tirto.id - Istilah "September Hitam" sedang menggema di media sosial (medsos). Apa arti peringatan tersebut? Apakah terkait dengan kasus pelanggaran HAM di Indonesia?
Platform media sosial seperti X alias Twitter diramaikan istilah September Hitam. Gabungan dua kata ini banyak digunakan sejumlah akun hingga beredar luas di medsos.
Istilah ini cukup menarik perhatian lantaran menggabungkan salah satu nama bulan (September) dan warna hitam yang terkenal dengan sinyal kelam atau rasa duka.
Mayoritas warganet mengkait-kaitkan istilah September Hitam dengan sejumlah kasus yang pernah terjadi sepanjang bulan September.
Peringatan September Hitam & Daftar Kasus
Salah satu akun yang turut mengunggah istilah September Hitam adalah @KontraS. Dalam narasinya, pemilik akun juga mencantumkan nama Jokowi atau Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Sudah 1 September 2024! Saatnya kembali kita suarakan #SeptemberHitam #AdiliJokowi #NawaDosaJokowi," tulisnya pada Minggu, 1 September 2024. Unggahan ini sudah disaksikan lebih dari 500 ribu kali.
Akun lain atas nama @ruddierawk ikutan menyuarakan September Hitam sembari menuliskan kalimat Wiji Thukul, penyair sekaligus aktivis masa orde baru (orba).
"SEPTEMBER HITAM "Kekejaman kalian adalah buku pelajaran yang tak pernah ditulis" - Wiji Thukul - #MenolakLupa #SeptemberHitam," tulisnya.
Mengutip laman KontraS Sumut, September Hitam termasuk bulan kelam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Berikut adalah daftar kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama bulan September:
Tragedi 65/G 30 S PKI: 30 September 1965
G 30 S PKI adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Jutaan warga menjadi korban akibat aksi yang disertai dengan penumpasan partai berhaluan komunis.
Korban dan keluarga korban 1965-1966 merasa berjuang sendiri untuk mendapatkan keadilan dan berharap pengusutan segera tuntas.
Tragedi Tanjuk Priok: 12 September 1984
Kerusuhan yang melibatkan aparat dengan warga ini menyebabkan ratusan orang meninggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Tragedi pecah antara massa Islam dengan aparat pemerintah Orde Baru (Orba).
Tragedi Semanggi 2: 24-28 September 1999
Semanggi 2 terjadi pada 24 September 1999. Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan pencabutan dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Aparat membubarkan paksa dan terjadi bentrokan hingga disertai tembakan, pukulan, serta gas air mata.
Pembunuhan Munir: 7 September 2004
Pemilik nama lengkap Munir Said Thalib ini adalah seorang aktivis HAM. Cak Munir, demikian sapaannnya, meninggal setelah diracun arsenik dosis tinggi ketika terbang ke Belanda.
Kendati pembunuh Munir sudah diadili, sang aktor intelektual tak kunjung terungkap.
Kematian Salim Kancil: 26 September 2015
Salim Kancil berprofesi sebagai petani. Ia sekaligus aktivis lingkungan. Salim Kancil aktif menentang penambangan pasir ilegal di Lumajang.
Akan tetapi, nasibnya berakhir tragis setelah dibunuh preman yang konon atas suruhan Kepala Desa Selok Awar-Awar. Pelaku mendapatkan vonis hukuman 20 tahun penjara, namun dalang pembunuhan tak pernah dihadirkan di pengadilan.
Pembunuhan Pendeta Yeremia: 19 September 2020
Pendeta Yeremia berstatus pemimpin Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) di Hitapida, Papua.
Ia meninggal setelah mendapatkan luka tusuk dan diguna ditembak aparat. Pendeta Yeremia dinilai kritis terhadap kehadiran aparat di Hitapida.