tirto.id - Ribuan massa aksi masih mengepung gedung DPR, menuntut Dewan Perwakilan Rakyat agar tidak mengesahkan revisi UU Pilkada. Aksi yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat ini membuat pasar bereaksi.
Pada perdagangan Kamis (22/8/2024) sore, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih melanjutkan koreksi. Berdasarkan data RTI pada pukul 14.03 WIB, pasar saham ditutup turun 0,87 persen atau 65,916 di level 7.488,68 dari pembukaan yang sebesar 7.554,59.
Posisi ini lebih rendah dari penutupan perdagangan Rabu (21/8/2024) yang sebesar 7.554,59. Selain itu, 389 saham tercatat turun, sedangkan 194 saham masuk ke zona hijau dan 202 saham stabil.
Investor tercatat melakukan transaksi sebesar Rp39,17 triliun dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 18,2 miliar saham. Beberapa sektor yang menjadi penekan IHSG pada hari ini yakni sektor infrastruktur sebesar 1,5 persen, teknologi sebesar 1,4 persen, transportasi sebesar 1,23 persen, dan keuangan sebesar 1,19 persen.
Direktur of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, mengatakan IHSG merosot di saat banyak bursa saham dunia sedang menghijau karena munculnya risalah notulensi bank sentral Federal Reserve bulan Juli 2024.
Namun, para pelaku pasar justru lebih memperhatikan perkembangan Revisi UU Pilkada yang saat ini masih berada di tangan DPR.
“Terutama yang berkaitan dengan daerah-daerah kota besar seperti Jakarta. Tetapi jika tensinya menjadi panas dan tinggi, situasi ini tidak disukai oleh pelaku pasar. Seperti hari ini yang membuat IHSG menjadi memerah," ujar Nico dalam analisisnya, dikutip Tirto, Kamis (22/8/2024).
Sama halnya dengan pasar saham, rupiah juga ditutup melemah pada perdagangan Kamis (22/8/2024) di level Rp15.600 per dolar AS, turun 100 poin atau 0,65 persen dari yang sebelumnya senilai Rp15.500 per dolar AS.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan pelemahan rupiah terjadi usai Bank Indonesia (BI) merilis neraca pembayaran dan neraca transaksi berjalan triwulan II-2024 yang melebar.
Berdasarkan catatan BI, transaksi berjalan mencatat defisit 3 miliar dolar AS, setara dengan 0,9 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara defisit transaksi berjalan pada triwulan I-2024 tercatat sebesar 2,4 miliar dolar AS atau setara dengan 0,7 persen dari PDB
Angka tersebut sedikit lebih tinggi dari perkiraan Josua, yakni defisit transaksi berjalan akan melebar ke 0,85 persen dari PDB.
"Hari ini, Bank Indonesia merilis neraca pembayaran, termasuk neraca transaksi berjalan, untuk triwulan II-2024," kata Josua kepada Tirto.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi