tirto.id - Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding mengingatkan sebaran berita palsu (hoaks) yang makin mengkhawatirkan mesti menjadi bahan evaluasi bagi pers berbenah diri. Sebab maraknya hoaks menandakan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pers.
“Tingkat kepercayaan terhadap jurnalisme profesional di Indonesia cukup rendah,” kata Karding dalam sesi diskusi “Peran Media Mengawal Demokrasi yang Konstruktif Tanpa Hoax”, Rabu (24/7) di Jakarta.
Karding mengacu survei The Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) tahun 2017. Ia mengatakan kepercayaan masyarakat terhadap media massa berada di angkat yang mengkhawatirkan. Kepercayaan terhadap pers berada di angka 67% di bawah lembaga kepolisian yang berada di angka 70 %. Sedangkan peringkat terendah ditempati partai politik (45%), parlemen (55%), dan pengadilan (65%).
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pers menurut Karding disebabkan beberapa faktor. Pertama, polarisasi masyarakat yang menguat karena politik. Dalam situasi political corretness seperti saat ini masyarakat hanya ingin tahu apa yang mereka inginkan.
Kedua, sikap partisan media terhadap politik yang disebabkan faktor pemilik. Ini menjadi tantangan bagi jurnalisme bagaimana mereka menjaga mutu independensi di tengah kepentingan pemilik media. Ketiga, rendahnya tingkat literasi masyarakat di Indonesia. “Penelitian Program for International Student Assessment (PISA) menyebut Indonesia berada pada ranking 62 dari 70 negara yang disurvei,” ujarnya.
Meski demikian Karding mengatakan bukan berarti peran media massa mengatasi hoaks sepenuhnya suram. Media massa bisa tetap memainkan perannya dalam meredam hoaks yang berkembang di masyarakat. Caranya: Pertama, meningkatkan profesionalisme para jurnalis dalam bekerja. “Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor bagaimana industri pers menjamin kesejahteraan para jurnalisnya,” kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf ini.
Kedua, kata Karding, pers harus menjaga independensi politik redaksi dari kepentingan yang tidak berkaitan dengan publik, termasuk pemilik media.
Ketiga, meningkatkan mutu laporan jurnalisme. Salah satu esensi yang paling membedakan antara laporan di media sosial dengan media massa adalah para jurnalis bekerja dengan standar kaidah dan metode jurnalistik yang baku. Sehingga mutu dari laporan mereka menjadi prima secara informasi.
Keempat, berhati-hati dalam menyampaikan informasi. Mengacu laporan dewan pers, media massa sudah saatnya introspeksi diri untuk tidak melulu mengejar kecepatan dalam menghadapi persaing. “Tim redaksi mesti bekerja lebih ketat memeriksa fakta-fakta yang mereka dapat,” ujarnya.
Editor: Gilang Ramadhan