Menuju konten utama

Wamendag soal Trump Tunda Tarif Impor: Peluang untuk Negosiasi

Dyah mengaku, Prabowo menginstruksikan kabinetnya untuk bergerak maju dengan beberapa strategi seperti diplomasi hingga penguatan solidaritas regional.

Wamendag soal Trump Tunda Tarif Impor: Peluang untuk Negosiasi
Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Jambi, Jambi, Sabtu (21/12/2024). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/rwa.

tirto.id - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dyah Roro Esti Widya Putri, menilai, penundaan tarif resiprokal atau impor yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, merupakan momen yang tepat bagi Indonesia untuk melanjutkan negosiasi atas kenaikan tarif itu kepada AS.

Tarif resiprokal merupakan langkah yang diambil Donald Trump untuk mengenakan tarif terhadap negara-negara yang dianggap memiliki hambatan perdagangan tinggi terhadap AS, termasuk Indonesia. Indonesia awalnya terkena tarif resiprokal sebesar 32 persen.

Namun, Dyah mengaku, sementara ini barang-barang Indonesia yang masuk ke AS hanya dikenakan tarif impor 10 persen setelah Trump mengumumkan jeda 90 hari penangguhan penerapan tarif resiprokal tersebut guna membuka ruang negosiasi lebih lanjut, kecuali terhadap Cina.

“Ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara strategis. Untuk itu, Presiden RI, Prabowo Subianto, menginstruksikan kabinetnya agar segera mengambil langkah terstruktur dan konstruktif dalam menghadapi situasi ini,” ujar Dyah dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat (11/4/2025).

Dia pun menegaskan bahwa Indonesia siap menghadapi dampak kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Katanya, Indonesia akan mengedepankan strategi diplomasi perdagangan, mempererat solidaritas regional ASEAN, dan mempercepat diversifikasi pasar ekspor merespons kebijakan tarif resiprokal (timbal balik) yang diterapkan AS.

“Menanggapi kebijakan tarif tersebut, Presiden RI, Prabowo Subianto, telah menginstruksikan kabinetnya untuk bergerak maju dengan beberapa strategi. Strategi tersebut meliputi diplomasi, solidaritas regional, dan diversifikasi jangka panjang. Indonesia akan terus mengupayakan pertumbuhan perdagangan yang berkelanjutan sesuai visi jangka panjang Pemerintah Indonesia,” tegasnya.

Dia menjelaskan bahwa Indonesia akan menggunakan pendekatan diplomatik, baik di tingkat federal maupun negara bagian, serta menjalin komunikasi dengan pelaku bisnis AS yang bergantung pada bahan baku dan produk dari Indonesia. Adapun fokus negosiasi tersebut mencakup sektor-sektor padat karya seperti tekstil dan garmen, alas kaki, ban karet, elektronik dan otomotif, serta produk kelapa sawit dan turunannya.

Kedua, lanjutnya, Indonesia juga mendorong solidaritas regional ASEAN. Menurutnya, ASEAN harus bertindak sebagai satu kesatuan agar pengaruh ASEAN tetap kuat di platform global. “Untuk itu, Indonesia mendukung Malaysia selaku Ketua ASEAN untuk memulai dialog regional ASEAN dengan AS,” katanya.

Tidak hanya itu, Dyah menuturkan, Indonesia bekerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN untuk mengkoordinasikan analisis teknis dampak tarif resiprokal, mengembangkan strategi penyampaian pesan bersama, dan mendorong mekanisme kerja sama regional seperti Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership/CPTPP).

Dia menambahkan, dalam Retret Menteri Ekonomi ASEAN di Johor, Malaysia pada Jumat (28/2/2025) lalu, salah satu usulan Indonesia adalah mendorong penyusunan non-paper yang menekankan pentingnya sentralitas ASEAN di tengah ketegangan perdagangan global.

Sentralitas tersebut juga telah digaungkan kembali oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam pertemuan virtual bersama Menteri Perdagangan ASEAN, Kamis, (10/4/2025) sebagai upaya mewujudkan persatuan.

“Hal tersebut diharapkan memberikan dorongan bagi negara-negara ASEAN untuk berunding dengan AS guna meningkatkan perdagangan dan investasi di masa mendatang. Hingga saat ini, sebagian besar negara ASEAN memilih untuk fokus pada jalur negosiasi,” ungkap Dyah.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ASEAN menempati peringkat kelima sebagai pasar ekspor terbesar bagi produk pertanian AS dengan total nilai perdagangan mencapai USD306 miliar pada 2024.

Dari jumlah tersebut, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan terhadap AS sebesar USD 14,34 miliar. Angka-angka ini mencerminkan kedalaman sekaligus kompleksitas hubungan perdagangan antara kedua pihak.

Ketiga, lanjutnya, pemerintah Indonesia juga melakukan diversifikasi pasar ekspor dengan mempercepat penyelesaian lima perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), yaitu Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada (Indonesia–Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement/ICA—CEPA), Indonesia–Peru CEPA, dan Indonesia–EU CEPA.

Berikutnya, Perjanjian Preferensi Perdagangan Indonesia—Iran (Indonesia—Iran Preferential Trade Agreement/PTA) dan Amandemen Protokol Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA).

Dengan perjanjian-perjanjian tersebut, Indonesia diharapkan dapat memperluas akses pasar, memperkuat ketahanan perdagangan dalam negeri, dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Selanjutnya, Dyah menilai diversifikasi pasar bukan sekadar respons terhadap kebijakan AS, tetapi bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk membangun ekonomi yang tangguh dan inklusif.

Tidak hanya itu, dia mengutarakan, Indonesia juga berencana menghidupkan kembali forum kerja sama bilateral Indonesia-AS melalui Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang terakhir dilaksanakan pada 2018. Melalui TIFA, Indonesia berharap dapat membahas isu dan kebijakan perdagangan, serta investasi yang menjadi perhatian kedua negara secara lebih sistematis.

Baca juga artikel terkait TARIF TRUMP atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher