Menuju konten utama

Jurus Karding Lindungi Pekerja Migran Tanpa Eksploitasi

Karding menekankan dua hal dalam kepemimpinannya di Kementerian PPMI, yakni pengurangan pengiriman pekerja migran unskilled dan upaya perlindungan pekerja.

Jurus Karding Lindungi Pekerja Migran Tanpa Eksploitasi
Header Wansus Abdul Kadir Karding. tirto.id/Tino

tirto.id - Kementerian Pelindungan Migran Indonesia berkomitmen melindungi pekerja migran Indonesia dari eksploitasi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang rentan terjadi di luar negeri. Salah satu fokus utama Kementerian baru yang dipimpin oleh Abdul Kadir Karding adalah memastikan negara tujuan memiliki regulasi yang kuat untuk melindungi hak-hak pekerja.

Karding mengatakan, Indonesia memang dilarang bekerja sama dengan negara yang memiliki regulasi lemah terhadap perlindungan pekerja migran sebagaimana ketentuan perundang-undangan saat ini. Oleh karena itu, kerja sama bilateral dengan negara-negara tujuan harus disertai dengan perjanjian yang jelas mengenai job order, penempatan kerja, serta perlindungan kesehatannya seperti apa.

“Lalu kalau ada apa-apa bagaimana? Kita juga perlu kerjasama dengan Keme). Karena gini, pekerja-pekerjaan di luar negeri kalau ada apa-apa itu di Kemenlu yang menangani. Dibantu oleh Kemenaker. Tapi kalau sudah di Indonesia, mau dia legal unprocedural maupun prosedural itu harus kami tangani,” jelas dia dalam Podcats For Your Politics di Kantor Tirto, Jakarta.

Karding menambahkan, untuk meningkatkan perlindungan pekerja migran, pemerintah juga akan menekankan pentingnya pendataan yang akurat. Pekerja migran diharuskan terdaftar dalam sistem informasi (Sisko) agar keberadaan dan status mereka tercatat secara resmi. “Jadi dulu di Malaysia pernah ada pemutihan. Satu juta orang lebih. Jadi yang unprocedural diputihkan menjadi procedural, tapi datanya masuk ke Sisko,” imbuh dia.

Di samping itu, pemerintah juga terus memperkuat perjanjian bilateral dengan negara-negara tujuan pekerja migran. Sebagai contoh, moratorium pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi yang telah berlangsung sejak 2015 sempat dibuka sementara, meski belum efektif. Pemerintah juga memastikan agar pengiriman pekerja migran tetap sesuai dengan aturan yang berlaku dan menghindari modus-modus ilegal seperti visa siara atau visa panggilan.

Bagaimana strategi lain akan dilakukan Kementerian P2MI dalam melindungi pekerja migran hingga rencana Prabowo Subianto di 2029? Berikut petikan wawancaranya bersama Tirto:

Di pemerintahan baru ini ada pergantian dari BP2MI kemudian menjadi Kementerian P2MI. Gimana sih di internal nih Pak atas perubahan dan transformasi ini?

Kita bersyukur bahwa ada perubahan status. Sebenarnya ini komitmen dari Pak Presiden Prabowo. Kalau kita lihat track record beliau ini kan dengan pekerja migran itu hadir membela ya dari sejarah-sejarah sebelumnya, bahkan beliau pernah membebaskan ancaman hukuman mati seseorang. Terus bisa, alhamdulillah bisa kembali ke NTT sana.

Beliau waktu saya dipanggil ke Kertanegara [kediaman pribadi Prabowo], itu memberi dua mandat kepada saya. Pertama itu soal perlindungan. Jadi kata beliau, ‘Mas tolong pastikan kementerian yang akan datang betul-betul melindungi masyarakat kita yang bekerja di luar negeri. Jangan sampai ada eksploitasi, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Itu yang masih menjadi poin ya sampai sekarang?

Itu yang menjadi poin utama beliau. Lalu kedua beliau minta kalau bisa mengurai pengangguran yang ada di dalam negeri. Artinya devisa, devisa ini ditingkatkan. Jadi mungkin informasi ya bahwa tahun ini itu, devisa dari pekerja migran itu Rp227 triliun. Itu nomor dua terbesar setelah migas.

Jadi saya kira political will Pak Prabowo ini menjadi tantangan bagi kita semua, terutama bagi saya selaku pembantu beliau bagaimana memastikan bahwa pengelolaan pekerja migran ini itu kita kelola dari hulu ke hilir.

Jadi supaya maksudnya beliau ini, kenapa sih harus jadi Kementerian? Kan tentu beliau pengen kita fokus. Kita fokus mengurus pekerja migran yang memang jujur peluangnya banyak, tapi masalahnya juga nggak kalah banyak. Peluangnya besar untuk devisa, untuk apa namanya, mengurai pengangguran di negara sendiri. Tapi juga tantangannya sangat-sangat besar. Ini kita urus, nanti Kementerian Ketenagakerjaan mengurusi pekerja dalam negeri.

Maka tentu dengan perubahan ini di internal kami yang pertama itu ingin memastikan bahwa semua regulasi yang menyangkut kewenangan tugas fungsi daripada kementerian ini, segera kita bisa kelola, transformasi kelembagaan, dan semuanya termasuk juga timnya. Kita harus punya tim yang kuat. Karena selama ini kan badan ini operatornya Kemnaker. Jadi ini tim SDM harus baik juga ke depan.

Untuk kantornya apakah masih di MT Haryono pak?

Iya kantornya masih di sana dan yang di depan yang saya pakai itu masih pinjam sama, masih punya Kemnaker. Jadi ya masih sangat terbatas lah, sederhana lah.

Ada kesulitan-kesulitan yang ditemukan nggak pak pada masa transisi ini gitu?

Sampai saat ini nggak ada masalah karena Pak Prabowo memang mendorong kita untuk kerjasama antara kelembagaan, lembaga, kementerian itu juga harus bagus. Jadi tadi barusan teman-teman eselon I kami ketemu dengan eselon I-nya Kemnaker itu dari laporan yang saya terima relatif nggak ada masalah. Kan harus ada yang berpindah tuh dari Kemnaker beberapa kewenangan.

Jadi kewenangan penempatan, kewenangan perlindungan, kewenangan vokasi, kewenangan pemberdayaan, kewenangan yang di luar negeri ataseh. Ini harus smooth dibicarakan secara baik dengan teman-teman yang ada di Kemnaker. Dan bukan hanya itu juga kita mau tidak mau terkait dengan beberapa lembaga yang lain. Karena ini soal data.

Jadi misalnya data soal imigrasi, data soal kerjasama dengan kesehatan, kerjasama dengan dalam negeri, kerjasama dengan banyak pihak misalnya Kementerian Sosial, Basnas, BUMN, dan sebagiannya kita harus bangun kerjasama itu.

Di dalam asas perlindungan ini, ada tiga tahapan yang harus dilalui oleh kami. Tugasnya itu ada empat. Pertama, sebelum dia berangkat, kedua ketika dia ditempatkan, ketiga lalu setelah dia pulang, yang keempat reintegrasi itu pemberdayaannya. Jadi ini yang harus kita lalui.

Nah, problem sekarang adalah data yang ada yang terdaftar itu sekitar 5 jutaan, tapi yang unprocedural, totalnya bisa sampai 5-10 juta. Ini asumsi yang ada. Kita nggak bisa mendata yang unprocedural. Bisa lebih besar dari 10 juta saya kira.

Jadi orang bisa dilindungi, kalau datanya masuk ke kita. Tapi kalau nggak, itu problem. Kita nggak tahu apakah dia warga kita. Kedua, semua yang dikirim ini hari ini ya lebih dari 50 persen itu lost skill. Jadi domestic worker. Itu artinya apa? Itu artinya dia rentan. Karena dia nggak punya skill, pemahaman Bahasa kurang. Literasi, medsos, keuangan, dan lain sebagainya juga pasti lemah. Nah ini menjadi PR besar kami ke depan.

Mungkin akan mundur sedikit nih, soal Kabinet Merah Putih. Mungkin masyarakat ini menilai perpecahan dan penambahan kementerian,itu merupakan suatu fenomena bagi-bagi jabatan. Nah itu Pak Karding melihatnya seperti apa sih dengan kondisi seperti itu?

Jadi Indonesia ini luasnya dan banyak penduduknya kurang lebih sama dengan Eropa Barat. Eropa Barat itu 27 negara. Jadi kalau Indonesia ini mau disamakan dengan Eropa Barat, maka dia punya 27 Kementerian Perlindungan Pekerjaan Migran, 27 Kementerian Keuangan.

Jadi menurut saya filosofi Pak Prabowo memecah itu agar dipastikan semua barang terurus. Semua sektor terurus. Saya misalnya kayak Kemnaker sama ini. Ya masalah tenaga kerja dalam negeri itu kan nggak kurang-kurang dan harus kita akui belum optimal penanganannya sudah begitu bertahun-tahun. Dulu dipecah jadi transmigrasi, kemudian digabung lagi. Sekarang dipecah lagi supaya ada yang ngurusin. Karena selama ini sudah nggak jalan.

Kemudian ini lagi, badan ini misalnya. Itu supaya fokus. Coba bayangkan kalau Kemnaker yang sebanyak itu mengurusi transmigrasi, ngurusi masalah buruh saja misalnya ya, di dalam negeri, terus lagi ngurusin kompleksnya masalah pekerjaan migran, aduh itu berat itu. Jadi maksudnya Pak Prabowo itu adalah beliau ingin ini terurus. Dan yang penting bahwa kerjasama antara lembaga ini berkurang ego sektoral nya. Karena selama ini itu penyakitnya adalah ego sektoral.

Ini bahkan ada cerita itu seorang menteri minta waktu ke menteri lain itu diterimanya setelah 2 tahun. Setelah sekian kali surat, setelah sekalian kali lobi. Itu sesama menteri, kan masalah. Sekarang oleh Pak Prabowo dibuat kita untuk saling cepat. Makanya retret di Magelang itu sebenarnya itu menguatkan kita hubungan-hubungan emosional, hubungan komunikasi. Dan sekarang terbukti, saya udah berapa menteri dengan cepat.

Ada cerita menarik nggak sih pak dari retret di Magelang kemarin itu?

Banyak lucu-lucunya, banyak asiknya.

Yang bisa diteladani mungkin dari sosok Prabowo gitu?

Kalau Pak Prabowo itu menurut saya, beliau ini memikirkan rakyat dan negara ini sudah full ya, maksudnya total jadi beliau sampai bilang, “udahlah jangan mikir saya 2029, yang penting Anda mikirin rakyat, Anda solid untuk loyal kepada negara dan bangsa Kesatuan Republik Indonesia’. Itu yang luar biasa dari Pak Prabowo.

Program 100 hari kerja atau program unggulan yang saat ini sedang dicanangkan?

Saya kira diksi 100 hari nggak tepat ya. Lebih pada quick win ya. Jadi program cepat. Nah memang kita dari belanja masalah yang kita coba lakukan, ada beberapa program yang menurut saya memang penting. Selain transformasi kelembagaan ini harus selesai jadi Struktural Organisasi dan Tata Kelola (SOTK). Perpindahan kewenangan dan konsolidasi itu menjadi sangat penting, itu satu.

Kedua kita ingin memastikan bahwa alur pelayanan itu nggak usah panjang, cepat. Nah oleh karena itu kita lagi mengoptimisasi misalnya Lembaga Terpadu Satu Atap (LTSA). Jadi dan pelayanannya di daerah-daerah. Sehingga orang ini, orang direkrut, mulai dari direkrut sampai pada dilatih, sampai pada mendaftar, itu jangan terlalu jauh, jangan terlalu banyak instansi yang datang, tapi cukup di 1-2 instansi aja udah scepat karena masalah rekrutnya sendiri udah problem. Banyak indikasi tindakan-tindakan pencaloan.

Kedua, tindakan-tindakan si calon ini dipinjami uang begitu banyak dan nanti terbebani setelah itu, sehingga jadi dia problem. Di saat pengurusan juga kalau bertele-tele repot. LPK, Lembaga Pelatihan Kerja. ini harus kita rapikan. Karena apa? Karena kadang-kadang mereka juga menjadi lembaga penyalur. Yang itu yang rata-rata ilegal atau unprocedural. Nah, kalau itu terjadi, maka itulah yang menyebabkan banyak kejadian-kejadian TPPO, banyak kejadian-kejadian unprocedural.

Kemarin kami membebaskan enam orang yang hampir sudah jadi dijanjikan ke Turki, sudah empat bulan diputer-puter gak jelas, sudah pindah-pindah sponsor ke mana-mana, tiba-tiba ternyata tujuannya kehilang. Dan ini tidak ada dokumen semua. Jadi ini salah satu contoh. Dan kami yakin yang seperti ini banyak. Tinggal kita harus proaktif untuk ini.

Berarti di dalam internalnya juga ada penguatan ya pak ya? Untuk pelayanan publiknya, kemudian SDM-nya juga.

Oh ya harus. Jadi sistemnya harus kita kaji ulang, regulasinya harus kita kaji ulang, jangan sampai memberatkan. Kemudian SDM, tim kita juga harus kuat. Dan harus juga kita lengkapi dengan pendataan yang data satu gitu ya. Jadi integrasi semua data yang penting. Karena kalau enggak, kita gak bisa.

Kalau data itu mereka keluarnya unprocedural, gak bisa kita lindungi. Gak bisa sama sekali. Jadi dia harus, sisko istilahnya di tempat saya. Jadi sistem komputer yang kita harapkan ini mau kita kembangkan yang nanti kira-kira ginilah. Kalau ada orang kita bekerja di Jerman misalnya, atau di Malaysia misalnya. Ketika ada perlakuan tidak baik, panic button. Cek, ketahuan. Kalau sekarang gak bisa. Nah, kalau data tentang integrasi itu akan bagus. Itu dari sisi perlindungan.

Jadi sekarang sedang diupayakan?

Kita lagi menyusun kerangka ideal sistemnya yang bagus karena nggak mungkin kan ngurusin orang 10 juta atau 5 juta dengan model manual. Nggak bisa lagi. Sekarang harus pakai digital.

Apa sih strategi P2MI dalam penguatan diplomasi ketenagakerjaan di luar negeri?

Selama ini yang kita publikasi terus adalah eksploitasinya, perlakuannya. Nah, ke depan ini harus diimbangkan. Kita sudah harus mulai bahwa yang bekerja di luar negeri itu terutama yang skill atau high skill, itu pulang mereka itu memberdayakan banyak keluarga mereka, teman-teman mereka. Jadi sebenarnya itu yang perlu kita jual.

Kedua, kita harus agresif di dalam mencari pasar-pasar baru yang manusiawi. Apa yang disebut manusiawi itu? Pasar-pasar baru kita mengirim berbanyak yang kalau bisa yang skill atau high skill sementara yang low skill ini kita kurangi pelan-pelan walaupun nggak bisa cepat.

Nah, makanya kunci perlindungan itu adalah seseorang itu akan pasti jauh lebih bagus kalau dia memahami bahasa. Memahami budaya setempat, negara setempat. Dan punya skill. Itu lebih dari 50 persen masalah perlindungan selesai. Yang banyak kena masalah ini kan yang unprocedural dan low skill. Jadi kuncinya itu di pelatihan ini, tapi pelatihannya kami hanya yang khusus yang mau berangkat aja.

Contoh pelatihannya seperti apa?

Pelatihan, misalnya pelatihan perawat, perikanan, care worker, kemudian operator, macem-macem lah. Jadi banyak pelatihan yang bisa kita buat, tapi khusus yang untuk migran saja. Pelatihan yang untuk pekerja yang siap bekerja dalam negeri itu teman-teman Kemnaker. Jadi dua-duanya melakukan pelatihan, cuma memang harus dibatasi. Bahwa jangan nanti kementerian saya tiba-tiba orang yang mau melatih masuk kerja dalam negeri juga dilatih nih, itu tidak boleh bukan kewenangannya.

Nah, ada lagi satu yang menjadi PR saya ini soal pelatihan ini. Rata-rata misalnya ke Jepang. Tadi saya ketemu Dubes Jepang. Saya ketemu Dubes Jepang itu yang berangkat perorangan jauh lebih banyak daripada G2G daripada ini. Jadi mereka berangkat sendiri. Nah ini yang harus kita antisipasi. Karena awalnya mereka berangkatnya magang. Magang tiba-tiba di sana bertransformasi bekerja. Bahkan perpanjangan berikutnya jadi bekerja.

Rakor Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan Menhub

Menteri Perlindungan Pekerja Indonesia (PPMI)/Kepala BP2MI Abdul Kadir Karding (kiri) didampingi Wakil Menteri PPMI/Wakil Kepala BP2MI Christina Aryani (tengah) berbincang dengan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi (kanan) seusai menggelar rapat koordinasi di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (15/11/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU

Itu masih banyak yang tidak terdeteksi ya pak?

Itu sudah terdeteksi sama kita itu, karena magang. Karena magang kan enggak menjadi kewenangan kami sekarang ini. Belum menjadi kewenangan. Nah itu juga problem. Nah, misalnya orang ke Arab. Menelepon visa. Jadi undangan kan? Lalu visa umroh. Visa tiara. Kan tiba-tiba dia dikasih visa kerja oleh pemberi kerja di sana perorangan. Kita nggak bisa. Nah itu yang menjadi PR-PR besar kami hari ini.

Kemudian mengatasinya bagaimana? Apakah ke depannya ada kerjasama dengan kementerian lain? Atau mungkin stakeholders terkait seperti apa?

Harus. Misalnya ya kita harus bekerjasama dengan imigrasi. Imigrasi dan kementerian Luar Negeri. Imigrasi itu ada ide bagus nih, bahwa semua orang yang mau mengurus paspor dengan tujuan melancong, harus punya uang minimal Rp50 juta ditabungkan selama 3 bulan. Kan nggak mungkin orang melancong uang Rp10 juta. Nggak mungkin. Pasti itu penyelundupan orang itu. Misalnya ke Kamboja jadi operator judi itu kan. Itu salah satu cara.

Cara yang kedua adalah perbatasan-perbatasan ini memang harus kita kunci betul. Misalnya daerah Kalimantan Timur, Nunukan, Batam, yang lompat sudah Singapura, Malaysia, gitu. Nah ini harus kita betul-betul banyak PR-nya lah. Harus kita jaga ya.

Bagaimana Pak Karding melihat kerjasama bilateral itu tujuannya untuk meminimalisir gitu, eksploitasi dan kekerasan mungkin para pekerja-pekerjaan di luar negeri, apalagi yang belum memiliki regulasi yang memadai itu. Kalau Pak Karding melihatnya seperti apa?

Ya memang di Undang-Undang kita dilarang bekerjasama dengan negara yang Undang-Undangnya atau regulasinya lemah terhadap perlindungan. Oleh karena itu, memang disyaratkan dalam Undang-Undang itu untuk bekerja sama terutama nanti bilateral kita harus memastikan job order nya apa. Siapa yang memberi kerja, kesepakatan kerjanya seperti apa, penempatan kerjanya seperti apa, perlindungan kesehatannya apa.

Lalu kalau ada apa-apa bagaimana? Kita juga perlu kerjasama dengan Kemenlu. Karena gini, pekerja-pekerjaan di luar negeri kalau ada apa-apa itu di Kemenlu yang menangani. Dibantu oleh Kemenaker. Tapi kalau sudah di Indonesia, mau dia legal unprocedural maupun prosedural itu harus kami tangani. Karena itu warga negara Indonesia. Itu lagi-lagi PR.

Dari P2MI kemudian bagaimana memastikan bahwa pekerja migran di Indonesia ini bisa terlindungi di luar negeri, apalagi negara-negara yang mungkin dulunya punya record yang buruk gitu terhadap pekerja-pekerja kita?

Ya satu, suka tidak suka kita harus memaksa mereka masuk sistem dulu. Masuk Sisko, datanya. Jadi dulu di Malaysia pernah ada pemutihan. Satu juta orang lebih. Jadi yang unprocedural diputihkan menjadi procedural, tapi datanya masuk ke Sisko.

Kedua, kita harus ngelatih orang berskill berangkat atau paham bahasa minimal lah berangkat. Ketiga, kita harus perkuat perjanjian bilateral kita. Jadi misalnya gini, ini Arab Saudi sekarang moratorium dari 2015. Sempat dibuka sebentar kemarin, tapi tidak efektif.

Moratorium itu artinya perhentian. Tapi apa yang terjadi? Tetap ada yang berangkat banyak, ribuan per bulan masih ribuan orang berangkat dengan modus tadi itu siara, calling visa. Nah kita mau buka.

Ada syaratnya nggak pak untuk dibuka kembali?

Satu syaratnya minimal gajinya tidak boleh kurang dari 1.500 riyal. Kalau sekarang berarti sekarang berapa gajinya? Ya kalau sekarang ada yang Rp3 juta, Rp4 juta, Rp5 juta. Kalau Rp1.500 itu Rp7,5 juta. Kedua kita harus pastikan bahwa di sana itu pemberi kerjanya perusahaan. Lalu yang ketiga, mereka juga melindungi ada asuransinya kesehatan.

Gini, semua PMI itu sebelum berangkat harus terdaftar di BPJS. Tetapi BPJS ini, dia hanya dalam negeri. Dia nggak bisa meng-cover sampai sana. Nah kita harus dorong supaya perusahaan-perusahaan luar itu juga cover itu. Kalau di Hongkong dan Taiwan itu negara. Negara mengcover. Jadi semua kebutuhan perusahaan itu di-cover.

Kemudian upaya yang akhirnya dilakukan untuk bisa cover itu?

Jadi kita lagi membentuk tim. Kan ini saya baru 10 hari ini. Kaji masalahnya apa, lalu kita buka saja. Tapi persyaratannya ketat. Salah satunya, saya lagi mengusulkan ke Mempan-RB sebenarnya. Di SOTK itu ada direktorat khusus domestic worker. Jadi antara domestic worker dan pekerja-pekerja high skill maupun yang berketerampilan ini, treatmentnya menurut saya harus dibedakan.

Jadi nggak perlu, kalau yang sudah terampil ini, ya mereka udah nggak usah terlalu sulit, tetapi domestic worker ini harus kita perketat seketat-ketatnya dalam rangka menjaga, perketat di dalam, perketat perjanjiannya, penempatannya, dan kita harus yakin betul bahwa di sana mereka betul-betul bekerja sesuai dengan perjanjian kerja dan perjanjian penempatan. Itu harus kita pastikan.

Nah oleh karena itu mereka harus masuk sistem kita. Kalau nggak, nggak bisa. Nanti juga kita harus sampai pada detail nanti. Ini kalau mereka ini dipekerjakan oleh perusahaan, kalau perusahaan ngoper ke misalnya majikannya, kita harus tahu ini majikannya di mana, siapa, jangan nanti dioper lagi, dioper lagi, kasian. Kan banyak kasus tuh tenaga kerja kita disandera, dia punya dokumen sehingga nggak bisa apa-apa.

Jadi sebenarnya memang menurut saya banyak masalah. Walaupun juga itu tadi, kita akan membuka ke negara-negara yang ramah terhadap pekerja migran ke Amerika, ke Kanada, ke Polandia, ke Austria, ke Jepang, Korea, ya pokoknya yang Eropa lah. Nah itu kita mau buka ke sana nanti. Ini kita sedang membangun tim kerjasama.

Tapi juga saya berharap sebenarnya gini atase itu fungsinya meningkat lebih signifikan. Dia bisa menjadi intelijen ekonomi kita, dia bisa menjadi promosi kita, promosi kita di sana. Dia bisa menilai mana perusahaan yang layak atau tidak. Selain fungsi-fungsi domestik yang selama ini sudah kita berikan oleh Undang-Undang. Misalnya dia bisa advokasi kalau ada apa-apa, menangani kalau ada apa-apa cepat gitu. Dia bisa berdiplomasi dengan negara lain atau dengan perusahaan. Itu kita kita harapkan sejauh itu nanti. Tentu dengan tetap berkoordinasi dengan Kemenlu.

Kemudian dari P2MI bagaimana untuk memastikan penyalurnya, Pak? Agar mematuhi aturan.

Jadi gini. Ini direkrut dari desa. Namanya pakai sponsor. Sponsor ini kadang-kadang banyak yang nakal juga. Kerja sama dengan oknum-oknum di desa. Kedua dia harus dilatih LPK. LPK ini masalahnya adalah izinnya yang keluarin pemerintah daerah. Jadi kita tidak punya alat kontrol menegur mencabut. Ini kita lagi bicarakan mudah-mudahan bisa ditarik.

Habis itu LPK ini ngasih ke perusahaan P3MI. Jadi kalau menurut saya LPK ini harus diakreditasi dan orang-orang pegawainya harus disertifikasi. Jadi ada dua ya, kalau lembaga akreditasi orangnya harus diakreditasi. Begitu pula di P3MI namanya, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran. Itu jua lembaganya harus diakreditasi dan orang-orangnya harus disertifikasi. Kalau tidak, repot.

Kadang-kadang begini, perusahaan penempatan itu yang dijadikan manajer adalah OB-nya, petugas keamanannya. Jadi dia nggak ngerti masalah. Karena bayarannya murah kan? Kita pengen yang dijadikan manajer yang paham ini soal buruh, pekerja. Kita pengen akreditasi. Nanti kami ingin ada pemeringkatan. LPK kita peringkat. Kemudian P3MI kita peringkat. Misalnya pelat putih, pelat kuning, dan merah. Pelat putih berarti sehat. Kita akan support total sepanjang dia sehat. Pelat kuning kita akan bina. Pelat merah kita potong. Begitu pula LPK, yang nakal kita potong.

Untuk menentukan, katakanlah perangkingannya, itu apa saja?

Nanti kita pakai luar. Dan habis itu kita masukkan dalam sistem kita. Jadi yang memotong mereka sistem. Bukan kita. Sistem yang dibangun oleh kementerian ini.

Eksploitasi, TPPO, mungkin itu masih menjadi poin yang sangat krusial sekarang yang masih harus perlu ditangani lebih lagi. Bagaimana sih P2M ini memastikan pekerja migran kita tidak ditempatkan di wilayah konflik, pak?

Oh itu kan nggak boleh memang. Kalau ada konflik, kita tidak akan ngasih izin perusahaan menempatkan, atau orang per orang menempatkan. Nggak boleh, kita akan strict. Nggak mau kita. Misalnya kalau suruh ke Ukraina sekarang ini, atau mungkin disuruh ke Lebanon, mungkin kita akan hitung. Kita harus punya peta ya. Peta di mana yang aman, mana yang setengah aman, mana yang sama sekali tidak aman. Kan ada 100 negara lebih tuh tujuan PMI kita tuh.

Masih banyak sekali mungkin yang belum ditarik yang tadi ilegal?

Banyak. Lebih banyak daripada yang prosedur. Lebih banyak. Prosedur kita 5 jutaan. Tapi ilegal kita bisa lebih dari itu.

Kemudian bagaimana menariknya? PMI yang masih ilegal itu?

Bisa pemutihan, bisa pakai PMK, Peraturan Menteri Keuangan. Jadi ada peraturan Menteri Keuangan merelaksasi, apa namanya, pekerja migran yang mau ngirim barang. Itu tiap tahun dikasih 24 juta, tapi syaratnya harus masuk di Sisko. Nah setahun ini kita dapat 30 ribu. Jadi itu salah satu cara pemutihan atau pakai PMK atau mungkin ada cara-cara lain nanti yang bisa untuk memasukkan data itu. Atau kita bekerjasama dengan Kemenlu.

Jadi mungkin ke depan saya akan buat peraturan yang memastikan bahwa seluruh calon pekerja migran itu harus wajib dengan segala cara yang kita pakai, harus bagaimana caranya kita daftar. Kalau lolos di sini, di luar negeri harus kita pastikan terdaftar. Nah kalau lolos dari situ, nah itu sudah kita harus cari cara lain.

Ini kemudian pembagian tugasnya bersama wamennya bagaimana pak?

Wamen saya dua. Satu, Ibu Christina. Itu mantan anggota DPR di Komisi 1. Jadi beliau ini sudah biasa menangani. Sudah saya bilang, silahkan tangani yang di luar negeri. Beliau jaringannya juga bagus. Kemudian yang kedua Pak Dzulfikar. Beliau adalah aktivis. Dia bisa menangani dalam negeri, baik itu terutama pemberdayaannya dan apa namanya, sebelum dia berangkat. Jadi malah senang saya banyak muamen, jadi banyak bantu. Karena masalahnya banyak. Dan cita-cita kita besar soal ini nih. Karena Pak Prabowo bilang harus buka pasar yang sebanyak-banyaknya yang bagus, itu kan cita-cita ya.

Kemudian koordinasi dengan Kemenaker, mungkin bagaimana pak kalau dari P2MI?

Kita jalan. Semua lembaga adalah mitra kita dan harus ada komunikasi yang intens, koordinasi yang baik, dan saling pengetahuan antara lembaga-lembaga itu penting.

Mungkin kalau boleh melihat gitu ya 5 tahun ke depan, ada nggak sih tantangan-tantangan lain yang mungkin sudah diprediksi, yang akan dihadapi ke depan dari P2MI itu seperti apa?

Jadi saya nanti akan menurunkan dua hal ini. Devisa, perlindungan. Devisa itu artinya saya harus punya proyeksi setiap tahun saya bisa memberangkatkan berapa orang unskilled. Setiap tahun berapa yang unskilled bisa dikurangi. Itu harus saya punya. Negara mana, pekerjaannya apa, jumlahnya berapa, dan sumber daya yang kita ambil dari mana. Itu yang devisa.

Perlindungan saya juga harus memastikan. Semakin tahun, harus menurun. Memang masalahnya tetap yang di-unprocedural. Itu masalah kita.

Deportasi 118 PMI dari Malaysia

Sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang dideportasi dari Malaysia tiba di Pelabuhan Pelindo Dumai, Riau, Sabtu (29/6/2024). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.

Harapan Pak Karding untuk pemerintahan yang baru ini, terutama P2MI, seperti apa ke depannya?

Harapan saya sebagai Kementerian baru ini bisa banyak melakukan perubahan-perubahan, terutama yang dampaknya kepada masyarakat pekerja kita yang di luar negeri dan sepulangnya mereka juga.

Jadi gini, orang pulang belum tentu sejahtera. Ada yang pulang bawa anak. Ada yang pulang miskin lagi. Ada yang pulang cerai. Nah oleh karena itu, kita harus punya satu pola bagaimana caranya masyarakat kita ini kalau pulang itu justru bisa membantu keluarganya.

Nah ini sedang kita cari skema keuangan, kemudian literasi keuangan. Saya itu idealnya pengennya orang bekerja di satu negara itu langsung gajinya itu, penghasilannya itu di-auto debit untuk living cost-nya di sana, yang bantu keluarga berapa, lalu yang untuk tabungan modal usaha berapa, kalau bisa untuk bisa buat rumah juga. Langsung auto debit. Kita lagi cari-cari caranya bisa nggak? Kalau bisa itu kan ideal, sehingga nggak kayak sekarang. Uangnya habis, kadang-kadang dipakai oleh anaknya oknum, anaknya nakal atau suaminya kawin lagi, dan sebagainya. Itu banyak kejadian kan? Itu banyak kejadian.

Nah ini harus kita cari dan sampai di sini kita akan carikan akses modal, kita latih keterampilannya, dan kita sebelumnya kita rehat. Kita kan kerjasama dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Andrian Pratama Taher