Menuju konten utama

HGU 190 Tahun di IKN: Upaya Jual Murah Ibu Kota ke Investor

Pemerintah berusaha mencari celah untuk menggaet investor swasta dengan cara "jual murah" tanah di IKN.

HGU 190 Tahun di IKN: Upaya Jual Murah Ibu Kota ke Investor
Suasana pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (7/12/2023). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam beleid anyar ini, pemerintah mengatur salah satunya tentang pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU) kepada investor yang menanamkan modalnya di Nusantara hingga 190 tahun.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, merespons Perpres yang memperbolehkan pemberian izin HGU 190 tahun di Nusantara. Menurut dia, dengan langkah tersebut, pemerintah berusaha mencari celah untuk menggaet investor swasta dengan cara "jual murah".

"Cara-cara menjual murah IKN dengan menawarkan berbagai insentif termasuk HGU yang bisa diperpanjang sampai 190 tahun," ungkap Bhima saat dihubungi Tirto, Senin (15/7/2024).

Bhima meyakini bahwa Perpres tersebut disahkan sebagai langkah keputusasaan pemerintah dan Otorita IKN dalam menarik investor lantaran saat ini jumlah investasi masih jauh dari target.

Sejak 2023 hingga Januari 2024, investasi yang masuk ke IKN tercatat baru sebesar Rp47,5 triliun, yaitu dari sektor swasta Rp35,9 triliun dan sisanya dari sektor publik Rp11,6 triliun. Sementara target investasi yang diproyeksi sebesar Rp100 triliun hingga akhir tahun ini.

"Itu menunjukkan keputusasaan pemerintah dan Otorita IKN dalam menarik investasi swasta, karena bagaimana pun juga akan menjadi semacam perebutan lahan daripada pengembangan," ujar dia.

Pemberian HGU juga dinilai kurang tepat karena prinsip pemindahan Ibu Kota Nusantara yang digagas sebelumnya adalah untuk membuat pusat administratif atau pemerintahan bukan pusat bisnis selayaknya di Jakarta.

"Belum tentu diberikan HGU sepanjang itu terjadi pengembangan yang cukup masif di IKN karena sekali lagi IKN pusat ibu kota negara-pusat administratif, bukan pusat bisnis atau pusat ekonomi," tutur Bhima.

Tantangan Investasi IKN

Bhima juga secara khusus menyoroti tantangan investasi ke Nusantara. Pertama, investor masih melihat Pulau Jawa sebagai tempat investasi yang menjanjikan dibanding IKN. Hal ini karena didukung pembangunan infrastruktur di Pulau Jawa yang masif seperti Moda Raya Terpadu (MRT) kereta cepat yang juga akan dilanjutkan hingga Surabaya, Light Rail Transit (LRT).

"Jawa khususnya Jakarta masih tetap menarik dalam jangka panjang dengan segala problematikanya, karena faktanya infrastruktur di wilayah Jawa juga dibangun secara masif," kata Bhima.

Kedua, persoalan lahan tumpang tindih juga masih membayangi investasi di Nusantara. Menurut temuan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada 2022, kasus tumpang tindih penguasaan lahan di Kalimantan Timur masih terjadi.

Di Kabupaten Kutai Kartanegara, tercatat memiliki lahan sekitar 2,65 juta hektare. Tetapi, sekitar 1,22 juta hektare atau 46 persen di antaranya memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tumpang tindih.

"HGU yang diobral terlalu murah ini belum tentu juga menarik minat investor, ada persoalan lahan memang, tapi persoalan lahan tidak semestinya diselesaikan dengan izin HGU 190 tahun karena sebagaian persoalan lahan juga terkait tumpang tindih lahan dengan masyarakat, dengan wilayah hutan, itu juga perlu dipikirkan," ujar dia.

Ketiga, persaingan IKN dengan kota-kota besar lain di dunia yang sedang dibangun juga menjadi persoalan. Misalnya, kota NEOM di Saudi Arabia hingga ibu kota baru Mesir juga menjadi incaran investor.

"Di banyak negara juga sedang melakukan pembangunan kota besar-besaran, Arab Saudi dengan NEOM, Mesir juga pembangunan kota baru, jadi banyak daya tarik investasi yang bersaing dengan IKN," ujar Bhima.

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, turut menanggapi upaya pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara.

Suryadi menilai persoalan pembebasan lahan masih menjadi tantangan. Bahkan, sekitar 2.086 hektare masih membutuhkan solusi Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus.

“Hal pertama, terkait permasalahan pembebasan 2.086 hektare lahan yang membutuhkan solusi Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus,” ungkapnya.

PDSK Plus tercantum dalam Pasal 8 ayat (1), yaitu bahwa pemerintah melakukan penanganan permasalahan penguasaan tanah Aset Dalam Penguasaan (ADP) OIKN oleh masyarakat dalam rangka pembangunan di IKN.

Hal kedua, terkait hak atas tanah yang dapat dimiliki investor. Aturan sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di IKN dianggap kurang menarik bagi pengusaha.

Baca juga artikel terkait IKN atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang