tirto.id - Bupati Pati, Sudewo, gagal dimakzulkan setelah DPRD Kabupaten Pati hanya merekomendasikan perbaikan kinerja. Mengapa tuntutan masyarakat itu gagal? Berikut alasannya.
Pada Jumat (31/10/2025) lalu, DPRD Kabupaten Pati menggelar sidang paripurna guna membahas hasil kerja Pansus Hak Angket terkait pemakzulan Sudewo.
Ketua DPRD Kabupaten Pati, Ali Badrudin, menyatakan dalam rapat tersebut bahwa pihaknya telah bersepakat untuk tidak mengambil langkah pemakzulan.
"Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Pati telah menyetujui pendapat anggota DPRD Kabupaten Pati berupa rekomendasi atau perbaikan kinerja Bupati Pati untuk di tahun-tahun berikutnya," kata Ali dalam rapat yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat DPRD Pati.
Dengan keputusan tersebut, tuntutan masyarakat Pati untuk melengserkan Sudewo karena kebijakan kenaikan pajak daerah dan pernyataan kontroversial kemudian dianulir.
Alasan DPRD Pati Tidak Makzulkan Sudewo & Perjalanannya
Alasan DPRD Pati tidak memakzulkan Sudewo adalah karena mayoritas anggota legislatif daerah tersebut memilih untuk hanya memberikan rekomendasi perbaikan diri.
Jalannya sidang paripurna pada Jumat lalu itu sempat diwarnai tidak tercapainya mufakat. Oleh karenanya, jalannya sidang dilanjutkan dengan pemungutan suara atau voting.
Dalam pemungutan suara itu, sebanyak 36 dari 49 anggota dewan memilih opsi rekomendasi perbaikan diri. Hanya 13 anggota dewan yang didominasi Fraksi PDIP yang mendukung pemakzulan.
Dengan hasil tersebut, sebanyak 6 fraksi di DPRD Pati menolak pemakzulan. Sementara itu, fraksi yang mendukung wacana pemakzulan hanya PDIP dan satu orang anggota dewan dari NasDem.
Keenam fraksi yang secara bulat menganulir tuntutan masyarakat Pati untuk melengserkan Sudewo adalah Gerindra, PPP, PKB, Demokrat, NasDem, PKS, dan Golkar.
"Jadi teman-teman Fraksi PDI Perjuangan dalam rapat paripurna pernyataan pendapat, jadi kesepakatannya 13 dari 49, dan 36 berbeda yaitu berupa rekomendasi, dan ini harus diterima," kata politikus PDIP itu.
Setelah rapat paripurna gagal mencapai keputusan untuk memakzulkan Sudewo, aktivis Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) ditangkap polisi pada Jumat malam.
Aktivis yang ditangkap tersebut adalah Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto. Keduanya merupakan koordinator AMPB dan selama ini jadi salah satu aktivis yang vokal menyuarakan pemakzulan Sudewo.
Keduanya ditangkap kepolisian Pati ketika massa AMPB melakukan unjuk rasa pasca sidang paripurna dengan memblokir jalur Pantura.
Menurut Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, keduanya ditangkap karena memblokir Jalan Pantura Pati-Juwana yang merupakan jalur nasional.
Akan tetapi, pasal yang disangkakan untuk keduanya justru berlapis. Ada tiga pasal yang disangkakan kepada keduanya, ketiganya menggunakan KUHP.
Pasal pertama adalah Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang perbuatan menghalangi atau merusak jalan umum. Ancaman pasal ini dapat mencapai 15 tahun bila mengakibatkan bahaya besar dan kematian.
Kedua, polisi juga menggunakan Pasal 160 KUHP tentang perbuatan penghasutan. Ancaman pidana pada pasal ini mencapai 6 tahun.
Ketiga, Botok dan Teguh juga disangkakan dengan Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP tentang keikutsertaan dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan tindak pidana. Ancaman pidana pasal ini mencapai 6 tahun kurungan.
Sebelum dibui pada Jumat, Botok dan Teguh Istiyanto merupakan pentolan AMPB yang aktif ikut serta dalam unjuk rasa besar-besaran di Pati pada 13 Agustus lalu.
Aksi protes yang berlarut di Pati terjadi usai Bupati Sudewo berencana menjalankan kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
Kebijakan itu ramai ditolak masyarakat Pati karena dianggap tidak sensitif dengan kondisi ekonomi masyarakat. AMPB kemudian menggalang aksi unjuk rasa.
Namun, jelang dilakukannya unjuk rasa itu, Bupati Sudewo mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Ia menyatakan tak gentar kalaupun diprotes masyarakatnya sendiri.
Pernyataan itu menyulut kemarahan publik. Unjuk rasa 13 Agustus lalu kemudian dilakukan secara masif dan diikuti ribuan masyarakat Pati.
Tuntutan masyarakat pun bertambah, tidak hanya membatalkan kenaikan pajak, Sudewo didesak oleh masyarakat Pati untuk mundur.
Di tengah unjuk rasa itu, DPRD Pati mengambil keputusan membentuk Pansus Hak Angket guna menghitung peluang pemakzulan Sudewo.
Kemudian, pada 1-2 September lalu, massa AMPB menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK di Jakarta. Mereka datang dari Pati untuk menyerahkan surat berisi desakan agar lembaga anti-rasuah itu menindaklanjuti dugaan korupsi proyek jalur kereta api yang menyeret nama Sudewo.
Unjuk rasa lanjutan kembali terjadi pada 19 September. Massa AMPB kembali turun ke jalan untuk mengawal kerja Pansus Hak Angket DPRD Pati.
Kemudian, pada 31 Oktober 2025, Pansus Hak Angket DPRD Pti menyampaikan laporan hasil kinerjanya dalam rapat paripurna.
Akan tetapi, tuntutan masyarakat Pati untuk memakzulkan Sudewo ditolak DPRD karena mayoritas fraksi tak menyepakatinya.
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Dicky Setyawan
Masuk tirto.id


































