Menuju konten utama

Purbaya Bicara APBN, Hidup Frugal hingga Tips Rp100 Juta Pertama

"Teman-teman Gen Z dan teman-teman yang muda kayak saya, belanja yang benar. Jangan takut ketinggalan, jangan FOMO. Masa depan Anda akan cerah."

Purbaya Bicara APBN, Hidup Frugal hingga Tips Rp100 Juta Pertama
Header Wansus Purbaya Yudhi Sadewa. tirto.id/Tino

tirto.id - Dari frugal living hingga utang negara. Purbaya Yudhi Sadewa tahu betul caranya menjelaskan hal-hal kompleks menjadi sederhana. Mungkin karena itu, sosoknya pernah dijuluki sebagai ekonom jalanan. Dan ketika resmi menduduki kursi Menteri Keuangan, ia dinilai sebagai antitesis penuh dari pendahulunya, Sri Mulyani Indrawati, yang terkesan—setidaknya oleh beberapa komentar warganet di media sosial—kaku dan 'berjarak'.

Kami menemui Purbaya di kantornya pada Selasa, 4 November 2025, untuk bertanya hal-hal yang dekat dengan keseharian masyarakat, mulai dari cara mengelola utang, tabungan hingga investasi. Keyakinan kami sederhana: jawaban-jawabannya niscaya memiliki kaitan pada bagaimana Purbaya mengatur ribuan triliun pendapatan dan belanja negara.

Tentu, saran atau tips yang ia sampaikan dalam wawancara ini tak berlaku untuk semua orang. Yang jelas, kata Purbaya, pemerintah akan terus bekerja agar anak muda punya “masa depan cerah” dan masyarakat bisa kaya bersama-sama. Berikut petikan wawancaranya:

Pengelolaan Keuangan Individu

Sekarang ini banyak orang gajian tapi langsung habis di awal bulan. Kalau menurut Anda, hal pertama yang sebaiknya dilakukan begitu menerima gaji itu apa?

Kita ngomong ekonomi dulu sedikit ya. Jadi selama 20 tahun terakhir ini, mesin ekonomi kita selalu timpang. Di 10 tahun pertama zamannya SBY yang jalan private sector, government-nya enggak belanja betul.

Terus di zamannya Pak Jokowi, government-nya belanja habis-habisan, private sector-nya tidak terlalu tumbuh. Nah ke depan kita akan memastikan dua mesin ini, pemerintah dan private sector tumbuh secara bersama-sama. Itu akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Jadi ke depan harusnya masa depan kita akan baik. Nah kalau masa depannya baik, nanti kan teman-teman Gen Z, yang seumuran saya ya, itu kan akan mendapat penghasilan yang lebih banyak juga. Teman-teman yang lain akan bisa lebih mudah cari kerja.

Nanti kan pasti dapat gaji yang cukup. Nah, nanti kalau sudah dapat gaji cukup, mulailah menabung sedikit-sedikit. Jangan dihabisin.

Ya paling enggak mungkin pertama kalau masih hidup sama orang tua, tabungin aja 50 persen. Biar orang tua yang nanggung. Tapi kalau ada sendiri, ya mulai targetkan lah mungkin 30-50 persen dari uang gajinya ditabungkan setiap bulan.

Di tengah harga-harga yang terus naik, bagaimana cara paling sederhana menjaga daya beli tanpa harus pelit dan menurunkan kualitas hidup? Kan kadang juga ada orang yang frugal living tapi kebangetan?

Ya frugal itu perlu, tapi jangan sampai kelaparan lah hidupnya. Cukup makan, cukup gizi, cukup itu perlu diperhatikan. Karena kesehatan adalah investasi yang jangka panjang yang harus dilakukan sebetulnya.

Jadi frugal perlu, cuma kalau Anda lihat harga-harga naik, ya harga pasti naik terus kan setiap tahun, setiap bulan naik sedikit-sedikit. Tapi saya pikir ke depan naiknya enggak akan terlalu signifikan lagi. Inflasinya akan dijaga di bawah 3 persen, harusnya ada kenaikan harga pun masih akan bagus.

Untuk hedge ke harga, untuk melindungi (uang) ke harga, di mana? Taruh lah di tabungan sebagian, tadi deposito yang bunganya mestinya sedikit di atas inflasi. Jadi enggak tergerus dengan kenaikan harga secara umum. Kalau nanti punya uang lebih, ya sebagian uangnya dipindahkan ke... Orang suka menaruh investasi di emas katanya, taruh aja di situ untuk melindungi terhadap kenaikan harga aja.

Nanti kalau mau investasi yang lebih lanjut, yang lebih agresif lagi, bisa mulai lihat reksadana saham, atau yang paling sebelumnya obligasi pemerintah retail, habis itu mutual fund, reksadana saham, mutual fund, reksadana saham atau reksadana obligasi reksadana saham, terus kalau udah mulai jago, boleh lah mulai investasi di capital market secara langsung di saham. Tapi jangan lupa belajar ilmunya.

Obligasi itu berarti bukan urutan pertama, ya?

Yang paling gampang kan deposito. Itu cair kan? Cair cepat. Obligasi urutan kedua, kenapa? Kadang-kadang harganya naik turun. Kalau Anda misalnya butuh uangnya jangka pendek, dan kebetulan harganya lagi turun kan rugi Anda. Kalau yang aenggak panjang dikit, baru Anda bisa menentukan kapan keluar. Keluarnya pada waktu harganya bagus, kira-kira begitu, jadi investasinya enggak rugi.

Anda juga pernah bilang kalau belanja itu diperlukan, tapi harus sesuai kantong. Kalau menurut Anda, tanda-tanda seseorang sudah belanja melebihi kemampuan itu seperti apa?

Kalau dia mulai utang-utang untuk belanja, untuk flexing-flexing dia ngutang, itu sudah belanja di luar kemampuan, ya. Jadi kalau belanja ya dihitung lah, gajinya berapa, let's say gajinya Rp100, Rp10 juta sebulan lah, ya enggak usah dibelanjakan semua.

Kalau belanja 11 juta ya tetap aja dia boros. Atau Anda punya gaji Rp100 juta, belanjanya Rp200 juta sama aja. Lebih baik Anda punya Rp10 juta, belanjain, let's say, semuanya 60 persen, sisanya Anda tabung, itu kan bagus.

Tapi itu pasti butuh perjuangan. Karena dorongan untuk membeli barang-barang yang bagus, gadget yang menarik, dan pamer ke teman itu amat besar. Jadi Anda kalau beli belanja itu, teman-teman semua, jangan untuk flexing, belanja sesuai kebutuhan.

Kalau mahal pun enggak apa-apa, asal butuh dan bisa memberikan, kalau investasi return yang bagus, misalnya belanja komputer untuk menulis, ya enggak apa-apa, beli komputer yang bagus. Sehingga hasilnya kan tulisnya jadi enak, hasilnya juga bagus tulisannya. Income-nya jadi lebih besar, kalau untuk menulis, misalnya untuk wartawan.

Jadi enggak ada batas, sebetulnya yang jelas, tentukan kebutuhan Anda apa, dan belanja sesuaikan dengan kebutuhan Anda. Makan juga sama, kalau teman-teman kan seneng di kafe buat bergaya. Kalau memang untuk kerja, ketemu teman oke lah, tapi jangan sebentar-bentar ke kafe cuma untuk gaya saja.

Mahal kalau menurut saya sih. Jadi kalau orang yang banyak duit ya enggak apa-apa, tapi kalau ada uang yang enggak cukup ya enggak usah ke sana. Kira-kira begitu.

Kalau penghasilan pas-pasan, dia punya utang, itu sebetulnya lebih baik prioritasnya dia menabung dulu, investasi dulu, atau melunasi utang dulu?

Kalau penghasilan pas-pasan, punya utang ya bayar utang dulu. Kalau investasi itu, return-nya belum tentu setinggi return bunga utangnya itu. Kalau dia bisa menemukan investasi yang pasti baliknya dan di atas bunga utangnya, boleh dia investasi. Tapi kalau enggak, dia bayar dulu utangnya.

Jadi gini, kalau saya utang bunganya 6 persen, terus saya juga punya bisnis atau investasi di mana keuntungannya bisa 20 persen, saya akan jaga, biar saja utangnya dibayar 6 persen dari keuntungan usaha saya.

Jadi mesti hitung semuanya, masukkan nama keluarga seperti apa. Kalau income-nya pas-pasan, anda bilang saya punya utang tadi ya bunganya 6 persen, terus utangnya Rp1.000 perak, terus saya income-nya Rp1.000 perak. Kalau investasi pun, misalnya bunganya bukan 6 persen, 3 persen, rugi saya.

Saya lebih baik kurangi dulu yang 6 persen ini. Jadi manajemen keuangannya tergantung, betul-betul tergantung keadaan. Tapi kita mesti pintar-pintar mana yang mesti diambil. Kalau lebih untung utang, ya utang aja. Tapi kalau lebih jelek, jangan utang. Yang paling jelek kan utangnya sering dipakai untuk kegiatan konsumsi.

Itu yang sebetulnya enggak perlu. Kecuali kita mahasiswa, kiriman dari orang tua belum datang, sudah kelaparan, seminggu ini, aduh sudah ini, bolehlah pinjam sebentar, sampai kirimannya datang. Tapi bukan untuk jangka panjang. Ini untuk keadaan kepepet saja.

Nah, sekarang kan banyak promo pay later. Dari datanya OJK juga itu terus tumbuh, terakhir itu pada bulan Juli kalau enggak salah, tumbuh 30 persen. Itu kan juga membuktikan kalau misalkan minatnya juga semakin banyak dari masyarakat. Kalau menurut Anda, bagaimana cara sehat menggunakan pay later atau kartu kredit?

Jadi saya bilang itu pay later sama dengan kartu kredit ya, kalau pay later lebih gampang lagi malah dapatnya, memperolehnya. Kalau kartu kredit kan mesti ada rekod, ada ini, ada penghasilan, segala macam.

Kalau pay later kan lebih longgar kelihatannya. Itu jelek saya pikir produk itu karena merayu orang kita untuk belanja dan pinjam di bank, atau di produsen kartu pay later tadi, apa namanya, fintech, untuk kadang-kadang barang-barang yang enggak dia perlukan. Jadi kalau ada uang seperti gratis kan kita suka pake-pake, nanti pas ditagih pusing, aduh ditagih, aduh ini pusing.

Jadi kuncinya adalah pakai sesuai dengan kebutuhan. Itu produk-produk jebakan menurut saya pay later itu, produk yang enggak terlalu bagus. Jadi teman-teman Gen Z kayak saya di sana, waspada terhadap keadaan seperti itu.

Menarik, tapi bisa membahayakan kalau teman-teman semua enggak hati-hati. Jadi balik ke apa yang saya katakan tadi, belanja sesuai kebutuhan. Pay later juga enggak apa-apa kalau kepepet. Kalau enggak kepepet, enggak usah.

Jadi kuncinya hati-hati ya?

Hati-hati saja.

Tadi kan pay later. Kalau investasi, ada enggak indikator sederhana yang bisa dipakai sama Gen Z atau Milenial untuk menilai investasi yang cocok dengan kebutuhan mereka?

Jadi begini, kalau investasi yang pertama, dunia investasi itu kejam. Banyak tukang kibulnya. Yang pertama mereka waspadai adalah kalau ada investasi yang menawarkan keuntungan yang terlalu tinggi dan dijamin, pasti bohongnya.

Acuan keuntungan yang bisa dijamin mungkin yang paling pas adalah hanya deposito sama suku tabungan bank. Itu. Let's say ada suatu saat deposito 6 persen. Tiba-tiba ada teman Anda yang mungkin kelihatannya kaya, yang flamboyan, tawarkan ke Anda, eh ikut investasi saya nih, ini bisa 100 persen setahun. Kan enggak masuk akal. 6 lawan 100.

Jadi itu kita bilang kalau dunia investasi too good to be true. Jadi waspada. Kalau ada tawaran investasi yang kelihatannya, kedengarannya too good to be true, pasti itu too good to be true.

Pasti ngibulnya Jadi kalau untuk investasi, kalau Anda punya uang ya tabung, mulai-mulai gaji, tabung sedikit-sedikit. Kalau gajinya banyak, mungkin 40 persen bisa tabung. Nanti di deposito dulu, di deposito nanti sudah cukup, pelajari dunia investasi. Saya bilang tadi, mulai beli ori, kalau mau di obligasi retail pemerintah.

Enggak enggak puas, coba obligasi pasar fixed income lebih sendiri. Fixed income atau lebih tinggi lagi obligasi saham. Bukan obligasi saham, mutual fund atau reksadana saham.

Maksud saya bukan obligasi, reksadana ya. Reksadana fixed income, kemudian reksadana saham yang lebih fluktuasi lagi. Ada risiko, tapi bisa juga return-nya lebih tinggi daripada suku bunga bank.

Nah, kalau udah enggak puas lagi, sudah jago, pelajari sektor finansial, pelajari saham, pelajari teknikal saham, pelajari fundamental saham, kalau sudah ngerti barulah main saham sendiri. Jadi masuk ke dunia situ, jangan tanpa pengetahuan. Kalau enggak puas lagi, mau yang lebih menantang lagi, Anda bisa masuk ke pasar kripto.

Tadi ada emas, ya. Emas lebih stabil ya. Di bawah sana, di bawah yang enggak berisiko, setelah deposito mungkin emas. Tapi, kripto itu menarik, Anda bisa punya untung besar, tapi kalau Anda enggak mengerti, uang Anda akan habis dalam waktu singkat. Jadi, tapi bukan sesuatu yang tidak bisa dipelajari. Pelajari dengan baik.

Saya punya murid, anak didik ya, yang saya ajarin sedikit, terus saya mengerti kripto. Ngerti teknikal, mengerti fundamental, segala macam. Dalam dua tahun, dia masih bisa ngumpulin uang dari 500 ribu ke sekarang mungkin sekitar 50 miliar rupiah.

Tapi tadi, dia belajar betul fondasi, fundamental, pengetahuan dasar, ekonomi dia belajar, saham dia belajar, teknikal dia belajar. Dia ngerti pergerakan suku bunga The Fed, dia ngerti dampaknya ke setiap pasar seperti apa. Jadi, kuncinya adalah pahami instrumen investasi yang Anda invest, dan pelajari juga faktor-faktor yang menyebabkan alat investasi tadi naik atau turun. Jadi, Anda tidak rugi.

Karena banyak sekali anak muda yang kesulitan untuk mencapai Rp100 juta pertamanya, ada enggak tips dari Anda buat anak muda katakanlah yang bergaji UMR kita taruh Jakarta sekitar Rp5,4 juta untuk bisa mencapai Rp100 juta pertama mereka tanpa mengorbankan kualitas hidupnya?

Yang pertama, ini yang yang masih sekolah dulu ya, yang masih mahasiswa belajar yang betul. Kalau masih mahasiswa enggak usah cari duit dulu habisin aja waktu Anda untuk belajar mati-matian supaya Anda punya ilmu yang cukup. Nah ini kalau untuk teman-teman yang gajinya UMR Rp5,4 juta ya, untuk cari Rp100 juta pertama, kalau dari situ aja kan, kalau saya nabung Rp1 juta, berarti 100 bulan.

Berapa tuh? Kelamaan? Berarti harus lebih agresif untuk menabungnya. Jadi pengeluarannya mesti dikendalikan. Utamanya kan kalau mereka biasanya makan kan? Sehari-hari pasti makannya banyak tuh.

Saya bandingin kalau makan di kafe atau di warung-warung itu lebih mahal daripada kalau Anda masak sendiri. Jadi untuk itu jangan takut masak sendiri di rumah, sayur yang enak ditaruh di lunchbox, dibawa ke kantor atau ke tempat kerjanya. Itu akan menghemat dengan signifikan.

Jangan jajan-jajan di tempat yang mahal untuk gengsi aja. Dari situ mungkin Anda bisa save mungkin 20 persen. 20 persen tuh enggak mungkin lebih, 30 persen lebih, Rp1,5 juta sampai Rp2 juta bisa save. Untuk yang di Jakarta ya. Kalau makannya seperti itu, hemat, masak irit dengan bagus ya. Dan sehat kan pasti.

Kalau kita lihat MBG aja satu itu berapa? Rp5.000, Rp6.000, Rp7.000 kan. Anda bisa hitung sendiri lah berapa pengeluaran Anda untuk makan setiap harinya.

Kalau transportasi mungkin enggak bisa ya karena memang mesti ke tempat kerja. Jadi cari poin-poin di mana Anda bisa menghemat tanpa merusak kualitas hidup Anda termasuk kesehatan Anda. Itu saya pikir berapa tahun Anda bisa dapet. 2 tahun udah dapet tuh? 100 juta dapet enggak ya? Kalau setahun, sebulan saya bisa nabung 2 juta. Setahun kan 20 masih cukup lama sih.

Tapi nanti kan kalau ditaruh di bank ada bunganya juga. Let's say setahun dapet 20 juta lebih kan sebagian bisa di invest juga. 20 juta setahun saya bisa bagi: 10 di deposito 10 saya invest di tempat yang lebih menarik. Jadi bisa bergulung-gulung. Tapi hidupnya akan fun kalau gitu.

Berarti instrumen investasi yang paling direkomendasikan menurut Anda deposito, reksadana, atau langsung masuk ke pasar saham?

Saya bilang tadi ya ada urutan-urutan ya. Kalau tabungan tuh bukan investasi nah uang aja disitu, deposito santai lah. Investasi tuh biar ada resikonya. Kalau yang pertama mereka di luar tabungan kalau uangnya cukup saya bagi dua tadi. Yang pertama saya taruh di mungkin reksadana fixed income. Habis itu reksadana saham. Sambil belajar ya.

Kalau semakin belajar cepat semakin enggak usah lama Anda berdiam di reksadana. Kalau udah misalnya belajar 2 bulan 3 tahun jago, Anda invest di pasar saham secara langsung. Nanti kalau lebih jago lagi, bagi lagi uangnya bagi dua uangnya. Misalnya Anda udah bisa dapet Rp100 juta dari capital market bagi dua lah.

Atau bagi 4, 25 persennya Anda pakai di kripto kalau mau. Tapi yang lain jangan ditinggalkan karena kata investor sih don't put your egg in one basket. Jangan taruh di satu tempat. Anda sebar ke semuanya.

Terakhir, banyak anak muda juga stres ya karena merasa tertinggal secara finansial. Apa pesan Anda agar mereka bisa lebih tenang tapi tetap konsisten membangun keuangan pribadinya?

Yang tadi, jadi di pasar finansial tuh enggak ada yang terlambat sebetulnya. Jadi kalau satu saham naik enggak usah takut. Jadi dia bisa naik terus ada satu saat akan turun terus. Yang jelas ekonomi kan tumbuh terus.

Jadi Anda ketinggalan di sini enggak apa-apa. Nanti kalau Anda mulai investasi di sini, ke sana terus akan naik juga. Jadi selama ekonominya tumbuh Anda enggak usah takut investasi dan jangan takut ketinggalan teman-teman yang lain.

Jangan katanya, FOMO. Fear of Missing Out katanya. Karena itu Anda panik Anda langsung investasi tanpa ngerti apa yang diinvestasikan. Jadi kuncinya pertama tadi. yang saya bilang tadi, pelajari instrumen investasi yang Anda akan investasi.

Pelajari hal-hal yang pengaruhi naik turunnya investasi itu. Faktor apa yang pengaruhi keuntungan investasi itu. Dengan cara begitu hampir pasti Anda investasinya kalau enggak untung banyak ya enggak rugi juga.

Jadi jangan takut teman-teman Anda sudah untung duluan enggak apa-apa. Anda baru mulai sekarang enggak apa-apa. Karena gerakannya akan ke sana terus.

Kesempatan selalu ada di pasar modal atau di pasar finansial. Seperti yang saya bilang dulu, kan, pada waktu perusahaan besar IBM waktu tahun 80an bikin kompetisi saya udah mikir waduh enggak ada yang lainnya IBM. Keluar Apple. Gede juga lebih gede sekarang dari IBM. Handphone Nokia merajai pasaran. enggak mungkin ada yang lain Nokia.

Atau ada yang baru lagi? Perusahaan baru apa? Apple dan lain-lain. Samsung ngalahin Nokia. Gimana Nokia sekarang? Jadi enggak usah takut ketinggalan. Kedepan pasti ada peluang-peluang investasi yang menjanjikan. Asal Anda jeli melihat di sekeliling Anda.

Teman-teman Gen Z dan teman-teman yang muda kayak saya, belanja yang benar. Jangan takut ketinggalan, jangan FOMO. Masa depan Anda akan cerah.

Pengelolaan Uang Negara

Bicara soal pengelolaan belanja negara, kita tahu APBN defisitnya sudah 1,5 persen. Kalau menurut Anda, apakah ini tanda belanja pemerintah sudah melebihi kemampuan APBN? Atau justru pengelolaan defisit anggaran saat ini masih sehat? Dan kalau dibandingkan dengan APBD, bagaimana Anda melihatnya?

Banyak orang protes, pemerintah enggak boleh utang, katanya. Utangnya kebanyakan. Tapi kalau Anda lihat perusahaan ya, kan kalau yang besar juga pasti pertamanya utang untuk ekspansi bisnis.

Yang penting adalah utang yang diambil, dia bisa bayar dan proyeknya menguntungkan, kan itu kira-kira kan. Acuannya apa? Kalau satu perusahaan pinjam Rp100 ribu, besar apa kecil? Tergantung income perusahaannya, kan? Kalau satu perusahaan income-nya cuma sebulan, let's say setahun cuma Rp100 ribu, pinjam Rp100 ribu, besar.

Uangnya habis buat bayar utang, kira-kira walaupun kecil ya. Tapi kalau perusahaan income-nya Rp1 juta, dia utang Rp100 ribu, kan kecil. Jadi ukuran utang harus dibandingkan dengan size dari ekonominya, size dari perusahaannya itu sendiri.

Kalau untuk di fiskal, size-nya adalah ukuran ekonominya. Kalau PDB kan output ekonomi setiap tahun, kan. Jadi kalau kita lihat di buku-buku fiskal, katanya untuk melihat suatu negara mampu membayar utang atau mau membayar utang, itu dilihat dari beberapa variabel.

Antara lain, katanya yang penting ya, debt-to-GDP ratio sama deficit-to-GDP ratio perbandingan antara utang dibanding PDB-nya, yang kedua tadi defisit tahunan dibandingkan dengan PDB-nya seperti apa.

Itu sebenarnya dipakai untuk melihat dari melihat untuk melihat utangnya bisa dibayar apa enggak. Ini dipakai untuk oleh perusahaan-perusahaan pemeringkat untuk menentukan tadi, yang saya bilang tadi, dia bisa bayar utang atau mau membayar utang apa enggak.

Kalau untuk negara, sebetulnya enggak ada acuan yang pasti, kapan suatu negara bangkut dan enggak bisa bayar utang. Tapi di Eropa, mereka ambil suatu acuan, katanya ketat, rasio kalau defisit ke PDB setiap tahun enggak bayar di atas 3 persen, terus rasio utang ke PDB-nya harus di bawah 60 persen. Nah Indonesia menerapkan hal itu sekarang, mengadopsi kebijakan tersebut.

Kita defisit ke PDB-nya selalu dibawah 3 persen tahun ini maupun tahun depan, terus utangnya sekarang ke PDB itu dibawah 40 persen. Jadi kalau dipakai standar yang paling ketat di dunia pun, kita masih amat aman. Kalau ada ekonom-ekonom di luar, pemerintahan yang ribut sekarang itu utang yang enggak aman, sepertinya mereka belum belajar ilmu fiskal yang betul. Jadi mereka harus belajar lagi.

Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, bagaimana pemerintah menjaga daya beli masyarakat sambil tetap menjaga kualitas belanja?

Untuk saya sih, anggaran harus dibelanjakan sesuai dengan desainnya. Jangan sampai ekonominya lambat gara-gara pemerintah, lambat belanja, dan mengganggu sistem perekonomian, karena uangnya banyak di bank sentral seperti yang kemarin-kemarin kan.

Jadi untuk saya sih, untuk menjaga daya beli masyarakat adalah menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang bagus. Kalau laju pertumbuhan ekonomi yang bagus, biasanya ada lapangan kerja juga yang tercipta banyak kan. Kalau lapangan kerja banyak, ya gaji juga ada, dan biasanya cenderung naik kalau ekonominya lagi tumbuh lebih cepat.

Jadi prinsipnya itu, kita jaga pertumbuhan ekonomi di atas laju pertumbuhan ekonomi yang potensial sedikit. Kalau kita mungkin 6,7 persen potensialnya. Kalau saya bisa taruh di 7 persen dalam tiga tahun ke depan, kan daya beli masyarakat akan terjaga.

Kita sebelumnya bicara soal investasi individu, jika dalam konteks keuangan negara apa yang sebaiknya diprioritaskan pemerintah ketika ruang fiskal terbatas? Belanja, investasi, atau pembayaran utang?

Jadi kalau ada acuan utang yang bagus seperti apa, saya akan jaga utangnya di bawah 3 persen dan rasio utangnya enggak naik terus ke atas, enggak naik ke 40-60 persen. Kita jaga di situ.

Yang saya utamakan adalah dengan uang yang ada, belanjanya optimal. Artinya, semua uang yang dibelanjakan dipakai di pusat maupun di daerah. Jadi itu alasan kemarin saya ke Kementerian-Kementerian ayo belanjain, tapi banyak yang nyinyir, katanya itu berbayar mengganggu independensi masing-masing Kementerian.

Padahal saya enggak gitu, saya cuma tanya mereka, program Anda apa, ayo jalanin, habisin anggarannya. Kalau enggak, uangnya saya ambil. Kenapa? Karena saya akan punya uang yang berasal dari utang yang enggak dipakai.

Lebih baik saya kurangi utangnya. Sama ke daerah juga sama, kita kirimkan setiap bulan uang ke daerah sepanjang tahun. Kalau enggak dipakai juga sayang kan? Itu seharusnya uang itu dipakai untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Apalagi di triwulan keempat ini saya butuh ekonomi saya tumbuh di atas 5,5 persen. Karena sebelumnya sudah mau jatuh kan ekonomi, dan rakyat sudah merasakan susahnya kehidupan. Dan saya harus balikan ekonomi itu dengan tadi, senjata saya adalah menaruh uang di sistem perekonomian, memastikan supaya ada uang di bank ya.

Supaya banknya menjalankan fungsi mereka sebagai intermediary atau apa, intermediary itu perantara di sistem keuangan, sehingga itu bisa mengalir ke perekonomian, ke real sector, UMKM, dan lain-lain, supaya swastanya tumbuh. Pada saat yang bersamaan, uang saya juga yang banyak juga itu di tempat lain, yang di kementerian-kementerian, dibelanjakan lebih cepat.

Terus yang daerah juga sama, saya gebrak-gebrak. Bukannya gaya, saya butuh pembalikan arah ekonomi di ruang keempat, supaya ke depannya ada pemain yang tumbuh-tumbuh ekonomi yang lebih cepat, tahun depan tumbuhnya yang lebih cepat lagi. Supaya tadi, kita semua makin sejahtera hidupnya.

Menurut Anda, investasi apa yang seharusnya diprioritaskan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang?

Yang jangka panjang, pertama, saya akan investasi di pendidikan. Indonesia masih kurang banyak orang pintar. Ada orang pintar, tapi kurang banyak. Habis itu, saya akan investasi di transformasi ekonomi kita.

Kan satu negara pada waktu jadi negara maju, itu ada transformasi. Dari pertanian ke manufacturing, nanti kesananya ke services. Kita setelah krisis, manufacturing-nya, transformasi kita terhenti. Dari pertanian ke manufacturing berhenti. Jadi, kita harus teruskan ke depan. Perkuat itu sektor manufacturing dengan investasi di infrastruktur, sumber energi, dan lain-lain.

Kalau untuk di daerah, apakah arahnya harus sejalan dengan pemerintah pusat?

Enggak. Pemerintah daerah kan punya kebutuhan masing-masing. Mereka ngerti kebutuhan mereka apa. Asal muasal, kenapa kita masuk ke otonomi daerah? Dulu kan debatnya adalah, daerah lebih ngerti apa yang mereka butuhkan. Tapi kan dalam perjalanannya enggak seperti itu. Mereka ternyata ngerti yang dibutuhkan tapi enggak tahu ngejalaninnya.

Jadi, saya pikir kalau ini dibiarkan terus, otonomi daerah akan menimbulkan dampak buruk ke ekonomi kita secara kurang, walaupun enggak semuanya. Jadi, saya pikir ke depan Kementerian Keuangan akan mengirimkan orang-orang ke daerah untuk berdiskusi dan melatih pengelola keuangan daerah tentang bagaimana mengelola keuangan suatu negara atau daerah yang baik.

Sehingga dampaknya kalau uang kita masuk ke daerah, dampaknya optimal ke perekonomian daerah itu sendiri dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Baca juga artikel terkait MENTERI KEUANGAN PURBAYA YUDHI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra & Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana