tirto.id - Law of attraction adalah konsep yang memercayai bahwa impian bisa diraih jika seseorang memiliki keinginan kuat. Secara terminologi, law of attraction artinya hukum tarik-menarik.
Contoh law of attraction bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang siswa berpikiran bahwa esok teman sekelasnya akan bersikap baik terhadapnya. Maka, harapan itu akan menjadi kenyataan.
Singkatnya, prinsip law of attractionadalah pikiran positif menarik hal positif, pikiran negatif menarik hal negatif. Konsep ini mengajarkan agar orang-orang berpikir positif untuk "menarik" sesuatu yang diinginkannya.
Konsep LOA bahkan banyak dijadikan sebagai jargon oleh para motivator. Misalnya, kutipan yang disampaikan oleh pendiri The Walt Disney Company, Walt Disney, “If you can dream it, you can do it.”
Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, kutipan di atas berarti, "Jika kamu memimpikannya, kamu bisa melakukannya." Intinya, pikiran positif individu-lah yang memengaruhi kesuksesannya.
Selain Walt Disney, ada banyak tokoh terkenal lainnya yang mengaku memercayai prinsip law of attraction. Beberapa di antaranya termasuk Oprah Winfrey, Lady Gaga, dan Steve Harvey.
Bagaimana Cara Law of Attraction Bekerja?
Prinsip law of attraction mirip seperti ajaran Buddha yang mengatakan, "Pikiran adalah segalanya. Apa yang kamu pikirkan, akan menjadi dirimu."
Konsep serupa juga pernah diungkapkan oleh William Shakespeare dalam salah naskah drama yang ditulisnya, "Hamlet". Penyair cum dramawan Inggris abad 16 tersebut mengatakan, "Tidak ada yang terjadi, kecuali pemikiran kita membuatnya demikian."
Seorang motivator sekaligus penulis buku The Desire Factor (2021), Christy Whitman, mengklaim bahwa teori LOA dibuktikan lewat teori persamaan Albert Einstein, yaitu E = mc2.
"Berkat kontribusi Albert Einstein sekarang kita memahami bahwa materi dan energi tidak dapat dipisahkan, dan energi adalah dasar dari segala sesuatu di alam semesta nyata kita," katanya seperti yang dikutip dari Forbes.
Ia mengungkapkan bahwa setiap manusia memancarkan energi ke alam semesta. Energi tersebut kemudian akan berkumpul dan membentuk frekuensi yang harmonis, beresonansi, dan berefek pada kehidupan individu.
Cara Menerapkan Law of Attraction
Meskipun tidak terbukti secara ilmiah, ajaran untuk berpikir positif sesuai prinsip law of attraction bisa diterapkan dengan bijaksana.
Faktanya, sikap positif seperti optimisme memang berdampak positif pada kesehatan mental.
Berdasarkan studi yang dirilis di jurnal Clinical Practice and Epidemiology in Mental Health (2010), orang dengan pikiran positif lebih kecil kemungkinannya menderita depresi atau gangguan kecemasan.
Masih dalam studi yang sama, ditemukan pula bahwa orang yang optimistis memiliki peluang 50 persen lebih rendah meninggal akibat kardiovaskular dibanding kelompok lain.
Penerapan LOA bisa saja membantu pikiran tetap positif, asalkan tidak dijalankan terlalu kaku. Menurut Forbes, ada beberapa cara menerapkan law of attraction, sebagai berikut:
1. Berkomitmen mempraktikan kegiatan positif
Teori LOA mengajak seluruh pengikutnya untuk berkomitmen menjalankan kegiatan positif setiap hari. Hal itu bertujuan untuk menyelaraskan energi.
Contoh kegiatan positif yang disarankan adalah bermain musik, menghabiskan waktu di alam bebas, bermain bersama keluarga, olahraga, meditasi, menulis jurnal, bermain musik, atau mendengarkan siniar yang menginspirasi.
2. Menjauhkan diri dari hal negatif di media sosial
Teori law of attraction percaya bahwa sikap positif bisa diperoleh di lingkungan positif pula. Oleh karena itu, individu perlu menjauhi hal-hal negatif termasuk yang ada di dunia maya.
Blokir beberapa akun yang bersifat negatif dari media sosial. Contohnya akun-akun yang gemar membuat konten provokatif, kebencian, kata-kata kasar, dan sebagainya.
3. Sebisa mungkin selalu bersyukur
Sikap bersyukur dan berterima kasih dapat membuat individu menghargai kelimpahan yang dimiliki saat ini.
Salah satu cara bersyukur adalah secara rutin menulis lima hal baik yang terjadi setiap harinya.
4. Mengurangi interaksi dengan orang negatif
Individu punya kuasa atas dirinya untuk menghindari percakapan dengan orang yang membicarakan hal negatif.
Jika tidak memungkinkan untuk menghindari percakapan tersebut, terapkan self-talk positif. Ini dilakukan agar energi positif dalam diri dapat terangkat.
Kendati demikian, menurut psikolog berlisensi, James Michael Nolan, perlu kehati-hatian saat menerapkan kebiasaan. Tindakan mengalihkan perasaan negatif menjadi positif berisiko memicu kepositifan beracun atautoxic-positivity.
5. Pilih kata-kata yang positif
Menurut Christy Whitman, kata-kata memiliki kekuatan untuk menentukan realitas. "Dengan setiap kata yang kita ucapkan, kita menciptakan realitas yang kita inginkan, atau realitas yang kita takuti,” katanya.
Oleh karena itu, sebisa mungkin pilih kata-kata yang positif untuk menyampaikan pendapat.
Sebagai contoh, mengubah kalimat "Saya khawatir yang saya lakukan tidak berhasil" menjadi "Setiap tindakan yang saya lakukan membawa saya semakin dekat ke tujuan saya."
6. Persiapkan diri sebelum menghadapi kesulitan
Sebelum terlibat dengan situasi atau percakapan yang sulit, luangkan waktu sejenak untuk mempersiapkan suasana hati. Ini bisa dilakukan dengan menerapkan meditasi sejenak dengan teknik pernapasan.
Contoh Law of Attraction
Contoh law of attraction adalah seperti apa yang disampaikan Wallace D. Wattles, seorang tokoh LOA terkenal dari Amerika Serikat (AS). Melalui tulisannya, ia mengatakan, "Berikan perhatianmu sepenuhnya pada kekayaan; abaikan kemiskinan.”
Hal serupa juga pernah disampaikan oleh Rhonda Byrne dalam buku LOA yang ditulisnya, The Secret (2008). Berdasarkan salah satu kutipannya, ia meminta agar orang-orang mengalihkan pikirannya ke hal positif jika sudah melihat hal negatif.
"Jika kamu melihat orang yang kelebihan berat badan, jangan mengamatinya, tetapi segera alihkan pikiran Anda ke gambaran tubuh sempurna Anda." tulis Rhonda dalam kutipan The Secret.
Seperti dijelaskan di atas, teori LOA mengajak semua orang untuk selalu mengejar, membicarakan, dan berpikir tentang hal-hal positif, serta di sisi lain menjauhi pikiran negatif.
Apakah Law of Attraction Nyata?
Law of attraction banyak diterapkan dan dipercaya oleh orang-orang, sejak zaman dulu hingga sekarang. Tidak jarang di antaranya yang merupakan pesohor seperti penyanyi pop, Lady Gaga, serta petarung martial arts, Jonathan Dwight Jones.
Terlebih, ada banyak buku law of attraction yang diproduksi sehingga mudah diakses dan dipelajari oleh masyarakat umum. Lantas, apakah law of attraction nyata?
Sayangnya, LOA hingga saat ini belum terbukti benar. Hipnoterapis dan konsultan kehidupan bersertifikat di Arizona, Neil Farber, menggolongkan law of attraction sebagai pseudosains metafisik.
Konsep LOA juga merupakan kesimpulan dari asumsi yang cenderung tidak berdasar. "Filosofi Law of Attraction mengarah pada apophenia—kepercayaan yang salah arah bahwa ada makna di balik data acak," terang dia seperti yang dikutip dari Psychology Today.
Bahaya Law of Attraction
Neil Farber menjelaskan bahwa, selain tergolong pseudosains, law of attraction berpotensi menimbulkan bahaya yang berkaitan dengan pola pikir.
Bahaya law of attraction yang dikritisi oleh Neil Farber di antaranya adalah:
- Konsep LOA diangkat dari ilmu semu metafisik dan cenderung mencocokkannya secara sembarangan dengan ilmu pengetahuan yang ada.
- LOA tidak mengajarkan adanya tujuan pasti. Tujuannya cenderung mengarah kepada keinginan, bukan nilai dari sebuah tindakan.
- Prinsip law of attraction tidak mengajarkan adanya tindakan atau rencana yang jelas untuk mencapai tujuan.
- Satu-satunya tantangan dalam konsep LOA adalah pikiran negatif yang cenderung membuat orang menjadi sukar mengevaluasi masalah.
- Law of attraction berisiko membuat individu tidak punya belas kasih. Sebab, mereka diminta "mengabaikan hal negatif" seperti berbicara soal penyakit atau berurusan dengan orang miskin.
- Konsep meraih kesuksesan lewat LOA tidak dibatasi waktu, sehingga orang yang percaya terus menerus hidup untuk masa depan yang belum tentu menjadi nyata.
- LOA cenderung menyebabkan individu menyalahkan diri mereka sendiri jika keinginannya tidak tercapai.
- Beberapa konsep LOA berisiko menyebabkan victim blaming atau menyalahkan korban karena hal negatif yang mereka alami dipercaya berasal dari pikiran mereka sendiri.
Editor: Fadli Nasrudin