tirto.id - Baru-baru ini konflik antara Palestina dan Israel semakin memuncak. Serangan terjadi bertubi-tubi, menewaskan banyak warga sipil termasuk anak-anak Palestina yang sedang mengantre air bersih dan makanan.
Bencana kelaparan pun terjadi karena pihak Israel menghalangi jalur distribusi makanan. Potret-potret bayi malnutrisi atau bahkan meninggal karena gizi buruk banyak beredar di media sosial.
Kondisi ini mengingatkan warga dunia akan kemerdekaan suatu negara. Setiap negara dapat berdaulat dan memastikan warganya aman.
Bahkan, belakangan diberitakan bahwa delegasi RI ke PBB guna membahas two state solution (solusi dua negara). Sementara, beberapa negara seperti Prancis dan Kanada dikabarkan akan segera mengakui kemerdekaan Palestina.
Kemerdekaan bagi rakyat Palestina tentu bukan hal mustahil dan tidak pernah diupayakan. Orang-orang dapat mengingat adanya solusi dua negara yang sebenarnya bukan hal baru. Simak penjelasan mengenai apa itu solusi dua negara atau two state solutiondan mengapa hal itu belum juga terwujud.
Apa Itu Two State Solution?
Two state solution atau solusi dua negara merupakan kondisi dimana negara yang bertikai harus mengakui keberadaan sekaligus kedaulatan masing-masing. Solusi ini dapat dipakai untuk mengakhiri konflik.
Solusi dua negara atau two state solution ini mencakup pembahasan batas wilayah dan letak ibu kota yang penyelesaiannya dapat ditentukan melalui sebuah perundingan.
Secara rinci, kerangka penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel yakni dengan mendirikan dua negara untuk dua bangsa. Di antaranya yakni Palestina untuk rakyat Palestina dan Israel untuk bangsa Yahudi.
Solusi ini sebenarnya sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Namun, hingga saat ini belum terwujud pelaksanaannya.
Mulanya, usulan awal untuk pembentukan negara Yahudi dan Arab di Mandat Britania atas Palestina diajukan pada laporan Komisi Peel tahun 1937. Isinya, Britania tetap menguasai wilayah kecil termasuk Yerusalem.
Usulan tersebut ditolak masyarakat Arab di Palestina. Namun, diterima oleh sebagian besar pimpinan Yahudi.
Pada Rencana Pembagian PBB 1947 untuk Palestina, terdapat usulan untuk membagi menjadi tiga wilayah. Yerusalem ditempatkan di bawah kuasa internasional.
Rencana pemisahan tersebut diterima oleh para pemimpin Yahudi, tapi ditolak oleh pemimpin negara-negara Arab dan Palestina. Mereka menentang setiap pemisahan Palestina dan adanya negara Yahudi di daerah tersebut.
Kemudian, Perang Arab-Israel tahun 1948 untuk menguasai wilayah sengketa pecah pada akhir Mandat Britania. Ini diakhiri dengan Perjanjian Gencatan Senjata pada 1949.
Sudah banyak upaya diplomatik yang dilakukan untuk mewujudkan solusi dua negara. Misalnya, Konferensi Madrid tahun 1991, Perjanjian Oslo tahun 1993, Pertemuan Camp David tahun 2000, dan Pertemuan Taba di awal tahun 2001, kesemuanya gagal. Juga, Prakarsa Perdamaian Arab terbaru yakni Pembahasan Perdamaian tahun 2013-2014 juga gagal.
Apa yang Menghambat Two State Solution dalam Konflik Israel-Palestina?
Alasan tidak terwujudnya solusi dua negara ini adalah karena Israel tidak kunjung mengakui kemerdekaan Palestina. Perlu diingat bahwa syarat two state solution ini adalah kedua negara harus mengakui keberadaan sekaligus kedaulatan masing-masing.
Namun, pemerintah Israel, terlebih sejak Benjamin Netanyahu menjabat sebagai Perdana Menteri, menolak Palestina merdeka. Mereka bahkan membangun permukiman-permukiman Yahudi di wilayah Palestina yang mereka kuasai. Hal ini merupakan tindakan ilegal.
Adapun Palestina sendiri masih terbagi menjadi dua kelompok, yakni di pihak Otoritas Palestina dan Hamas. Pihak Otoritas Palestina setuju dan mendukung solusi dua negara ini.
Namun, pihak Hamas sejak dulu menolaknya. Hamas masih terus melancarkan perjuangan bersenjata untuk melawan Israel.
Selain itu, hambatan lain yakni keduanya juga memperebutkan Yerusalem. Israel menganggap Yerusalem sebagai ibu kotanya yang “abadi dan tak terpisahkan".
Pada 2005, Israel menarik pemukim dan tentara dari Gaza sehingga pemukiman Yahudi meluas ke tempat lain. Dengan begitu, bagi rakyat Palestina, hal ini melemahkan prospek sebuah negara yang bisa bertahan.
Terdapat banyak hambatan untuk mencapai solusi dua negara itu. Kendati demikian, ini masih merupakan solusi terbaik karena solusi satu negara dianggap tidak realistis.
Hal itu mengingat bahwa faksi-faksi utama Palestina tidak mendukungnya. Sementara Israel, mereka tidak akan pernah menerima gagasan yang dapat membahayakan keberadaannya sebagai negara Yahudi.
Jika ingin mengetahui informasi lebih lanjut mengenai konflik Palestina-Israel atau tema serupa, pembaca dapat mengaksesnya melalui tautan berikut ini.
Penulis: Umu Hana Amini
Editor: Wisnu Amri Hidayat
Masuk tirto.id







































