Menuju konten utama
Kinerja Kepolisian

Mengurai Lingkaran Setan Kasus Narkoba yang Melibatkan Polisi

Peneliti ISESS Bambang Rukminto menegaskan selama kontrol dan pengawasan masih lemah, kasus serupa akan terus terjadi.

Mengurai Lingkaran Setan Kasus Narkoba yang Melibatkan Polisi
Petugas Kejaksaan menggiring tersangka kasus kejahatan narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa (tengah) ke dalam mobil tahanan usai pelimpahan ke kejaksaan di Kejari Jakarta Barat, Jakarta Barat, Rabu (11/1/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/rwa.

tirto.id - “Saya sedikit bicara, Bu. Kami berani begini, karena kami dilindungi dari bawah, (oleh) Polres.”

Pernyataan tersebut diungkapkan seorang tahanan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota Tana Toraja, Sulawesi Selatan saat konferensi pers. Sontak, video pengakuan tersebut viral di media sosial usai diunggah akun @Heraloebss di Twitter dengan mention akun @ListyoSigitP.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol Komang Suartana merespons omongan si tahanan. “(Bidang) Profesi dan Pengamanan masih menyelidiki terkait yang disampaikan tersangka,” kata dia ketika dihubungi Tirto, Senin, 20 Februari 2023.

Hingga kini, belum diketahui Polres yang diduga terlibat dalam kasus narkoba tersebut.

Sementara itu, Kepala BNNK Tana Toraja, AKBP Dewi Tonglo berujar, pihaknya tak mudah percaya omongan tersangka.

“Info itu kami tidak langsung percaya mentah-mentah. Keterangan tersangka harus diuji dan harus dibuktikan sehingga tidak ada fitnah atau menzalimi orang. Bisa saja tersangka mengaku, karena ditangkap,” kata Dewi pada Minggu, 19 Februari 2023. Ia juga meminta penyidik memeriksa lebih lanjut si tersangka.

Kasus ini kemudian menjadi perhatian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Juru Bicara Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, Divisi Propam Polri perlu menindaklanjuti masalah ini karena terkait muruah institusi.

“Divisi Propam Polri untuk ditindaklanjuti benar tidaknya omongan yang bersangkutan. Karena diduga menyangkut anggota Polri,” kata Poengky kepada reporter Tirto.

Sungguh ironis jika ada anggota Polri yang terlibat kasus narkoba. Sebagai penegak hukum yang seharusnya menindak tegas pelaku kejahatan narkoba, ternyata malah ada anggota diduga terlibat. Tindakan Polri haruslah tanpa pandang bulu menangkap anggota yang diduga terlibat narkoba.

Poengky berkata, perlu sering dilakukan razia tes urine anggota. Bila ada anggota yang tes urine positif mengandung zat narkoba, maka harus segera diproses hukum, khususnya untuk melihat, apakah betul terjadi penyalahgunaan.

“Dari mana memperoleh narkoba? Adakah kemungkinan keterkaitan yang bersangkutan dengan jaringan narkoba? Tindakan tegas terhadap anggota yang terjaring narkoba akan memunculkan efek jera," terang Poengky.

Karena itu, kata dia, perlu ada pengawasan melekat guna mencegah anggota terpapar narkoba dan punishment tegas --termasuk pemecatan dan proses pidana-- bagi anggota yang terlibat narkoba.

“Jika benar ada anggota yang menjadi beking bandar atau pengedar narkoba, maka tidak boleh ada ampun bagi mereka. Harus tegas diproses pidana," tutur Poengky.

Polisi Terlibat Kasus Narkoba Berulang

Kasus keterlibatan anggota Polri dalam kasus narkoba bukan hal baru. Perkara serupa juga terjadi pada 2022 yang melibatkan polisi bintang dua, yaitu Irjen Pol Teddy Minahasa. Eks Kapolda Sumatra Barat itu, bersama-sama dengan anak buahnya diduga menyimpan tanpa izin dan memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu sitaan seberat 5 kilogram dan ditukar dengan tawas.

Dalam uraian jaksa, disebutkan, dianggap "mengarahkan" Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, untuk mengganti sebagian besar sabu dengan tawas sebagai bonus anggota. Sabu itu merupakan barang bukti hasil sitaan pada 14 Mei 2022 sebesar 41 kilogram.

Saat itu, Dody tak berani melaksanakan perintah Teddy. Pada 20 Mei 2022, Teddy menginstruksikan hal serupa. Pada hari yang sama, Polres Bukittinggi menggelar pemusnahan barang bukti sabu di halaman Polres. Setelah itu, Teddy menuju ruang kerja Doddy dan bertanya secara pribadi soal menukar 5 kilogram sabu dengan tawas.

Dalam surat dakwaan jaksa, sabu yang dimusnahkan mencapai 35 kilogram yang terdiri 30.000 gram sabu dan 5.000 gram tawas yang seolah-olah sabu.

Kasus lain terjadi di Pamekasan, Jawa Timur. Tim Satuan Narkoba Polres Pamekasan juga menangkap seorang anggota Polri berinisial WB. Ia ditangkap karena menjadi pengedar sabu.

“Yang bersangkutan merupakan anggota Sabhara Polres Pamekasan," kata Kasat Narkoba Polres Pamekasan, AKP Junairi Tirto Admojo, Selasa, 20 Desember 2022 sebagaimana dilansir Antara.

Kejadian bermula ketika polisi menangkap IN, seorang pengguna narkoba. Dia mengaku mendapatkan sabu dari WB, maka polisi mengembangkan perkara tersebut, lalu membekuk WB.

Kejahatan yang Terorganisir

Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyorot keterlibatan polisi dalam bisnis narkoba. Sebab, kasus narkoba merupakan kejahatan yang terorganisir: pelaku lebih dari satu orang, ada pembagian peran, dan berjejaring dengan aparat dan instansinya.

“Dalam kasus narkotika, kejahatan terorganisasi selalu memiliki ciri khas seperti demikian," kata Julius kepada Tirto, Selasa, 21 Februari 2023.

Kejahatan yang terorganisir ini juga pernah diungkap oleh Freddy Budiman, terpidana mati kasus narkoba yang menyatakan ada keterlibatan anggota Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.

Julius melanjutkan, "aman" menjalankan bisnis bisa berarti aparat yang membekingi perdagangan itu juga berperan agar bisnisnya tak disentuh penegak hukum lainnya atau bisa dibebaskan jika tertangkap tangan.

"Sepanjang kejahatan terorganisasi ini tak membongkar keseluruhan pihak dan instansinya, maka kejahatan modus seperti ini akan kembali terulang," terang Julius.

Dahulu, sipil yang meminta "dukungan" dari aparat, agar aman bertransaksi. Belakangan, posisi itu berubah, malah aparat yang menjadi otak bisnis narkotika, sedangkan sipil jadi eksekutor lapangan.

“Tentu ini akan berulang terus, hanya berganti wajah dan nama. Organisasi dan kejahatan juga masih sama, instansi dan peran signifikansi juga sama. Ini seperti sinetron yang berganti aktor dan aktris saja. Ganti pemeran," ucap Julius.

Keseluruhan proses bisnis pasti ada. Seperti pengumpulan bahan, produksi, distribusi, bahkan konsumsi narkotika.

Peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menegaskan, selama kontrol dan pengawasan masih lemah, kasus serupa akan terus terjadi.

“Keterlibatan polisi tentu tak bisa dihilangkan 100 persen, yang bisa dilakukan adalah melakukan pencegahan agar tak terjadi pelanggaran oleh oknum-oknum kepolisian,” kata Bambang kepada reporter Tirto.

Caranya, dengan memberi sanksi tegas yang bisa memberi efek jera pada pelaku, maupun menegaskan peraturan terkait pengawasan melekat, bahwa atasan langsung atau dua tingkat di atasnya juga harus dievaluasi atau diberi sanksi bila ada indikasi keterlibatan.

Bisa Sapu Bersih?

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso berkata, keterlibatan polisi dalam bisnis narkoba bukan fenomena baru dan menjadi pengetahuan umum masyarakat hingga Kapolri. Fenomena beking bandar narkoba itu dapat dilihat proses pemberantasan narkoba yang masih lambat.

Ada aksi tebang pilih yang dilakukan Polri atau aparat penegak hukum lainnya kepada bandar narkoba, kata dia.

“Ada rumor bahwa pimpinan Polri mendapat setoran dari anak buahnya yang berasal dari bandar narkoba," kata Santoso saat dihubungi Tirto, Selasa (21/2/2023).

Santoso meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mendisiplinkan anak buahnya yang masih berkutat menjadi beking bandar narkoba dan meminta si jenderal tak segan memecat hingga memenjara polisi yang melindungi para bandar.

“Kami tunggu saja karena pengungkapan yang disampaikan oleh tahanan BNN Tana Toraja akan menjadi titik awal dari pembersihan aparat Polri di semua lapisan yang jadi beking bandar narkoba," tegas dia.

Kapasitas Sigit sebagai Kapolri dan sempat sebagai Kabareskrim turut memiliki andil signifikan dalam penegakkan hukum di internal Polri. Apabila hal ini dibiarkan berlarut, Santoso khawatir akan menjadi lingkaran setan antara pengedar narkoba dengan aparat penegak hukum.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz