Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Transfer Kader Jelang Pemilu 2024: Buka Ruang Konflik Internal?

Adi menilai penerimaan partai terhadap kader baru yang potensial tidak serta-merta akan merugikan kader lama.

Transfer Kader Jelang Pemilu 2024: Buka Ruang Konflik Internal?
Ilustrasi Partai Politik Peserta Pemilu. tirto.id/Ecun

tirto.id - Jelang Pemilu 2024, partai politik tak hanya fokus soal kandidat bakal calon presiden dan wakil presiden. Sejumlah parpol juga mulai melakukan strategi menaikkan elektabilitas agar lolos ambang batas parlemen 4%. Mulai dari merekrut figur potensial hingga “membajak” kader partai lain.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) misalnya. Meski ditinggal beberapa kader terbaiknya, tapi parpol besutan Mardiono itu berhasil merekrut sejumlah figur lain yang diharapkan dapat menaikkan elektabilitas partai pada Pemilu 2024.

“Berkenaan dengan isu yang berkembang bahwa PPP ini sulit mendapatkan caleg, itu tidak benar. Bahkan saat ini telah lebih dari 100 tokoh-tokoh baru yang telah bergabung dengan PPP dari berbagai latar belakang,” kata Plt Ketua Umum DPP PPP, Mardiono di Harlah ke-50 PPP di Banten, Jumat (17/2/2023).

Mardiono mengklaim, figur-figur tersebut terdiri atas tokoh agama, tokoh nasional, purnawirawan TNI dan Polri, mantan birokrat, artis, pengusaha, aktivis. Ia pun menyebut ada belasan tokoh untuk meyakinkan Presiden Jokowi yang hadir saat harlah, salah satunya adalah mantan Ketua KPU Jakarta Dahlia Umar.

Partai Golkar juga melakukan hal yang sama. Terbaru, adalah bergabungnya Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Bahkan pria yang akrab disapa Kang Emil itu dikasih jabatan strategis sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Penggalangan Pemilih dan Co-Chair Badan Pemenangan Pemilu.

Selain itu, tak sedikit kader parpol yang justru “lompat partai” jelang Pemilu 2024 dengan berbagai alasan, baik di tingkat regional maupun nasional. Dua di antaranya Guruh Tirta Lunggana (anak almarhum Hj Lulung) dan dan Ketua Bamus Betawi, Riano Ahmad.

Kedua tokoh yang juga eks Ketua dan Wakil Ketua DPD PPP Jakarta itu resmi merapat ke Partai Nasdem pada Sabtu (18/2/2023). Mereka tidak hanya berdua, tetapi beberapa eks kader PPP juga mengikuti langkah Haji Tirta.

Di tingkat nasional ada Wiranto. Pendiri sekaligus eks Ketua Umum Partai Hanura itu disebut merapat ke PAN. Sekjen DPP PAN, Eddy Soeparno pun yakin kalau partainya akan mendapatkan tambahan elektabilitas dari kehadiran Wiranto. Ia juga mengaku ada kader lain selain Wiranto yang berpotensi bergabung.

Riano P Ahmad Resmi Berbaju Partai Nasdem

Ketua Bamus Betawi Riano P. Ahmad dan Haji Tirta berfoto dengan Wibi Andrino selaku Sekretaris Wilayah DPW Partai NasDem DKI Jakarta. (FOTO/Dok. Hermawi)

Kalkulasi Politik dari Pindah Parpol

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, partai seharusnya sudah berkalkulasi untuk kemenangan dan kader yang merapat tentu sudah berhitung keuntungan yang diperoleh. Hal ini tidak lepas dari prinsip politik bahwa semua kalkulasi berbasis untung-rugi.

“Pada prinsipnya begini, politisi itu, kan, pola pikirnya untung dan rugi. Dia akan melakukan apa saja termasuk pindah partai selama itu dianggap menguntungkan secara politik,” kata dosen UIN Syarif Hidayatullah ini kepada reporter Tirto.

Adi menilai, perhitungan tidak sebatas untung rugi secara politik. Poin kedua kepindahan kader dari satu ke parpol lainnya dalam rangka menjaga basis konstituen. Hal ini tidak lepas dari karakter pemilih yang bukan loyal pada partai, melainkan pada personal.

Penerimaan partai terhadap kader baru yang potensial tidak serta-merta akan merugikan kader lama. Ia yakin, partai akan mengedepankan upaya kader lama tidak bertabrakan dengan figur potensial yang baru bergabung. Pada umumnya, partai akan menempatkan kader baru di pos yang memang memiliki kelemahan.

“Saya membaca sekalipun ada pemain-pemain baru masuk dalam partai, kira-kira begitu, yang jelas itu tidak akan bertabrakan dengan kepentingan-kepentingan politik, politisi lama. Jadi kalau pun ada politisi baru, pasti ditempatkan di tempat atau slot-slot yang kosong, yang selama ini tidak tercover oleh struktur, yang selama ini tidak tercover oleh elite-elite lama,” kata Adi.

Selain itu, kata Adi, tentu saja pemain-pemain baru itu ditempatkan pada posisi-posisi yang bisa mendongkrak elektabilitas dan perolehan partai.

Pada kasus Wiranto, Adi mencontohkan, ia memang sudah tidak memiliki kekuatan figur personal. Akan tetapi, PAN memberikan tempat terbaik. Posisi itu berpotensi membuat Wiranto bisa membawa gerbong lamanya merapat ke PAN. Nantinya, partai berlambang matahari itu akan menempatkan loyalis Wiranto ke Jawa Tengah yang notabene PAN lemah di Jateng.

“Partai itu nggak mungkin mengorbankan orang lama hanya demi ingin mengakomodir orang baru. Pasti ada titik temu, ada solusi menghindari benturan,” kata Adi.

Berpotensi Memicu Konflik Internal

Sebaliknya, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago tidak memungkiri bahwa kehadiran kader baru bisa memicu masalah internal partai. Sebab, kata dia, kader yang sudah mengandi lama di partai bisa saja kehilangan posisi.

“Ini dilema juga bagi partai. Partai fokus soal rekrutmen atau memikirkan nomor urut yang memang diuntungkan bagi orang yang memiliki peluang suara yang besar, tapi jika tidak dikelola dengan baik, peluangnya nanti juga akan terhambat bagaimana partai mengelola konflik,” kata Arifki, Selasa (21/2/2023).

Arifki mengatakan, kejadian kehadiran tokoh baru mengganggu harmonisasi kader partai lama sempat terjadi di perpolitikan Indonesia. Ia mencontohkan masalah dualisme Partai Hanura saat kubu Wiranto dan Oesman Sapta Odang saling berebut posisi. Hal itu berujung pada kegagalan Partai Hanura lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2019.

Arifki mengatakan, partai masih memiliki waktu untuk menerima kader baru. Akan tetapi, partai akan memiliki tantangan untuk menyinkronkan kerja antara kader lama dengan figur baru.

“Ini bisa kita pelajari kelompok-kelompok parpol tidak bisa mengelola dengan baik dinamika di level internal, ini juga berdampak pada pemenangan pemilu, kecuali partai-partai politik yang sudah dewasa dalam berpolitik sehingga dia mampu mengelola konflik dengan baik,” kata Arifki.

Arifki menambahkan, “Ini yang belum dimiliki oleh partai-partai baru, mungkin partai-partai yang belum memiliki sel kedewasaan politik yang kuat sehingga ketika ada dinamika di levelnya, mereka cenderung akan terpecah konsentrasinya sehingga berdampak pada elektoral partai.”

Terkait ini, Wakil Ketua Umum DPP PAN, Yandri Susanto mengatakan, partainya menerima siapapun untuk masuk. Ia mengingatkan bahwa banyak kandidat yang masuk PAN demi menjadi caleg. Oleh karena itu, Yandri menyilakan semua pihak untuk aktif di partai.

Yandri menampik ada isu di internal partainya, walaupun kader baru bisa langsung menjadi pengurus partai. Menurut dia, para kader lama menyambut terbuka setiap nama baru yang masuk dan mau menjadi pengurus. Tanpa harus iri satu sama lain.

“Justru kami menyambut gembira, karena ada kader baru yang memiliki beragam warna. Ada dari kalangan gus, kalangan artis, purnawirawan militer dan sebagainya," jelasnya.

Menurut dia, kader partainya sudah bisa bersikap dewasa. Dalam artian, siapapun yang menjadi pengurus partai harus bisa mendongkrak suara parpol. Tanpa memandang berapa lama dia berada di PAN.

“Kami sepakat siapapun yang mengurus PAN bisa membawa suara dan memenangkan PAN di pemilu,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz