Menuju konten utama

Bunyi Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan, Hukuman, dan Unsurnya

Pasal 285 KUHP mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku pemerkosaan dengan kekerasan atau pun ancaman kekerasan. Simak bunyi Pasal 285 selengkapnya.

Bunyi Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan, Hukuman, dan Unsurnya
Ilustrasi kekerasan seksual. Kekerasan seksual pada wanita diatur pidananya dalam Pasal 285 KUHP. foto/istockphoto

tirto.id - Pasal 285 KUHP mengatur tentang tindak pidana pemerkosaan. Fokusnya pada kejahatan pemerkosaan dengan korban pihak wanita. Bagaimana bunyi Pasal 285 KUHP dan ancaman hukumannya?

Kasus pemerkosaan di Indonesia terbilang tinggi. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa) per 21 Juni 2025, kejadian kekerasan seksual telah mencapai 5.648 untuk tahun berjalan. Korban wanita lebih banyak dari wanita.

Hukum yang berlaku di Indonesia menempatkan Pasal 285 dalam KUHP sebagai pasal pemerkosaan. Pelaku yang terbukti bersalah diancam hukuman maksimal yang cukup berat.

Pasal 285 KUHP tentang Apa?

Pasal 285 KUHP secara tegas menerangkan tentang ancaman hukum bagi pelaku pemerkosaan. Dalam pasal ini hanya menyebutkan sang korban adalah wanita dan tidak diatur mengenai kekerasan seksual pada pria (sodomi).

Berikut bunyi Pasal 285 KUHP dan ancaman hukumannya:

a. Bunyi Pasal 285 KUHP

Pasal 285 KUHP memiliki bunyi seperti berikut"

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

b. Ancaman Hukuman Pasal 285 KUHP

Berdasarkan bunyi Pasal 285 KUHP, ancaman hukuman yang diberikan adalah pidana paling lama 12 tahun. Pelaku bisa saja mendekam di penjara kurang dari waktu tersebut sesuatu putusan akhir di pengadilan.

Hukuman tersebut diberikan pada pemerkosaan di luar pernikahan dan korban dalam keadaan sadar. Hal ini yang membedakan Pasal 285 dengan 286 KUHP. Pada Pasal 286 KUHP mengatur tentang pemerkosaan yang terjadi saat korban dalam posisi pingsan atau tidak berdaya.

Unsur Pasal 285 KUHP

Wempie JH. Kumendong dalam karya ilmiah Suatu Tinjauan terhadap Perkosaan Menurut Pasal 285 KUHPidana menyebutkan, ada sejumlah unsur penting yang harus dipertimbangkan dalam tindak pidana pemerkosaan. Unsur-unsur tersebut sesuai dengan isi dari pasal 285 KUHP.

Unsur subjektif dan objektif Pasal 285 KUHP sebagai berikut:

1. Dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan

Kekerasan dalam pasal 285 KUHP merujuk pada perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau pelaku pemerkosaan untuk membuat korbannya menjadi pingsan atau tidak berdaya.

Selain itu, menurut S.R. Sianturi kekerasan merupakan setiap perbuatan yang menggunakan tenaga pada orang atau barang yang mendatangkan kerugian bagi si terancam atau mengagetkan yang dikerasi.

Contoh tindakan kekerasan dalam tindak pidana pemerkosaan, yaitu:

  • menarik serta meluncurkan celana korban;
  • menodongkan senjata;
  • mengeluarkan kata-kata mengancam kepada korban jika melawannya;
  • membanting korban ke tanah;
  • menekan dagu korban itu;
  • memasukkan kemaluan ke kemaluan korban.
Sedangkan yang dimaksud dengan ancaman kekerasan yaitu membuat seorang wanita atau korban itu merasa takut karena ancaman dari pelaku yang pada akhirnya dapat merugikan diri wanita tersebut.

Atau dapat juga ancaman yang berupa menodongkan benda tajam seperti pisau agar wanita tersebut tidak melakukan perlawanan.

2. Memaksa

Memaksa merupakan suatu tindakan yang membuat seseorang menjadi terpojok, sehingga tidak ada pilihan lain baginya selain mengikuti kemauan dari pelaku. Pemaksaan pada dasarnya akan tetap disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dari si pemaksa.

3. Seorang wanita

Melalui unsur ini, secara tidak langsung juga memberikan petunjuk bahwa pelaku dari tindak pidana pemerkosaan adalah seorang laki-laki. Hal ini karena mayoritas kasus membuktikan bahwa laki-laki dapat melakukan persetubuhan dengan wanita tanpa memandang usia baik anak-anak maupun lansia.

4. Wanita itu bukan istrinya atau di luar perkawinan

Di dalam konteks perkara ini, wanita yang menjadi korban pemerkosaan tentunya berstatus di luar perkawinan dengan pelaku.

Namun, dalam penerapannya masalah persetubuhan yang terjadi baik di dalam maupun di luar perkawinan harus mempertimbangkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang hukum perkawinan.

5. Bersetubuh atau melakukan persetubuhan dengan dirinya

Bersetubuh diartikan sebagai suatu tindakan memaksa untuk memasukkan kemaluan seorang pria ke dalam kemaluan seorang wanita.

Apabila kemaluan pria hanya menempel pada kemaluan wanita, maka hal itu tidak dapat dikatakan sebagai pemerkosaan melainkan tindak pencabulan.

Pasal 285 KUHP Termasuk Delik Apa?

Dalam pasal-pasal KUHP yang mengatur tentang kesusilaan, tidak semuanya menjadi bagian delik aduan. Sebagiannya adalah delik biasa.

Zina, misalnya, adalah tindakan yang termasuk dalam delik aduan. Namun, tindak pemerkosaan digolongkan dalam delik biasa. Apa itu delik biasa?

Delik biasa yaitu suatu perkara dapat langsung diproses pihak yang berwajib (kepolisian) tanpa perlu menunggu dari pihak yang dirugikan (korban). Sekali pun korban mencabut pengaduannya dari polisi, proses perkara tetap dilanjutkan oleh penyidik.

Hal ini berbeda dengan delik aduan. Pada delik aduan, perkara baru diproses polisi setelah pihak yang dirugikan (korban) mengajukan pengaduan atau laporan. Delik aduan penuntutan bergantung dari persetujuan pihak korban dan saat terjadi perdamaian maka laporan bisa dicabut. Perkara dianggap selesai setelah itu.

Karena Pasal 285 KUHP adalah delik biasa, maka setiap terjadi perkara pemerkosaan harus diusut oleh polisi. Pelakunya dibawa ke meja hijau dan diadili atas perbuatannya.

Baca juga artikel terkait KUHP atau tulisan lainnya dari Ririn Margiyanti

tirto.id - Edusains
Kontributor: Ririn Margiyanti
Penulis: Ririn Margiyanti
Editor: Yonada Nancy
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar