tirto.id - Poligami, atau praktik seorang suami yang memiliki lebih dari satu istri, menjadi topik yang kerap diperdebatkan dalam ajaran Islam.
Perlu diketahui, poligami bukanlah perintah mutlak, tetapi sebagai bentuk keringanan yang memiliki aturan tertentu. Meski terdapat sejumlah ayat poligami dalam Al-Quran, Islam pada dasarnya menekankan prinsip monogami sebagai bentuk ideal pernikahan.
Hal ini tercermin dalam penekanan pada hukum poligami yang menuntut perlakuan adil, yang sangat sulit dicapai dalam praktik poligami. Pemahaman terhdap ayat tentang poligami dan tafsirnya penting agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Artikel ini akan mengulas tentang dalil poligami beserta tafsirnya, hadits-hadits terkait, dan hukum tentang poligami dalam pandangan Islam.

Hukum Poligami Dalam Islam
Sebelum membahas ayat poligami, penting untuk memahami hukum poligami dalam Islam. Menurut Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, sebagaimana dilansir dari laman Muhammadiyah, poligami merupakan tradisi pra-Islam yang diatur, bukan diperintahkan.
Hukum asalnya adalah mubah (boleh), dengan syarat suami mampu berlaku adil secara lahir dan batin. JIka tidak, monogami lebih dianjurkan.
Hal ini juga sejalan dengan ayat tentang poligami dalam QS. An-Nisa ayat 3 yang membatasi poligami hingga empat istri, disertai pesan agar menghindari ketidakadilan.
Dengan demikian, poligami bukanlah prinsip utama dalam pernikahan Islam, melainkan solusi atas kondisi solial tertentu seperti banyaknya perempuan yatim atau janda pasca peperangan.
Selain itu, hukum poligami dalam Islam juga menekankan kemampuan dan tanggung jawab laki-laki dalam memimpin rumah tangga dengan adil. Hal ini tentu menjadi pertimbangan utama jika memutuskan untuk melakukan poligami.
Ayat Al-Quran Tentang Poligami Serta Tafsirannya
Beberapa ayat tentang poligami dalam Al-Quran memberikan pemahaman bahwa praktik ini boleh dilakukan tetapi dengan syarat harus mampu bersikap adil secara lahir dan batin.
Dalil masalah ini tercantum dalam ayat poligami QS. An-Nisa ayat 3 dan ayat poliigami QS. An-Nisa ayat 4. Berikut penjelasannya.
1. QS. An Nisa Ayat 3
Ayat poligami An-Nisa ayat 3 menjadi landasan utama dalil poligami. Ayat ini membolehkan poligami namun menekankan keadilan sebagai syarat utama. Jika tidak mampu adil, maka dianjurkan monogami.وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً...
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja...” (QS. An-Nisa: 3).
2. QS. An-Nisa ayat 129
Ayat tentang poligami ini menegaskan sulitnya bersikap adil secara sempurna, sehingga menjadi dasar bahwa hukum poligami harus sangat hati-hati dalam pelaksanaannya.وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada isteri yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung…” (An-Nisaa/4: 129).
3. QS. An-Nisa ayat 4
Meski tidak menyebutkan poligami secara langsung, ayat poligami An-Nisa ayat 4 ini menekankan aspek keuangan dan tanggung jawab terhadap istri. Hal menunjukkan bahwa saat berpoligami, suami harus siap secara lahir dan batin.وَآتُوا ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً...
Artinya:
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa: 4).
4. QS. An-Nisa Ayat 19
Ayat ini menekankan kewajiban suami memperlakukan istri secara adil dan manusiawi, termasuk dalam poligami.وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ...
Artinya: “Dan pergaulilah istri-istrimu dengan baik.” (QS. An-Nisa: 19).
5. QS. An-Nisa Ayat 25
Ayat ini membahas syarat pernikahan sah. Seperti halnya pada pernikahan monogami, poligami juga harus memenuhi syarat pernikahan sah, termasuk persetujuan keluarga calon istri....فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ...
Artinya: “Maka nikahilah mereka dengan izin keluarganya.” (QS. An-Nisa: 25),

Hadits Tentang Poligami
Selain ayat tentang poligami, hadis juga menjadi sumber utama dalam memahami dalil poligami. Banyak hadis Nabi Muhammad SAW yang membahas praktik poligami dengan konteks dan aturan jelas.
Dilansir dari jurnal ilmu hadits UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dengan judul Hadis-Hadis Poligami karya Masiyan M Syam dan Muhammad Syachrofi, berikut ini merupakan beberapa hadits tentang poligami:
1. Hadits Riwayat Abu Daud
Hadis ini menjadi dalil poligami sekaligus peringatan keras bagi suami yang tidak berlaku adil. Hukum poligami dalam Islam memang diperbolehkan, tetapi keadilan adalah syarat mutlak yang tidak boleh diabaikan.Jika suami condong hanya kepada salah satu istri dan menelantarkan yang lain, maka ia akan mendapat balasan yang memalukan di akhirat, sebagaimana digambarkan dalam hadis ini.
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
Artinya: “Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan An Nasai)
2. Ghailān bin Salamah
Hadis ini menunjukkan bahwa hukum poligami dalam Islam membatasi jumlah maksimal istri hanya sampai empat orang.َدَّثَنَا هَنَّادٌ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ غَيْلَانَ بْنَ سَلَمَةَ التَّقْفِيَ أَسْلَمَ وَلَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فِي الجَاهِلِيَّةِ، فَأَسْلَمْنَ مَعَهُ، فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعًا مِنْهُنَّ.
Artinya: "Hannād telah meriwayatkan”hadis kepada kami, ia berkata: ‘Abdah telah meriwayatkan hadis kepada kami dari Sa‘īd bin Abī ‘Arūbah, dari Ma’mar, dari al-Zuhrī, dari Sālim ibn ‘Abdullah, dari Ibn ‘Umar, sesungguhnya Ghailān ibn Salamah al-Tsaqafī telah masuk Islam dan ia memiliki sepuluh istri pada zaman jahiliyah, mereka pun masuk Islam bersamanya, lalu Nabi saw. menyuruhnya untuk memilih empat orang saja di antara mereka.”
3. Qais bin al-Harits
Hadis ini sering dijadikan dalil poligami yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW membatasi jumlah maksimal istri yang boleh dimiliki oleh seorang pria dalam Islam, yakni empat orang.Hal ini juga sejalan dengan ayat poligami dalam Al-Quran, khususnya QS An-Nisa ayat 3. Hadis ini juga menegaskan bahwa aturan poligami bukanlah tanpa batas, dan ada ketentuan tegas yang harus ditaati.
حدثنا الحسن بن إبراهيم الدَّرَقِّي، قال: حدثنا أحمد بن حنبل، قال: سألتُ أبي عن ابن أبي شيبة وعن هشيم، قال: حدثنا عن الشمَّرِيَّة بنت الحفَّاضة، عن أبي ليلى، عن الحارث بن النعمان، قال: أتيتُ النبيَّ ﷺ ومعي أربع نسوة، فقال: «اختر منهن أربعًا».
Artinya: "Telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Ibrahim al-Darqiy, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, ia berkata: Aku bertanya kepada ayahku tentang Ibnu Abi Syaibah dan tentang Hushaym. Ia berkata: Mereka meriwayatkan dari al-Shammāriyyah binti al-Ḥafādah, dari Abu Layla, dari al-Harits bin al-Nu'man, ia berkata: Aku datang kepada Nabi ﷺ sedangkan aku memiliki empat istri, lalu beliau bersabda: 'Pilihlah di antara mereka empat orang (dan ceraikan sisanya).'"

Ilustrasi menikah. foto/istockphoto
Asbabun Nuzul QS An-Nisa Ayat Tentang Poligami
Memahami ayat tentang poligami juga harus paham tentang asbabun nuzul atau latar belakang turunnya ayat tersebut, khususnya QS. An-Nisa ayat 3.
Dilansir dari jurnal Raden Fattah Kajian Asbab Al-Nuzul Ayat-Ayat Poligami, karya Moh. Farkhanur Rizqi dan Suqiyah Musafa'ah, turunnya QS. An-Nisa ayat 3 saat itu berkaitan erat dengan peristiwa perang Uhud.
Pada saat itu, banyak pria meninggal, termasuk 70 sahabat Nabi Muhammad SAW, yang menyebabkan banyaknya janda dan anak yatim.
Menurut Hamim Ilyas, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Hamim Ilyas, QS. An-Nisa ayat 3 turun sebagai respons terhadap krisis sosial yang terjadi saat itu.
Kematian mereka menyebabkan banyak perempuan menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim. Dalam masyarakat Arab pra-Islam, tanggung jawab ini biasanya diserahkan kepada suku atau kabilah.
Namun dalam masyarakat Islam yang sedang dibangun, belum ada sistem hukum yang mengatur secara khusus. Maka ayat poligami dalam Al-Quran ini hadir sebagai solusi sosial yang berkeadilan, bukan sebagai pembuka ruang nafsu bebas.
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat poligami An-Nisa ayat 3, Allah memperbolehkan seorang laki-laki menikahi dua, tiga, hingga empat wanita, namun dengan syarat: harus mampu berlaku adil. Jika tidak bisa berlaku adil, maka cukup satu saja. Inilah hukum tentang poligami yang dibangun di atas asas tanggung jawab dan keadilan, bukan semata-mata keinginan.
Selain itu, turunnya ayat ini juga dikaitkan dengan fenomena para wali yang ingin menikahi anak yatim perempuan di bawah asuhannya karena tertarik pada kecantikan atau hartanya. Namun, mereka tidak memberikan mahar secara layak. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menegaskan: jika tidak bisa adil, cukup satu istri saja.
Selain sebagai solusi jangka pendek, ayat ini juga secara tidak langsung mengarahkan umat Islam pada monogami. Sebab, setelah membolehkan poligami dengan syarat adil, Allah menyatakan dalam QS. An-Nisa ayat 129 bahwa "kamu tidak akan mampu berlaku adil", sehingga semakin jelas bahwa poligami bukanlah anjuran, apalagi perintah mutlak.
Dengan demikian, QS. An-Nisa ayat 3 sebenarnya bukan sekadar membolehkan poligami, melainkan mewajibkan keadilan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak yatim sebagai prinsip utama.
Berdasarkan ayat poligami ini, Islam sejatinya mendorong monogami sebagai model ideal, dan memperbolehkan poligami hanya dalam keadaan tertentu yang memerlukan solusi sosial dan dengan tanggung jawab penuh.
Ayat tentang poligami dalam Al-Quran bukanlah anjuran untuk memperbanyak istri, tetapi aturan yang membatasi, memperjelas, dan melindungi hak-hak perempuan serta anak yatim.
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Yulaika Ramadhani
Masuk tirto.id







































