Menuju konten utama

Arti September Hitam Indonesia yang Viral di Medsos

Arti September Hitam di Indonesia menyangkut pembunuhan Munir, tragedi Semanggi 2, dan lainnya. Kenapa tagar ini ramai di medsos setiap tahun?

Arti September Hitam Indonesia yang Viral di Medsos
Mahasiswa membawa poster bergambar Sigit Prasetyo korban Tragedi Semanggi 1 saat ziarah makam di TPU Tanah Kusir, Jakarta, Rabu (13/11/2024). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/YU

tirto.id - Di tengah-tengah gaung demonstrasi di Indonesia, muncul tagar September Hitam yang juga viral. Banyak netizen yang tidak tahu arti dan makna dari istilah September Hitam ini meski banyak diberitakan. Adakah kaitannya dengan demo?

Di akun Instagram @kamisanmajene, muncul sebuah unggahan dengan latar hitam dan tulisan besar “SEPTEMBER HITAM”.

“Bulan ini adalah saksi, ia adalah penanda banyaknya tetesan darah yang menjadi korban dan dikorbankan. kemenangan itu akan kita rebut kembali, jaga kawan, jaga warga, kawan bantu kawan, warga bantu warga. SOLIDARITAS UNTUK SELURUH KORBAN!,” tulis caption dalam unggahan tersebut.

Istilah September Hitam ini pun menjadi tema demonstrasi hari ini di Yogyakarta. Lantas, apa arti dan makna sebenarnya dari istilah September Hitam?

Arti September Hitam dan Kumpulan Peristiwa Kelam di Indonesia

September Hitam adalah istilah yang digunakan untuk mengingat kembali berbagai peristiwa kelam yang terjadi di bulan September dalam sejarah Indonesia.

Beberapa peristiwa kelam yang menjadi bahan renungan dalam kampanye “September Hitam” adalah:

1. Gerakan 30 September

Pada 30 September 1965, tujuh perwira tinggi TNI AD menjadi target penculikan. Mereka adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Raden Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen MT Haryono, Mayjen DI Panjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Tendean.

Jenderal A.H. Nasution sebenarnya juga menjadi target namun selamat karena kelompok penculik mengira Kapten Pierre Tendean yang menjadi ajudan sebagai dirinya.

Semua perwira TNI tersebut dibunuh dan jasadnya dibuang di Lubang Buaya.

2. Tragedi Tanjung Priok

Tragedi ini bermula ketika ada seorang prajurit TNI yang memasuki sebuah masjid tanpa mencopot sepatu. Ia kemudian diprotes masyarakat dan terjadi bentrokan yang membuat 4 jamaah masjid ditangkap.

Pada 12 September 1984 sekitar 1.500 massa melakukan protes di kantor Koramil Tanjung Priok. Mereka menuntut pembebasan jamaah yang ditangkap tersebut. Tanpa mereka tahu, prajurit TNI mengepung massa dari dua arah dan melakukan penembakan ke arah mereka secara membabi buta.

3. Tragedi Semanggi 2

Pada tanggal 24 September 1999, saat itu mahasiswa turun ke jalan untuk menuntut Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang diminta Pemerintahan Presiden B.J. Habibie tidak diberlakukan.

Hal ini karena UU PKB memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Aparat keamanan menembaki mahasiswa saat sedang terjadi ketegangan. Belasan mahasiswa meninggal dunia termasuk salah satunya mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap.

4. Tragedi Pembunuhan Aktivis HAM Munir

Pada 7 September 2004, Munir Said Thalib seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) yang vokal mengkritik pelanggaran HAM berat oleh militer, meninggal dunia dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam.

Munir diracun dengan arsenik yang diduga dicampurkan dalam minuman atau makanan selama penerbangan.

5. Demo #ReformasiDikorupsi

Para mahasiswa turun ke jalan memprotes beberapa tuntutan seperti menolak RKUHP, menolak revisi UU KPK, dan lainnya. Puncak aksi yakni pada 28-30 September 2019, banyak korban yang berjatuhan karena kekerasan yang dilakukan aparat.

6. Penculikan dan Pembunuhan Salim Kancil

Salim Kancil adalah seorang petani dan aktivis lingkungan asal Lumajang, Jawa Timur. Ia bersama warga menggelar aksi damai untuk menolak praktik penambangan pasir ilegal di pesisir Pantai Watu Pecak.

Namun pada 26 September 2015, Salim Kancil diculik, disiksa, dan dibunuh secara brutal oleh sekelompok orang. Mantan Kepala Desa Selok Awar-awar di kota Lumajang, Jatim, Hariyono dan Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat, Mat Dasir dinyatakan bersalah atas meninggalnya Salim dan divonis 20 tahun penjara.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Prihatini Wahyuningtyas

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Prihatini Wahyuningtyas
Penulis: Prihatini Wahyuningtyas
Editor: Dipna Videlia Putsanra