Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Perang Diponegoro, Kronologi, dan Dampaknya

Perang Diponegoro adalah pertempuran pihak Pangeran Diponegoro melawan Belanda (1825-1830). Berikut sejarah Perang Diponegoro singkat, sebab, dan dampaknya.

Sejarah Perang Diponegoro, Kronologi, dan Dampaknya
Ilustrasi foto Perang Diponegoro. FOTO/Wikimedia Commons

tirto.id - Sejarah Perang Diponegoro singkat, kronologi, serta dampaknya merupakan salah satu materi ajar yang perlu diperdalam peserta didik. Lantas, bagaimanakah cerita Perang Diponegoro dan apa penyebabnya?

Perang Diponegoro terjadi pada tahun 1825 silam, tepatnya beroperasi mulai tanggal 20 Juli. Pertempuran yang termasuk perlawanan rakyat Jawa ini melibatkan tokoh Pangeran Diponegoro kontra Belanda.

Secara umum, Perang Diponegoro terjadi karena adanya intervensi dan pembuatan patok rel oleh Belanda. Bersama beberapa pengikut, pangeran yang bernama asli Raden Mas Antawirya pun melakukan tindakan gerilya.

Penyebab Perang Diponegoro dan Latar Belakangnya

Terdapat beberapa penyebab terjadinya Perang Diponegoro yang berkaitan dengan tokoh bernama Raden Mas Mustahar. Pria ini merupakan pangeran Kesultanan Yogyakarta, dikenal pula sebagai Raden Mas Antawirya atau Pangeran Diponegoro.

Raden Mas Antawirya adalah putra dari Raden Mas Suraja atau yang nantinya bertakhta dengan gelar Sultan HB III. Sang ayah sebenarnya menginginkan Raden Mas Antawirya menjadi putra mahkota. Namun, keinginan Sultan HB III itu ditolak dengan halus.

Lantaran ibunya bukan istri permaisuri raja, Raden Mas Antawirya merasa tidak berhak duduk di singgasana Yogyakarta meskipun ia adalah anak lelaki tertua. Selain itu, ia juga tidak terlalu menyukai kehidupan mewah di dalam istana.

Adapun salah satu latar belakang dari Perang Diponegoro adalah kondisi Kesultanan Yogyakarta yang tak stabil. Belanda yang tengah menduduki Indonesia mulai menguatkan pengaruhnya di sana.

Penyebab Utama Perang Diponegoro

Latar belakang Perang Diponegoro bisa dikatakan bermula dari kondisi ketidakinginan pangeran untuk tinggal di keraton. Lantaran muak melihat pengaruh asing, Raden Mas Antawirya memutuskan keluar dari keraton dan tinggal di kediaman neneknya di wilayah Tegalrejo, Yogyakarta.

Sagimun dalam buku Pahlawan Dipanegara Berjuang (1957) menjelaskan, terdapat beberapa alasan mengapa Pangeran Diponegoro berusaha melawan. Pertama, Belanda semakin mencampuri urusan internal Keraton Yogyakarta.

Alasan kedua, akibat pengaruh Belanda, beban pajak yang ditanggung rakyat menjadi sangat berat. Oleh karena itu, perlawanan rakyat Jawa (Perang Jawa) sudah mulai tertanam bibitnya.

Adapun penyebab utama pecahnya Perang Diponegoro adalah pemasangan patok oleh Belanda di atas makam leluhur Pangeran Diponegoro. Berikut penjelasan sebab khusus Perang Diponegoro.

Penyebab Khusus Perang Diponegoro

Seperti yang telah disebutkan, penyebab khusus Perang Diponegoro adalah tidak terimanya Pangeran Diponegoro terhadap pemasangan patok-patok Belanda di atas pemakaman para pendahulunya.

Bukan hanya itu, sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro adalah rencana pembangunan rel kereta api. Nahasnya, pembangunan jalan berbatu itu mengenai kediaman nenek pangeran.

Perlawanan Diponegoro ini mulai berlangsung sejak 20 Juli 1825 silam. Perang Diponegoro dipimpin oleh pangeran itu sendiri, kemudian dilengkapi dengan berbagai pengikut dan berstrategi gerilya.

Kronologi Perang Diponegoro

Anthonie Hendrik Smissaert, Residen Yogyakarta yang merupakan orang Belanda, berniat membangun jalan kereta api. Rencana ini ditentang oleh Pangeran Diponegoro lantaran rel kereta api tersebut mengenai area kediaman neneknya di Tegalrejo.

Perang Jawa tak dapat dihindari, dimulai pada 20 Juli 1825. Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya menerapkan strategi gerilya untuk menghadapi Belanda yang jelas lebih unggul jumlah prajurit dan persenjataan.

Kubu Pangeran Diponegoro bermarkas di pedalaman Goa Selarong, suatu kawasan pegunungan (di wilayah Pajangan, Bantul) yang terletak sekitar 26 kilometer ke arah barat daya dari Keraton Yogyakarta.

Beberapa tokoh pahlawan yang berandil besar membantu Pangeran Diponegoro antara lain Kyai Mojo dan Alibasah Sentot Prawirodirjo. Sedangkan pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock.

Pasukan Diponegoro selalu bergerak, masuk keluar hutan, naik turun gunung, dan menjelajahi banyak wilayah, dari Yogyakarta, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur.

Strategi ini sangat merepotkan Belanda yang terpaksa mengeluarkan banyak biaya untuk membiayai Perang Jawa dan mendatangkan pasukan bantuan.

Belanda terpaksa menarik pasukan yang sedang menghadapi pertempuran di Sumatera Barat yakni Perang Padri -yang digalang oleh para tokoh Minangkabau termasuk Tuanku Imam Bonjol- untuk diperbantukan di Perang Jawa.

Tokoh Perang Diponegoro

Setelah membaca sejarah Perang Diponegoro di atas, terdapat sejumlah tokoh yang terlibat dalam pertempuran ini. Berikut ini daftar tokoh yang tercatat namanya dalam sejarah tersebut.

Pihak Pangeran Diponegoro:

  • Pangeran Diponegoro
  • Pangeran Mangkubumi
  • Pangeran Adinegoro
  • Ngabehi Mangunharjo
  • Pangeran Ronggo
  • Pangeran Panular
  • Suryodipuro
  • Adiwindo

Pihak Belanda:

  • Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock

Akhir dan Dampak Perang Diponegoro

Perlawanan Pangeran Diponegoro semakin menipis lantaran Belanda berusaha menguatkan militernya. Satu demi satu, pimpinan pasukan Diponegoro tertangkap, termasuk Kyai Mojo dan Alibasah Sentot Prawirodirjo.

Belanda menawarkan gencatan senjata. Pangeran Diponegoro yang semula kukuh akhirnya bersedia demi keselamatan pasukan dan pengikutnya. Ia mau diajak berunding dengan syarat keluarga dan para pengikutnya dibebaskan.

Tanggal 28 Maret 1830, diadakan perundingan antara Pangeran Diponegoro dan Jenderal De Kock di Magelang, Jawa Tengah. Rupanya, ini taktik licik Belanda. Pangeran Diponegoro yang tidak bersenjata justru ditangkap.

Ditahannya Pangeran Diponegoro otomatis membuat Perang Jawa yang melelahkan dan telah belangsung selama 5 tahun (1825-1830) berhenti.

Dikutip dari Sulawesi: Island Crossroads of Indonesia (1990) karya Toby Alice Volkman, Pangeran Diponegoro diasingkan ke Manado. Kemudian dipindahkan ke Makassar, hingga wafat pada 8 Januari 1855.

Menurut MC Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia since 1300 (1981), secara keseluruhan dampak Perang Jawa telah merenggut 200.000 korban jiwa. Di antaranya 7.000 orang dari pihak pribumi dan 8.000 orang dari pasukan Belanda.

Perang Diponegoro bagi pihak Belanda membawa akibat terkurasnya banyak sumber daya. Pasukan maupun uang pihak asing yang kian tipis ini menyebabkan pemerintah kolonial terdampak krisis keuangan.

Baca juga artikel terkait PERANG JAWA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Edusains
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yuda Prinada