Menuju konten utama

Biografi Pangeran Diponegoro: Jejak Hidup hingga Akhir Hayatnya

Berikut adalah biografi Pangeran Diponegoro yang menjadi salah satu pahlawan nasional serta akhir kisah perjuangannya dalam melawan penjajah.

Biografi Pangeran Diponegoro: Jejak Hidup hingga Akhir Hayatnya
Ilustrasi Pangeran Diponegoro. tirto.id/Sabit

tirto.id - Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pahlawan nasional. Nama asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas Mustahar.

Namanya dikenang dalam buku-buku sejarah karena pernah memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa yang berlangsung mulai 1825 sampai 1830.

Berikut ini akan diulas singkat tentang biografi Pangeran Diponegoro, mulai dari jejak hidup hingga akhir perjuangan Pangeran Diponegoro.

Biografi Pangeran Diponegoro Singkat

Pangeran Diponegoro lahir di Kaputren, Keraton Yogyakarta saat fajar menjelang ketika sahur pada 8 Muharam 1200 H atau tanggal 11 November 1785 antara pukul 3.30-4.00.

Menurut Peter Carey dalam tulisan "Percakapan dengan Diponegoro (2022)", hari kelahirannya dianggap sangat beruntung dalam penanggalan Jawa karena bertepatan dengan bulan Sura, yang merupakan bulan pertama tahun Jawa menandai awal dari pendirian kerajaan serta awal dari gelombang sejarah baru.

Kelahirannya pada Jumat Wage memiliki makna penting dalam catatan almanak atau primbon Jawa yang digunakan secara modern.

Ia adalah anak lelaki paling tua dari keturunan Sultan Hamengkubawana III atau Raden Mas Suraja. Sedangkan nama ibunya adalah RA Mangkarawati, seorang garwa ampeyan (selir).

Kendati anak sultan, ia tidak ingin hidup dengan segala kemewahan yang biasa dirasakan keluarga kerajaan.

Berdasarkan catatan, Pangeran Diponegoro disebut sebagai pangeran Kesultanan Yogyakarta dan kelak akan menjadi raja. Namun, dengan cara halus Diponegoro menolak karena merasa tidak pantas selaku anak selir.

nama asli pangeran diponegoro, Pangeran Diponegoro dijuluki sebagai apa? ksatria piningit atau ksatria tersembunyi, akhi perjuangan pangeran diponegoro, biografi pangeran diponegoro, pangeran diponegoro lahir di, pangeran diponegoro wafat di

Terkait Pangeran Diponegoro dijuluki sebagai apa semasa hidupnya, seperti dikutip dari Buku "Serial Teladan Pahlawan Nasional: Pangeran diponegoro (1785-1855)", julukan bagi Pangeran Diponegoro adalah Satria Piningit Perang Jawa yang melambangkan optimisme dan terwujud dalam figur seseorang yang memancarkan kemuliaan serta tidak terbantahkan.

Dalam sejarah, ia pernah memendam benci terhadap kolonialisme Belanda yang menjajah Kerajaan Nusantara, dalam hal ini terkait Kesultanan Yogyakarta.

Ketika Sultan Hamengkubowono IV atau Raden Mas Ibnu Jarot naik tahta di usia 10 tahun, Belanda ikut campur urusan politik kerajaan peninggalan ayahnya hingga membuat Diponegoro naik pitam.

Terkait hal ini, Sagimun dalam Pahlawan Dipanegara Berjuang (1965) mengungkapkan alasan lengkapnya. Pangeran Diponegoro menyuarakan perlawanan karena Belanda datang mengatur internal kerajaan dan juga menetapkan beban pajak kepada rakyat dengan jumlah yang tidak sedikit.

Selain benci Belanda, ia juga diklaim tidak suka dengan bangsa Tionghoa yang ada di Jawa. Keterampilan orang-orang Tionghoa dalam mengatur keuangan sering memeras masyarakat Kesultanan Yogyakarta.

Terungkap dalam Nusantara: Sejarah Indonesia (2008:320) karya Bernard H.M., mereka kerap memeras dengan aturan pajak tol yang tidak masuk akal.

Mengenai kebencian Diponegoro terhadap Tionghoa, ternyata tidak bisa digambarkan secara benar. Faktanya, Peter Carey dalam Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 (2019:727) menerangkan, tidak secara gamblang kebencian tersebut dianggap benar.

Sebab, kata dia, perlakuan Diponegoro kepada orang-orang Tionghoa juga baik. Bahkan, seiring perjalanan Perang Diponegoro mereka menjadi mitra bisnis dan membantu Diponegoro dengan ikut masuk menjadi tentara ketika pertempuran melawan Belanda terjadi.

Akhir Perjuangan Pangeran Diponegoro

Aksi yang dijalankan Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya di Jawa membuat Belanda kewalahan. Pada 28 Maret 1830, Belanda mengajak Diponegoro melakukan gencatan senjata lalu mengadakan perundingan.

Belanda ternyata hanya memberi janji manis kepada Diponegoro ketika itu. Penjajah tersebut bukan mengadakan perundingan, namun malah menangkap Pangeran Diponegoro yang datang tanpa membawa senjata.

Saat itu, Perang Diponegoro pun dikatakan sudah sampai pada akhir perjuangannya karena pemimpinnya berhasil ditahan di Batavia hingga 3 Mei 1830.

Berdasarkan catatan Toby Alice dalam Sulawesi: Islan Crossroads of Indonesia (1990), Pangeran Diponegoro setelah itu diasingkan ke Manado, lalu dipindahkan ke Makassar.

Melengkapi itu, tahun 1833 di Makassar, benteng Rotterdam, Diponegoro hidup bersama istri, dua anaknya, dan 23 pengikutnya.

Pada 8 Januari 1855, Pangeran Diponegoro meninggal dunia. Berdasarkan Surat Keterangan (SK) yang tertulis dalam Pahlawan Dipanegara Berjuang (1965) karya Sagimun, usia lanjut adalah penyebab wafatnya Diponegoro.

Pangeran Diponegoro wafat di Makassar saat usianya 69 tahun. Lokasi pemakaman Pangeran Diponegoro berada di Pemakaman Kampung Melayu, Wajo, Makassar, Sulawesi Selatan.

Menurut catatan profil, pada 6 November 1973, Pangeran Diponegoro diresmikan namanya menjadi salah satu Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No.87/TK/1973.

----------------------------------------------------------------

Kilas Sejarah Pangeran Diponegoro

  • Perang Diponegoro (1825-1830)
  • Ditawan Belanda di Batavia atau Stadhius (8 April-3 Mei 1830)
  • Diasingkan di Benteng Fort Nieuw Amsterdam, Manado (12 Juni 1830-20 Juni 1833)
  • Dipindahkan ke Benteng Fort Rotterdam, Makassar dan menetap (12 Juli 1833-8 Januari 1855)
  • Meninggal dunia (8 Januari 1855)

Baca juga artikel terkait PANGERAN DIPONEGORO atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Alexander Haryanto
Penyelaras: Dhita Koesno