tirto.id - Krisis kelaparan terjadi di Jalur Gaza, Palestina, akibat blokade bantuan yang dilakukan oleh Israel. Simak skala krisis, jumlah korban, dan dampak kelaparan di Jalur Gaza, Palestina.
World Health Organization (WHO) PBB memperingatkan bahwa Gaza semakin tak terkendali dan berada di jalur berbahaya. Sebab, terjadi peningkatan tajam kematian di bulan Juli 2025 akibat malnutrisi.
“Krisis ini sepenuhnya dapat dicegah. Pemblokiran dan penundaan bantuan pangan, kesehatan, dan kemanusiaan berskala besar yang disengaja telah merenggut banyak nyawa,” bunyi pernyataan WHO, Minggu (27/7/2025).
Kemudian, Kementerian Kesehatan Gaza yang dipimpin Hamas mencatat 133 orang telah meninggal karena malnutrisi sejak blokade dimulai Maret 2025.
Dampak Kelaparan di Gaza Palestina
WHO mencatat sebanyak 74 kematian malnutrisi terjadi pada Januari-Juli tahun 2025. Dari jumlah tersebut, 63 kematian terjadi pada bulan Juli 2026. Rinciannya terdiri dari 24 balita, seorang anak di atas lima tahun, dan 38 orang dewasa.
Melansir laporan WHO, hampir satu dari lima balita di Kota Gaza kini mengalami malnutrisi akut. Tercatat, usia 6–59 bulan di Kota Gaza menderita malnutrisi akut, telah meningkat tiga kali lipat sejak Juni 2025.
Kemudian, angka malnutrisi di Khan Younis dan wilayah Gaza Tengah, meningkat dua kali lipat dalam waktu kurang dari satu bulan. Rekapitulasi angka tersebut, merupakan angka perkiraan yang lebih rendah karena akses dan keamanan yang ketat yang menghalangi banyak keluarga untuk mencapai fasilitas kesehatan.
Pada pertengahan bulan Juli 2025, lebih dari 5.000 anak balita telah dirawat jalan karena malnutrisi, 18% di antaranya menderita Malnutrisi Akut Berat (SAM). Tren peningkatan rawat jalan terjadi sejak bulan Mei 2025.
Kemudian, pada Juni 2025, 6.500 anak melakukan rawat jalan. Data ini merupakan jumlah tertinggi yang tercatat sejak Oktober 2023. Selain menyerang balita, sebanyak 40 persen ibu hamil dan menyusui juga mengalami malnutrisi parah.
Sementara itu, total rawat inap akibat SAM sebanyak 263 pasien membanjiri empat pusat perawatan malnutrisi khusus di Jalur Gaza. Keempat pusat perawatan tersebut beroperasi melebihi kapasitas, dengan tenaga kerja yang kelelahan.
Tak hanya itu, pusat perawatan tersebut juga kehabisan bahan bakar, dan persediaan operasional diperkirakan akan habis pada pertengahan bulan depan.
Rusaknya sistem air dan sanitasi mempercepat penyebaran penyakit, memicu siklus penyakit dan kematian yang berbahaya. Dengan kondisi tersebut, WHO memperingatkan, sistem kesehatan di Jalur Gaza berada di ambang kehancuran.

Berdasarkan laporan penelitian yang berjudul “Catastrophic famine in Gaza: Unprecedented levels of hunger post-October 7th. A real population-based study from the Gaza Strip” yang dipublikasikan pada 28 Mei 2025, sekitar 98% rumah tangga mengalami kerawanan pangan parah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Perang di Jalur Gaza mengakibatkan penurunan berat badan yang signifikan (p<0,001) di antara individu, dengan rata-rata penurunan berat badan dari 74,8 ± 15,9 kg sebelum perang, menjadi 64,8 ± 15,2 kg.
Penurunan tersebut bersamaan dengan penurunan BMI yang signifikan (p<0,001) dari 26,4 ± 5,4 menjadi 22,8 ± 5,2 kg/m2. Krisis ini juga diperburuk dengan faktor-faktor seperti pengungsian, usia, status sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan penelitian tersebut, krisis kerawanan pangan dan kelaparan yang parah di Jalur Gaza, diperparah oleh serangan berkelanjutan dari pasukan Israel. Temuan penelitian ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan bantuan kemanusiaan yang segera dan berkelanjutan untuk mengatasi kebutuhan ketahanan pangan dan gizi kritis penduduk Gaza.
Hingga kini, pihak Israel membantah adanya kelaparan di Gaza. Mereka mengklaim bahwa gambar anak-anak yang terlihat di halaman depan media di seluruh dunia menunjukkan anak-anak yang menderita penyakit bawaan, bukan karena kelaparan.
Lebih dari 100 organisasi bantuan internasional dan kelompok hak asasi manusia memperingatkan akan terjadinya kelaparan massal di Gaza pada pekan ini.
Akibat banyaknya tekanan dari berbagai pihak, Israel melakukan ‘tactical pause’ atau membuka blokade harian sementara (pukul 10.00 hingga 20.00 waktu setempat) di beberapa wilayah Gaza yang dilanda kelaparan.
Kebijakan jeda serangan dan mengizinkan koridor bantuan ini dinilai sebagai upaya Israel membantah klaim palsu tentang kelaparan yang disengaja, menurut laporan BBC.
Menanggapi jeda serangan tersebut, warga Gaza telah bereaksi bahwa hal itu menjadi awal dari solusi yang lebih luas dan berkelanjutan untuk krisis yang semakin dalam.
Sementara itu, Medecins Sans Frontieres (MSF) menilai jeda pertempuran dan penghentian bantuan tidak cukup untuk menyelamatkan warga Gaza.
Pembaca juga dapat mengetahui info terbaru tentang kelaparan di Gaza melalui tautan Tirto.id di bawah ini:
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Beni Jo
Masuk tirto.id







































