tirto.id - Poros koalisi parpol dalam palagan Pilkada Banten semakin kentara dengan rencana PDIP yang memberi sinyal mengusung Airin Rachmi Diany, mantan Wali Kota Tangerang Selatan. PDIP ingin menyodorkan Ketua DPD PDIP Banten, Ade Sumardi, untuk mendampingi Airin. Adapun Airin, diusung oleh partai Golkar untuk maju sebagai bakal calon gubernur Banten.
“Kalau untuk Banten, kalau enggak salah, Pak Ade Ketua DPD PDIP Banten,” kata Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Kendati demikian, PDIP masih menimbang keputusan mengusung Airin alias bekerja sama dengan Golkar dengan melakukan pemetaan terlebih dulu. Hal ini disampaikan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani.
“Siapa yang akan menjadi calon juga belum final. Jadi kita masih melakukan pemetaan di wilayah dan melakukan survei-survei,” jelas Puan di kompleks parlemen, Kamis (11/7).
Jika sinyal PDIP merapat dalam naungan partai berlogo beringin alias Golkar jadi digolkan, maka ini bukan menjadi kerja sama pertama kedua parpol di tanah jawara. Golkar dan PDIP, sudah dua kali dalam gerbong yang sama sejak pilkada terbuka di Banten pada 2006.
Saat ini, setidaknya sudah muncul dua poros bakal calon kontestan Pilkada Banten, yakni Airin yang merupakan Ketua PP Kesatuan Perempuan Partai Golkar di kubu pertama. Dan di kubu berseberangan, Gerindra mengusung kadernya maju sebagai calon gubernur, Andra Soni, didampingi anggota DPR Fraksi PKS, Dimyati Natakusumah.
Adapun Andra Soni-Dimyati tak hanya didukung Gerindra dan PKS, baru-baru ini Nasdem resmi memberikan dukungan pada keduanya. Parpol lain di Koalisi Indonesia Maju (KIM), yakni PSI dan PAN juga disebut merapat ke kubu Andra Soni-Dimyati. Selain itu, PKB dan PPP disebut ikut merapat dalam gerbong parpol yang dinamai Koalisi Banten Maju tersebut.
Pilihan Rasional
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai kemungkinan PDIP merapat ke Golkar untuk mengusung Airin memang cukup besar. Pasalnya, PDIP tidak bisa mengusung calon sendiri dan kekurangan figur kuat untuk bisa bersaing dengan Airin.
“Karena konon Rano Karno sudah tidak minat lagi untuk maju Pilgub [Banten]. Itu artinya PDIP di Banten kehilangan figur yang bisa sepadan dengan Rano. Beda ceritanya kalau Rano yang maju, mungkin PDIP confident memajukan Rano meski butuh tambahan partai lain,” kata Adi kepada reporter Tirto, Jumat (12/7/2024).
Rano Karno sendiri merupakan kader PDIP yang sempat menjadi Gubernur Banten. Pada 2015, Rano yang saat itu Wakil Gubernur Banten, naik menggantikan Ratu Atut Chosiyah sebagai gubernur. Atut diganti karena tersandung kasus dugaan korupsi.
Rano-Atut merupakan contoh rekam jejak hubungan kerja sama antara PDIP dan Golkar di Pilkada Banten. Ketika Pilgub Banten 2011, Atut-Rano memenangi pilkada setelah mengantongi 49,64 persen suara. Pasangan ini didukung koalisi besar yang terdiri dari 11 parpol.
“Jadi dalam konteks itulah sepertinya karena figur pengganti Rano yang PDIP Banten ini belum ada, ya sangat rasional berkoalisi dengan Golkar yang mengusung Airin,” ujar Adi.
Adi menilai, manuver PDIP mengusung Airin merupakan pilihan yang rasional. Pasalnya, jika merapat ke kubu Andra Soni yang diusung Gerindra, mereka tidak bisa mengusulkan kader internal karena sudah ada Dimyati Natakusumah dari PKS. Maka keputusan merapat dengan Golkar sebetulnya taktik PDIP mengamankan posisi calon wakil gubernur yang akan mendampingi Airin.
“Konteksnya jadi soal bagaimana PDIP menyelamatkan kadernya untuk bisa bertanding,” ujar Adi.
Adi mendengar kabar bahwa Rano Karno enggan maju kembali sebagai calon gubernur. Tak heran, PDIP mengincar posisi calon wakil gubernur dengan melempar nama Ade Sumardi. Keputusan mengusung Ade, sepertinya didasari karena dia merupakan tokoh di Banten dan sudah melalui kaderisasi yang matang di PDIP.
“Banten dianggap kandangnya kuning, kandangnya Golkar. Jadi wajar kalau kemudian Airin maju itu dinilai PDIP punya kekuatan luar biasa. Bukan hanya figur dia yang popularitas dan elektabilitasnya signifikan, tapi jaring-jaring politik yang dibangun Golkar sejak lama juga solid,” ucap Adi.
Sepanjang pilkada terbuka sejak 2006, Golkar selalu memenangi posisi pemimpin di kancah Pilgub Banten. Dua kali Golkar mengamankan posisi gubernur dan satu kali posisi wakil gubernur Banten. Lewat pengaruh besar Ratu Atut Chosiyah, partai beringin itu menang berturut-turut pada Pilkada 2006 dan 2011. Atut meraih posisi Gubernur Banten selama dua periode.
Adapun dalam Pilgub Banten terakhir di 2017, Golkar bersama Demokrat menang dengan mengusung Wahidin Halim dan Andika Hazrumy. Wahidin dan Andika merupakan anggota DPR periode 2014-2019. Andika yang jadi Wakil Gubernur Banten, merupakan anak dari Ratu Atut Chosiyah.
Pasangan Wahidin-Andika berhasil mengalahkan cagub yang diusung PDIP, Rano Karno, yang notabenenya petahana saat itu naik jabatan menjadi gubernur. Rano Karno kala itu didampingi Embay Mulya Syarief yang merupakan tokoh terkemuka di Provinsi Banten.
Pasangan Rano-Embay diusung koalisi parpol PDIP, PPP, dan Nasdem. Mereka kalah tipis dengan hasil 2.318.238 suara (49,07 persen), semantara Wahidin-Andika menang dengan 2.406.132 suara (50,93 persen).
Nostalgia Dua Kemenangan
Analis Sosio-politik dari ISESS, Musfi Romdoni, memandang keinginan PDIP menyokong Arin saat ini didasari oleh kerinduan partai berlogo banteng itu berkuasa di Banten. PDIP berkuasa terakhir kali di Banten lewat Rano Karno, itu pun hanya sebagai gubernur pengganti dan setelahnya harus kalah dari Golkar dan Demokrat pada Pilgub Banten terakhir.
“Sangat berat PDIP membangun poros sendiri. Pada Pilgub Banten 2017 misalnya, PDIP justru kalah padahal mereka petahana. Ini kan menunjukkan PDIP tidak memiliki basis kuat di Banten,” ujar Musfi kepada reporter Tirto.
Menurut Musfi, saat ini Airin memang kandidat terkuat dengan elektabilitas mentereng. Airin merupakan adik ipar dari Ratu Atut Chosiyah. Untuk meningkatkan peluang berkuasa, kata Musfi, wajar PDIP berencana mengusung kandidat terkuat.
Di sisi lain, Musfi memandang PDIP tidak menawarkan nama Rano Karno di Pilkada Banten karena sejumlah faktor. Pertama, jika Rano Karno disodorkan menjadi calon wakil Atut, tentu akan membuat dia turun kelas karena sebelumnya sudah pernah merasakan posisi Gubernur Banten.
Kedua, Rano Karno sendiri bukan tokoh kuat dalam konteks lokalitas politik Banten. Banten sudah lama dikenal sebagai daerah politik berbasis trah atau kekerabatan. Airin mewakili trah Atut yang pengaruhnya begitu kuat di Banten. Atut merupakan anak dari Tubagus Chasan Sochib, jawara sekaligus tokoh terkemuka di Banten.
“Pada Pilgub Banten 2017, Rano Karno kalah padahal sebagai petahana. Ibarat kata, dulu saja ketika petahana kalah, bagaimana dengan sekarang? Apalagi harus lawan Airin, saya kira berat,” ungkap Musfi.
Kans PDIP Mendukung Airin
Survei yang dilakukan PDIP sendiri sebetulnya menunjukkan bahwa Airin memang layak mereka sokong karena menempati urutan teratas. Dalam survei elektabilitas bakal calon gubernur Banten yang dirilis Pandawa Research bulan lalu, elektabilitas Airin Rachmi Diany menyentuh angka 41,9 persen.
Survei ini dilakukan sebagai bagian dari proses politik penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan oleh PDIP. Survei itu dilakukan 27 Mei hingga 7 Juni 2024 menggunakan metode random sampling melibatkan 3.180 responden pada delapan kabupaten dan kota di Banten.
Di bawah Airin, nama Rano Karno berada di posisi kedua dengan angka elektabilitas 19,6 persen. Selanjutnya, ada Wahidin Halim di posisi ketiga dengan elektabilitas 10,4 persen. Hasil survei ini dibenarkan Ketua Tim Penjaringan Pilkada DPD PDIP Banten, Muhlis.
“Hasil survei ini jadi salah satu bagian penting, perlu dicatat survei bukan satu satunya, tapi salah satu alat ukur DPP untuk memberikan rekomendasi,” kata Muhlis dikutip dari Antara.
Sementara itu, merespons manuver PDIP, Sekretaris Jenderal Golkar, Lodewijk F. Paulus, mengatakan partainya belum menugaskan Airin untuk mencari sosok calon wakil gubernur di Pilgub Banten.
Lodewijk menyatakan, Golkar memberikan surat penugasan Airin untuk maju sebagai bakal calon gubernur Banten. Namun, kata dia, surat instruksi untuk mencari sosok calon wakil akan diberikan kepada Airin setelah proses survei selesai.
“Intinya surat instruksi itu bagaimana perintah membangun koalisi, perintah mencari pasangan calon untuk cawaka [calon wakil daerah]. Nah, Bu Airin belum sampai ke situ baru surat perintah penugasan," kata Lodewijk di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (11/7/2024).
Analis politik dari Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menilai PDIP sebetulnya punya peluang untuk mengusung kandidat calon gubernur sendiri di Banten atau membentuk poros kekuatan baru. Pada Pileg 2024 lalu, Golkar keluar sebagai pemenang di Banten.
Posisi kedua diraih oleh Gerindra, disusul dengan PDIP di urutan ketiga. Ketiga parpol itu sama-sama mendapatkan 14 kursi di DPRD Banten. Dedi memandang, jika PDIP tak ingin mengusung cagub sendiri di Banten, maka pilihan merapat ke kubu Golkar lebih mudah dibandingkan bekerja sama dengan Gerindra.
“Sulit bagi mereka [PDIP] jika harus usung Andra-Dimyati, terlebih rivalitas PDIP-Gerindra masih terasa dari Pilpres. Golkar menjadi partai yang tidak bersaing secara langsung dengan PDIP, juga karena kandidat Golkar lebih potensial menang,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Jumat.
Selain itu, menurut Dedi, alasan PDIP tidak usung kandidat sendiri di Pilgub Banten karena dari sisi figur yang mewakili trah berpengaruh, PDIP tidak punya stok tokoh kuat di Banten. Sementara Golkar, punya figur Airin mewakili trah Atut yang berpengaruh di Banten.
“PDIP sudah mencoba melawan klan Atut Chosiyah, dan terbukti cukup jauh tertinggal, maka sepanjang masih ada dominasi [keluarga] Atut, akan lebih baik PDIP berada di poros mereka,” pungkas Dedi.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fahreza Rizky