tirto.id - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Anggito Abimanyu, memastikan kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, tidak berdampak besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terlebih kondisi perang tarif antara AS dan Cina saat ini tengah melandai, sehingga memberikan peluang pertumbuhan positif terhadap ekonomi Indonesia.
“Dampaknya pada APBN seperti apa? Very minimal ya sebetulnya, kalau kita lihat kondisi sekarang, pause 90 hari dan juga kemungkinan US, Cina bisa agree, sehingga kita bisa mencapai reach trade agreement, membuat ekonomi kita lebih confident “ kata Anggito dalam Talkshow Trump Effect di Kantor RRI, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Meski demikian, Anggito mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia tetap harus siap dalam menghadapi situasi kedepannya. Terdapat dua hal yang sudah dilakukan pemerintah dari sisi APBN, mulai dari memperkuat public spending serta memperkokoh investasi dan hilirisasi.
“Ini takes time ya, tidak bisa merespon kondisi ekonomi immediately, tapi harapan kita dengan perbaikan public spending, mulai dari efisiensi, refocusing, spending kita untuk memperkuat domestic demand kita, dan juga investasi melalui Danantara, dan juga hilirisasi yang diperluas,” kata Anggito.
Harapannya, kata Anggito, pada 2026 pemerintah mulai menemukan hasil yang diinginkan. Apabila situasi ekonomi global sudah stabil, dia menegaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh melampaui pertumbuhan yang terjadi saat ini.
"Kalau global ekonomi sudah mencapai kondisi yang lebih stabil, kita seharusnya bisa mulai tumbuh di atas ekonomi yang sekarang kita lihat, pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Di sisi lain, Anggito menilai apabila dilihat dari sisi keterbukaan perdagangan atau trade openness (TO), Indonesia masih belum terbuka jika dibandingkan dengan negara ASEAN. Bahkan, TO Indonesia masih jauh lebih rendah daripada Vietnam dan Thailand.
“Dari sisi trade openness kita ini lebih rendah daripada Vietnam misalnya, dengan Thailand, size surplus kita dengan Amerika itu 18 miliar dolar AS, sebetulnya itu very adjustable ya, sangat memungkinkan dilakukan penyesuaian dalam waktu yang sangat singkat,” katanya.
“Tapi memang kita kan tidak hanya trade dengan Amerika, tapi spillover-nya juga cukup besar, kemudian intrade kita juga berpengaruh,” imbuhnya.
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) dan Cina dikabarkan sepakat untuk memangkas tarif atas barang masing-masing selama periode awal 90 hari. Pengumuman ini disampaikan melalui pernyataan bersama usai negosiasi yang dilakukan oleh kedua negara tersebut di Jenewa, Swiss sejak akhir pekan lalu. Baik AS maupun Cina menyebut ada “kemajuan substansial” dalam negosiasi ini.
Menurut pernyataan bersama itu, mulai 14 Mei 2025, AS akan menurunkan tarif atas barang-barang Cina dari yang sebelumnya 145 persen menjadi 30 persen. Sementara, Cina akan memangkas bea masuk atas impor dari AS dari 125 persen menjadi 10 persen.
Berbicara setelah perundingan dengan pejabat Cina di Jenewa, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengatakan kedua pihak telah menyepakati jeda selama 90 hari atas kebijakan tarif. Tarif akan diturunkan lebih dari 100 poin persentase menjadi 10 persen.
"Kedua negara sangat baik dalam mewakili kepentingan nasionalnya. Kami sama-sama memiliki kepentingan dalam perdagangan yang seimbang, dan AS akan terus bergerak ke arah itu," kata Bessent dikutip dari Reuters, Senin (12/5/2025).
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































