiknya,” kata dia pada Jumat (14/10/2022).
Dugaan Sementara: Keracunan Obat yang Mengandung Etilen Glikol
Kemenkes mengungkapkan penyebab kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak diduga karena keracunan obat yang mengandung etilen glikol. “Dugaannya kemungkinan toksifikasi. Sekarang sedang diteliti dugaan tersebut dan kemungkinan penyebab lain,” tutur Syahril kepada Tirto, Kamis (13/10/2022).
Meski begitu, dia menyebut bahwa penyebabnya masih dalam kajian atau penelitian. Proses penelitian ini bertujuan untuk menentukan atau memastikan zatnya. “Masih dalam kajian atau penelitian. Masih dugaan intoksikasi,” kata Syahril.
Syahril menambahkan, Kemenkes masih belum mengetahui pasti penyebab kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak ini. Ia sebut, Kemenkes juga belum mengetahui apakah ada kaitannya dengan kasus 69 anak meninggal di Gambia, Afrika Barat, yang disebabkan mengonsumsi obat batuk produksi India yang mengandung dietilen glikol dan etilen glikol.
Dilansir dari Reuters, laporan penyelidikan awal pada Selasa, 11 Oktober 2022, polisi Gambia mengatakan bahwa kematian 69 anak akibat gagal ginjal akut di negaranya terkait dengan empat sirup obat batuk buatan India dan diimpor ke Gambia melalui perusahaan farmasi yang berbasis di Amerika Serikat.
Sedangkan, penyelidik WHO telah menemukan jumlah senyawa dietilen glikol dan etilen glikol “yang tidak dapat diterima” dan dapat menjadi racun pada empat produk buatan Maiden Pharmaceuticals Limited (Ltd) di Ibu Kota New Delhi, India.
Polisi tidak menyebutkan nama Maiden Pharmaceuticals Limited secara langsung, tetapi menyebutkan empat produk sama milik perusahaan tersebut yang juga disebutkan WHO. Yaitu Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrupl, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa keempat sirup obat untuk anak yang terkontaminasi dietilen glikol dan etilen glikol di Gambia: Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrupl, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup tidak terdaftar di Indonesia.
“Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM,” kata BPOM lewat keterangan resminya, Rabu (12/10/2022).
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Abdul Aziz