Menuju konten utama

5 Contoh Cerpen Hari Santri Singkat dan Menginspirasi

Cerpen Hari Santri singkat bisa menjadi inspirasi saat akan mengikuti lomba cerpen. Berikut ini lima contoh cerita singkat tentang kehidupan santri.

5 Contoh Cerpen Hari Santri Singkat dan Menginspirasi
Sejumlah santri mengikuti kajian kitab kuning di Pondok Pesantren Qomaruddin, Gresik, Jawa Timur, Jumat (24/3/2023). Adapun cerpen Hari Santri bisa menjadi bahan referensi saat peserta lomba ingin mencari inspirasi cerita. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/Zk/aww.

tirto.id - Kegiatan untuk memperingati Hari Santri Nasional (HSN) bermacam-macam, salah satunya lomba menulis atau membaca cerita pendek (cerpen). Simak 5 contoh cerpen Hari Santri di dalam artikel ini.

Hari Santri Nasional adalah peringatan khusus untuk mengenang kontribusi santri yang ikut berjuang membela NKRI dari serangan penjajah. Masyarakat Indonesia merayakan Hari Santri setiap tahun pada 22 Oktober.

Cerpen Islami Hari Santri dapat memuat kisah inspiratif tertentu. Penulis juga bisa menyesuaikan cerpen tentang Hari Santri berdasarkan tema yang ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag) secara nasional.

Contoh Cerita Pendek tentang Hari Santri Singkat

Cerita Hari Santri dapat memuat berbagai hal menarik dari kehidupan para santri. Adapun santri adalah istilah dari bahasa Sanskerta yang artinya "melek huruf" atau "bisa membaca."

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), santri artinya adalah orang yang mendalami agama Islam dan orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang yang saleh.

Dalam istilah yang populer, santri adalah sebutan bagi orang-orang yang sedang atau pernah memperdalam ajaran agama Islam di pondok pesantren. Hubungan antara santri, pondok pesantren, dan ajaran agama Islam ini tak bisa dipisahkan.

Oleh karena itu, cerpen bisa mengangkat soal kehidupan sehari-hari santri, masalah umum para santri, dan kisah-kisah sederhana lainnya. Pastikan cerpen Hari Santri memuat nilai kejujuran, religi, kebijaksanaan, dan sebagainya.

Tirto telah menghimpun 5 contoh cerpen tentang Hari Santri untuk memperingati hari besar berikut.

1. Cerpen Hari Santri

Judul: Keresahan Sebelum Pidato

Dimas dan Yuda adalah dua santri kelas menengah yang telah berbagi banyak cerita selama dua tahun terakhir. Mereka sangat akrab karena masuk di kelas dan asrama yang sama.

Suatu hari, Ustaz Maher, seorang guru senior yang dihormati, memilih Yuda untuk menjadi pembicara utama dalam acara penyambutan santri baru. Yuda adalah seorang santri yang cerdas dan berprestasi, dan Ustaz Maher yakin dia akan menginspirasi santri baru dengan pidatonya.

Yuda menerima tugas ini dengan penuh semangat, tetapi ia memiliki satu masalah yang selalu mengganggunya: ketakutan berbicara di depan umum. Yuda merasa perutnya mual, lidahnya kelu, dan tangannya gemetar setiap kali dia mencoba berbicara di depan banyak orang.

Ia tahu bahwa pidatonya harus sempurna, sehingga dia tidak ingin mengecewakan ustaz dan teman-temannya. Namun, rasa gugupnya semakin membebani pikirannya seiring berjalannya waktu.

Melihat Yuda dalam kebingungan, Dimas yang bijaksana dan penuh empati merasa perlu membantu temannya. Dimas kemudian mendengarkan Yuda dengan seksama terkait kenapa ia terus-menerus merasa gugup.

"Aku takut salah sebut selama pidato. Ditambah tatapan orang-orang semuanya mengarah kepadaku, aku jadi gugup," kata Yuda.

"Aku paham, aku juga pasti akan gugup. Bagaimana kalau kamu mengamalkan doa agar tidak gugup?" tanya Dimas.

"Doa agar tidak gugup?" tanya Yuda.

Dimas kemudian membacakan potongan Al-Qur'an surah Taha ayat 25-28, bunyinya "Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii," kata Dimas.

"Doa itu artinya 'Ya rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku'. Dengan membaca ini insyaallah kita bisa dijauhkan dari rasa gugup," kata Dimas.

Hal itu membuat Yuda kembali mengingat ajaran Ustaz Maher dan berterima kasih kepada Dimas. Selanjutnya, Yuda meresapi doa itu dan mulai membacakannya dalam hati setiap kali ia berlatih pidato. Setiap kata dalam doa itu memberikan kekuatan dan keyakinan padanya.

Ketika hari penyambutan santri baru tiba, Yuda merasa gugup. Namun, ia memutuskan untuk mengulang doa tersebut dalam hatinya hingga ia merasa tenang.

Setelah tenang ia naik ke atas panggung dan memberikan pidato penyambutan dengan penuh percaya diri. Ia juga menceritakan dengan jelas visi dan misi pondok pesantren dan memberikan semangat kepada santri baru.

Ustaz Maher tersenyum puas, dan teman-teman Yuda memberikan tepuk tangan meriah. Yuda merasa begitu bersyukur atas bantuan Dimas dan kekuatan doa yang membantunya mengatasi ketakutannya.

Kini, ia tahu bahwa dengan kepercayaan diri dan doa yang tulus, ia bisa menghadapi tantangan apa pun masalah di masa depan.

2. Cerita Hari Santri

Judul: Semua Pasti Kangen

Astri merengut kesal di kursi belakang ketika mobil yang dikendarai ayahnya memasuki gapura "Selamat Datang Kota Bogor." Bagaimana tidak kesal? Astri harus kembali ke pondok pesantren usai melewati libur Lebaran yang singkat.

Dua hari sebelumnya, gadis 14 tahun itu sudah merengek kepada Bunda supaya boleh libur lebih panjang.

"Boleh ya, Bun. Seminggu saja Astri mau di rumah," kata Astri. Namun, permintaannya tersebut ditolak Bunda karena khawatir Astri akan ketinggalan pelajaran. Alasan Astri ingin tinggal lebih lama di rumah sebetulnya sederhana.

Tante Sarah baru saja melahirkan bayi kecil lucu yang akan menjadi sepupu baru Astri. Astri ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan adik bayi dan bermain dengannya.

"Gimana kalau nanti selama Astri pergi, adik lupa sama wajah Astri?" gerutu Astri kepada Bunda yang duduk di kursi sebelah ayah.

"Astri, bayi memang belum punya kemampuan untuk mengingat wajah. Jadi wajar kalau adik lupa wajah Astri. Bedanya, bayi lebih cepat akrab sama orang yang tulus dan ramah. Astri kan anak yang tulus dan ramah, kan? Pasti bisa cepat akrab lagi dengan adik," jelas Bunda.

Astri hanya mendengus kesal dan memejamkan mata sambil memeluk bantal mobil yang disiapkan ayah untuk menemaninya. Tidak terasa 30 menit kemudian mobil sudah memasuki kompleks Pondok Pesantren Al-Hidayah.

Astri sebetulnya sudah melihat gapura pondok pesantrennya itu, namun tetap memejamkan mata agar dikira tidur. Setelah mobil menepi, ayah segera turun dan membuka bagasi dan menurunkan tas-tas Astri.

"Astri, ayo bangun. Sudah sampai, nih," ucap Bunda lembut. Namun, Astri tak bergeming. Ia tetap memejamkan matanya sambil pura-pura tidur. "Ayah, Astri masih tidur, nih sepertinya," sahut Bunda menahan tawa.

"Waduh, kalau masih tidur mana bisa turun? Apa Astri tidak jadi diantarkan saja hari ini, Bun?" sahut Ayah bergabung dalam gurauan Bunda. Tiba-tiba Astri merasa sebuah tangan dingin mencubit hidungnya. Ia langsung terperanjat karena kaget dan tidak bisa bernapas.

"Aduuh Bunda, iseng banget sih!" omel Astri kesal setelah mengetahui tangan dingin tersebut adalah tangan Bunda yang sudah lama terkena AC mobil. "Yang iseng Bunda apa kamu, sih? Anak Bunda udah berani bohong ya, pura-pura tidur?" ejek Bunda.

"Enggak, orang tidur beneran kok," katanya. "Ya udah, ayo turun. Ustazah Halimah barusan juga sudah datang, tuh," kata Bunda sambil membukakan pintu Astri.

Begitu turun dari mobil Astri melihat Ustazah Halimah berdiri di seberang pos pengaman. Ia tampaknya baru turun dari motor yang dikendarai oleh seorang pria berjaket hitam. Ustazah Halimah kemudian memeluk seorang anak kecil.

Usia anak itu paling-paling baru 5 tahun. Usai memeluk anak kecil itu, Ustazah Halimah mencium tangan pria berjaket hitam dan menyerahkan helm kepadanya. Kemudian, anak umur 5 tahun itu naik kembali ke atas motor dan pergi meninggalkan area pondok pesantren.

Sembari motor menjauh, anak kecil tersebut melambaikan tangan ke Ustazah Halimah yang dibalas lambaian pula oleh guru kesukaan Astri itu.

"Assalamualaikum Ustazah," sapa Bunda ke Ustazah Halimah yang tampak kerepotan membawa tas besar. "Waalaikumussalam, apa kabar Bunda Astri," sapa Ustazah Halimah ramah sambil menjabat tangan Bunda.

"Kabar baik, Ustazah. Mulai hari ini minta tolong titip Astri lagi ya, Ustazah," kata Bunda sambil merangkul pundak Astri. "Masyaallah, Astri hari ini datang tepat waktu, ya. Gimana liburannya?" tanya Ustazah Halimah.

Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Astri justru menanyakan hal lain ke Ustazah Halimah, "Ustazah, adik kecil itu tadi siapa?" katanya. "Oh, itu tadi anak dan suami Ustazah. Mereka hari ini ada waktu, jadi mengantarkan Ustazah ke sini," jawab Ustazah.

"Memangnya, rumah Ustazah Halimah di mana?" tanya Astri lagi. "Di Depok," jawab Ustazah Halimah yang membuat Astri terkejut. "Loh, itu kan jauh sekali Ustazah? Memangnya tidak kangen?" tanya Astri.

"Ya, pasti kangen, dong. Tapi Ustazah, kan harus bekerja mengajar Astri dan santri lainnya di sini," kata Ustazah Halimah. Tiba-tiba Astri merasa malu karena sikap anak Ustazah Halimah yang begitu tegar melepas ibunya mengajar selama berbulan-bulan di sini. Kalau Astri sih, pasti sudah ngambek.

"Tuh, adik kecil tadi aja nggak ngambek ditinggal ibunya. Masa kamu kalah ngambek sama adik kecil," bisik Bunda seolah bisa membaca pikiran Astri.

"Yaudah, kalau gitu Astri nggak akan marah lagi. Tapi gantinya, setiap Sabtu dan Minggu Astri mau video call adik, boleh kan Ustazah?" tanya Astri. "Iya, boleh dong. Astri dan teman-teman santri yang lain boleh pakai ponsel untuk menghubungi keluarga khusus di hari Sabtu dan Minggu," jawab Ustazah.

Begitulah Astri memulai hari pertamanya di pondok pesantren dengan perasaan yang lebih ringan. Astri merasa tidak terlalu berat lagi meninggalkan adik kecilnya untuk belajar di pesantren. Ia sadar bahwa yang kangen dengan keluarga di rumah bukan hanya dirinya, tetapi semua orang di pesantren.

"Kalau begitu Astri masuk dulu ya, Bunda, Ayah. Assalamualaikum," kata Astri menarik tasnya. "Waalaikumussalam, hati-hati ya," sahut Bunda pada Astri yang berlari melesat ke dalam asrama putri.

3. Cerpen Singkat tentang Kehidupan Santri

Judul: Bismillah, Aku Tidak Takut!

Bagas, Dodi, dan Heri adalah santri baru di Pondok Pesantren Al-Huda yang penuh semangat. Mereka sedang menikmati hari-hari pertama mereka di pondok dan belajar dengan giat. Namun, kegembiraan mereka segera berganti di minggu ketiga mereka di pesantren.

Hal ini karena ketiganya tidak sengaja mendengar kakak kelas wustho (menengah) berbicara tentang sosok gaib nenek gayung yang konon bersemayam di toilet pesantren.

"Beneran loh, temanku pernah lihat sekilas. Wujudnya seram sekali dan membawa-bawa gayung kamar mandi persis seperti di film," kata Kak Sandi.

Gosip soal hantu nenek gayung itu menyebar dengan cepat. Hal itu membuat Bagas, Dodi, dan Heri merasa ketakutan. Bahkan, ketika malam tiba Bagas, Dodi, dan Heri jadi takut pergi ke kamar kecil. Mereka masih teringat cerita mengerikan tentang hantu nenek gayung.

Sejak hari itu, ketiganya yang satu kamar saling membangunkan jika ingin pergi ke kamar kecil. Namun, hal itu merepotkan dan sering membangunkan santri lainnya di kamar.

"Jadi bagaimana ini, aku selalu terbangun di malam hari, tapi takut ke toilet karena jauh dan gelap sekali," tanya Heru. "Aku juga takut. Andaikan toiletnya dekat kamar kita, aku pasti tidak akan setakut ini," timpal Dodi.

"Aha, aku tahu. Bagaimana kalau kita buang air kecil di kebun sebelah asrama saja? Di sana dekat dan cukup tertutup," ujar Bagas sembarangan memberi ide.

Uniknya, idenya itu malah disambut baik oleh kedua temannya. Mereka merasa tidak ada pilihan lain selain buang air kecil di kebun kecil dekat asrama. Dari pada berpapasan dengan hantu nenek gayung, kan? Pikir mereka.

Akibatnya, ketiganya mulai kencing sembarangan di dekat kebun pesantren, menciptakan masalah baru dan mengganggu ketertiban pondok. Area kebun dekat dengan kamar asrama yang lain. Karena mereka sering buang air sembarangan, kebun di area tersebut menjadi bau dan dipenuhi lalat.

Keluhan ini kemudian diketahui oleh Ustaz Teguh. Ia lantas mencari tahu siapa santri yang kencing sembarang di kebun tersebut. "Ayo, silakan mengaku sebelum jam 3 sore hari ini. Saya tunggu di ruangan saya. Kalau kalian tidak mengaku dan ketahuan, hukumannya akan saya beri tiga kali lipat," kata Ustaz Teguh di akhir kelas Dakwah.

Mendengar pengumuman itu, Bagas, Dodi, dan Heru memutuskan untuk jujur dan mengakui perbuatan mereka kepada Ustaz Teguh. Mereka menceritakan alasan mereka kencing sembarangan selama beberapa hari terakhir.

Setelah mendengar cerita dari ketiga santri baru, Ustaz Teguh dengan bijak menasihati mereka bahwa mereka tidak perlu takut dengan hantu, jin, atau setan.

"Manusia diciptakan lebih mulia dari pada jin dan setan. Sehingga, satu-satunya kekuatan yang harus kita takuti adalah Allah SWT. Bukan jin, setan, atau sejenisnya," kata Ustaz Teguh.

"Rasa takut berlebihan justru bisa menyebabkan kita melakukan upaya untuk melakukan keburukan. Contohnya, seperti yang baru saja kalian lakukan, bukan?" jelas Ustaz Teguh.

Bagas, Dodi, dan Heru mengangguk pelan membenarkan. "Dari pada kalian takut, kalian bisa berdoa kepada Allah, yaitu dengan berucap audzubillah himinas syaitoon nirrojiim yang artinya Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Insyaallah, Allah akan melindungi kita dari godaan jin atau setan apa pun," jelas Ustaz Teguh.

Selain itu, Ustaz Teguh berpesan untuk memulai apa pun dengan ucapan bismillahirahmanirrahim, supaya apa pun yang kita lakukan adalah atas nama Allah, Zat terkuat di alam semesta. "Setan pun sudah pasti takut kalau berurusan dengan Allah," kata Ustaz.

Mereka lantas mengucapkan dua kalimat itu bersama-sama "Bismillahirahmanirrahim, audzubillah himinas sayitoon nirrojiim." Sejak saat itu, Bagas, Dodi, dan Heru selalu mengucap Bismilah dan taawuz untuk menghilangkan ketakutannya kepada hantu.

Berkat saran dari Ustaz Teguh, mereka menjadi lebih percaya diri dan berani pergi ke kamar kecil di malam hari. "Bismillah, aku tidak takut, karena ada Allah yang melindungiku," gumam Bagas sebelum masuk ke kamar kecil.

Kemudian, setelah membaca doa masuk kamar mandi ia masuk ke toilet menuntaskan urusannya dan keluar dengan aman.

"Ternyata hantu nenek gayung itu cuma gosip," kata Heru. "Iya, rugi aku sudah percaya. Padahal cukup dengan audzubillah himinas sayitoon nirrojiim kita bisa dilindungi," timpal Dodi.

Namun, karena perilaku sembrono mereka, Bagas, Dodi, dan Heri dihukum membersihkan kebun dan kamar mandi selama seminggu.

Meskipun mendapat hukuman, mereka tidak lagi merasa takut karena telah memahami bahwa dengan doa dan keyakinan, mereka bisa mengatasi rasa takut mereka. Kesalahan mereka telah menjadi pelajaran berharga, dan mereka kini menjadi santri yang lebih baik.

4. Cerpen Islami Hari Santri

Judul: Perjuangan Santri Meraih Prestasi

Penulis: Khoirin Nisa

Pagi yang cerah, menghirup udara yang segar di sekolah yang menenangkan hati. Terbayang-bayang suasana indah di masa kecil. Diiringi angin yang sangat sejuk. Santri pun mulai merasakan ketenangan dan kebahagiaan di waktu pagi. Bel pun berbunyi “Kriiiiing… ” saatnya memulai kegiatan dan aktivitas pesantren.

Kuucapkan salam saat masuk kelas “Assalamualaikum” ucapku.

Waalaikumsalam,” jawab ustazah.

Ustazah pun mulai membaca Al-Qur’an. Teman-teman pun mengikuti bacaannya. Di saat pembacaan Al-Qur’an selesai, ustazah memulai memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar pelajaran yang telah dikaji sebelumnya. “Aduh… Aku lupa menghafal” gumamku dalam hati. Ustazah pun langsung mengulangi dan menjelaskan dengan rinci. Aku pun mulai hafal dan mengerti sedikit demi sedikit.

Jam menunjukkan jam 06.30 tak terasa 1 jam telah berada di kelas dengan teman-teman. Bell berbunyi “Kriinggg… ” Pertanda pelajaran selesai dan saat nya keluar kelas dan kembali ke asrama masing-masing.

Sesampainya di asrama, kuperbarui wuduku. Doa setelah wudhu ku panjatkan seraya menengadah ke atas sembari memohon kepada Allah agar dosa-dosa terjatuh seiring jatuhnya air wudhu yang bening.

Kuambil mukenaku hadapkan wajahku kepada Allah dalam salat duha sebagai untaian doa untuk kedua orang tuaku semoga mereka senantiasa diberikan kesehatan dan kelapangan rezeki dalam membiayai pendidikan di pesantren. Sembari memohon kebetahan, kesabaran, dan kesemangatan dalam menuntut ilmu di pesantren.

Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Kulangkahkan kaki untuk mengikuti belajar di madrasah diniah. Para santri pun mulai membaca nazam dengan kompak di masing-masing kelas. Namun di saat itu pula pandanganku tertuju kepada seorang yang tampak murung duduk sendirian di depan kelas. Yah santri itu ternyata teman kelas saya. Namanya Lilly. Santri yang sangat rajin dan cerdas, bersahaja dan disenangi banyak teman karena Budi pekertinya yang baik.

“Ada apa teman? Kok murung? Ada masalah kah?” tanyaku ke Lily

“Gak ada apa-apa. Saya baik-baik saja kok” jawab Lily sambil menampakkan senyum yang terpaksa.

“Jujur saja deh…! Kamu pasti sedang punya masalah. Tak biasanya kamu seperti ini. Ayolah sobat cerita kepadaku. Siapa tahu aku bisa membantumu.” paksaku ke Lily

“Bener aku gak punya masalah apa-apa kok,” jawab Lily dengan suara lirih sembari memegang perutnya.

“Ayolah Lily aku ini sahabat baikmu, sebangku dengan mu. Aku tak percaya apa yang kamu omongin tadi. Saya janji tidak akan cerita kepada siapa pun, kalau mau cerita. Pliiisss dech,” pintaku dengan nada mengemis.

Akhirnya Lily pun menceritakan apa yang dia alami.

“Sebetulnya saya malu menceritakan hal ini kepada siapa pun. Tapi karena engkau teman baikku, akan aku ceritakan semuanya kepadamu,” kata Lily.

“Saya lemas dan murung ini sebetulnya karena saya menahan rasa lapar. Sejak kemarin pagi saya belum makan sampai saat ini. Kiriman orang tuaku bulan ini tidak cukup untuk beli makan. Uang jatah makanku kugunakan untuk membeli obat waktu saya sakit kemarin.’

“Ya Allah Lily mengapa kamu tidak bilang saja pada orang tuamu kalau kamu tidak punya uang? Mengapa kamu juga tidak bercerita kepadaku?” tanyaku sambil keheranan.

“Pantang bagiku untuk meminta lebih dari apa yang diberikan kepada orang tuaku. Berapa pun yang diberikan oleh orang tua saya terima dengan ikhlas. Saya tidak pernah bilang kurang. Aku malu meminta lebih kepada orang tuaku. Karena saya sadar orang tuaku hanya buruh tani dan kerja serabutan.

Tapi saya tidak ingin mengecewakan mereka. Saya harus giat belajar, rajin ibadah dan selalu berupaya berakhlak karimah. Karena hanya dengan ini saya bisa membuat mereka bahagia,” cerita Lily sambil meneteskan air mata.

Aku pun terenyuh dan hatiku menangis mendengar cerita teman baikku. Pikiranku jauh teringat akan kedua orang tuaku yang jauh di sana. Betapa besar dosaku kepada orang tuaku yang selalu merasa tidak cukup dengan kirimanku selama ini.

Ya Allah ya Rabb, ampunilah dosa-dosaku selama ini. Berikanlah kesempatan kepadaku untuk membahagiakan kedua orang tuaku.

5. Cerpen Hari Santri 2025

Judul: Aku Ingin Berkontribusi

Setelah menjalankan ibadah salat isya, Doni langsung beranjak pergi ke kamar di asrama laki-laki. Sementara itu, teman-temannya yang lain jalan berlainan arah ke lapangan pesantren.

Teman seangkatan Doni ini pergi ke lapangan untuk mempersiapkan dekorasi acara Hari Santri Nasional 2025 sehingga tidak langsung ke kamar. Sementara Doni memutuskan pergi terlebih dahulu ke kamar karena merasa perutnya sakit.

Kondisi perut yang tak bisa ditoleransi ini menyebabkan Doni overthinking. Dia sudah merasakan penyakit itu selama dua hari sehingga tak dapat beraktivitas normal.

Adapun acara akan diselenggarakan pada keesokan harinya. Doni yang telah kehabisan akal pun mencari cara agar dirinya bisa merasa berguna untuk pesantren.

Di malam yang gelap itu, Doni mengambil perangkat genggamnya untuk berkomunikasi dengan orang tua.

"Pah, aku sakit beberapa hari ini. Jadi, gabisa ikut siap-siap untuk acara HSN besok," ujarnya lirih.

Ayah Doni pun menjawab anaknya dengan nada pelan, lalu mempertanyakan tentang kondisi kesehatannya.

"Terus sekarang bagaimana kondisinya?" tanya ayahnya.

"Sudah mendingan ini," jawab Doni.

Kembali ke topik pembicaraan awal, Doni meminta solusi kepada ayahnya agar bisa membantu penyelenggaraan acara. Mereka berdua pun mengobrolkan perihal berbagai macam bantuan, salah satunya donasi makanan.

Doni dan ayahnya sepakat untuk mengirim makanan pada hari-H acara untuk menambahkan kebutuhan konsumsi. Opsi ini dipilih karena rumah Doni tak begitu jauh dari lokasi pesantren.

Adapun ayah Doni langsung menghubungi pihak hubungan masyarakat (humas) pesantren. Dia menyampaikan niatnya untuk membantu memperlengkap variasi makanan yang belum dipesan panitia.

Kebetulan, pihak panitia mengungkapkan ada beberapa makanan yang memang belum sempat dipesan. Oleh karena itu, ayah Doni memutuskan untuk menutup kebutuhan tersebut.

Pada keesokan harinya, ayah Doni datang dengan mobil box terbuka dan langsung menuju ke lapangan pesantren. Doni saat itu belum bisa beraktivitas normal sehingga hanya memperhatikan ayahnya dari kejauhan.

Ketika panitia sibuk menurunkan barang, ayah Doni menghampiri anaknya. Ia langsung memeluk erat Doni, kemudian berkata:

"Tidak apa-apa Don, kamu sudah melakukan yang terbaik," ujar ayah yang menghibur Doni.

Tirto telah merangkum berbagai hal seputar Hari Santri Nasional dan kegiatan di dalam peringatannya. Simak terus informasi terbaru seputar HSN di sini.

Kumpulan Informasi Hari Santri Nasional

Baca juga artikel terkait HARI SANTRI NASIONAL atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Edusains
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Yuda Prinada