tirto.id - Pergeseran perwira tinggi Polri tinggal menunggu waktu. Setidaknya hingga akhir Maret 2023, terdapat tiga jenderal bintang 3 Polri akan memasuki masa pensiun, yakni: Irwasum Mabes Polri, Komjen Pol Agung Budi Maryoto (19 Februari 2023); Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar (pensiun 25 Maret 2023); dan Kabaharkam Komjen Pol Arif Sulistyanto (pensiun 24 Maret 2023).
Dari tiga pejabat bintang 3 yang akan pensiun, dua kursi tersebut tentu perlu segera diisi. Hal itu mengacu pada PP Nomor 52 tahun 2010 jo PP Nomor 5 tahun 2017 jo PP Nomor 54 tahun 2022 tentang susunan organisasi dan tata kerja Polri.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan berharap momen pemilihan 3 pejabat tinggi Polri bintang 3 memperhatikan sejumlah kriteria. Mereka berharap, para kandidat yang mengisi bisa memahami prinsip HAM, tidak memiliki rekam jejak dalam pelanggaran etik, dan memiliki keberanian untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan pelanggaran anggota.
“Namun demikian, dalam catatan kami, karena pemilihan tersebut bersifat prerogatif, kerap kali mengabaikan mekanisme vetting sehingga tingkat subjektivitasnya cukup tinggi. Sehingga seringkali nuansa konflik kepentingan cukup andil dalam pemilihan pejabat,” kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar yang juga anggota koalisi masyarakat sipil, Senin (6/2/2023).
Selain itu, Rivanlee berharap agar seleksi pejabat duduk di kursi jenderal bintang tiga dilakukan secara terbuka dengan membuka ruang bagi publik untuk menyampaikan gagasan, kritik, atau masukan terhadap calon tersebut.
“Langkah ini perlu keberanian, tapi patut dipertimbangkan mengingat posisi yang akan diduduki cukup signifikan terhadap publik,” kata Rivanlee.
Saat ditanya soal nama, Rivanlee enggan menjawab. Akan tetapi, kriteria yang disampaikan seharusnya cukup jadi pertimbangan.
Pemerhati kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengakui bahwa kursi bintang tiga di tubuh kepolisian sangat strategis. Hal itu tidak lepas dari posisi mereka sebagai layer kedua kepolisian selain wakapolri.
“Kalau posisi bintang 3 itu, kan, memang sangat strategis karena dia adalah level layer kedua setelah kapolri bintang 4, terutama setelah wakapolri untuk membidangi badan-badan besar ini, kan? Baharkam, Irwasum, terutama di internal itu. Dan bintang 3 itu juga salah satu tiket level kapolri," kata Bambang, Senin (6/2/2023).
“Artinya merupakan puncak karier tertinggi dari seorang anggota polisi. Makanya itu harus yang mengisi tentu juga harus memiliki kompetensi, kualitas yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, selain pengalaman yang sangat besar, sangat luas," tegas Bambang.
Bambang menilai, kandidat yang dipilih harus sudah 'paket lengkap' dan 'selesai dengan dirinya.' Paket lengkap, kata Bambang, menandakan bahwa kandidat tersebut sudah punya pengalaman, tour of duty merata sehingga bisa memahami kondisi organisasi kepolisian.
Sementara makna selesai dengan dirinya, kata Bambang, menandakan bahwa kandidat yang mengisi kursi tersebut dinilai tidak memiliki ambisi politik atau niat seperti mencari kekayaan.
Selain itu, kandidat bintang tiga juga harus memenuhi kualifikasi minimal, seperti setidaknya minimal 2 kapolda di dua daerah yang berbeda atau berbasis lichting tertentu. Bagi Bambang, kursi Irwasum layak untuk diisi oleh Ass SDM Polri Irjen Wahyu Widada, sementara kursi lain bisa diisi oleh lichting kelulusan 1990-1991.
Bambang juga menilai, dua kursi di internal Polri, yakni Irwasum dan Kabaharkam perlu diisi orang yang sangat tepat. Kabaharkam membawahi organisasi vital Polri, seperti lembaga Korbinmas atau lembaga yang mengendalikan Babinkamtibnas di setiap kelurahan. Keberadaan mereka bisa mempengaruhi masalah pemilu.
“Tentunya masing-masing kelurahan punya Babinkamtibnas juga mempunyai peran luar biasa dalam dalam menjaga keamanan pemilu nanti," kata Bambang.
Sementara kursi Irwasum penting agar mampu menindak anggota nakal secara adil. Irwasum punya peran untuk menjaga muruah kepolisian. JIka tidak diisi orang yang objektif dan selesai dengan dirinya, maka kinerja kepolisian bisa disorot. Hal serupa juga terjadi pada kursi Kepala BNPT dalam penanganan terorisme.
Bambang menilai, pengisian kursi bintang 3 kali ini juga krusial. Hal itu tidak lepas bahwa mereka yang menjadi bintang 3 berpotensi untuk menjadi pengganti Kapolri di 2024. Para bintang 3 ini akan berupaya untuk menjadi pengganti kapolri.
“Itu peluang nanti 2024 setelah pergantian presiden, kan, tidak menutup kemungkinan ada pergantian kapolri juga kan? Tergantung presiden terpilih kan gitu," tutur Bambang.
Sebagai catatan, setiap pergantian presiden kerap diikuti pergantian kapolri selama orde reformasi. Saat era Presiden Abdurrahman Wahid, sempat ada dua kapolri yang memimpin Polri, yakni Bimantoro dan Chairuddin Ismail. Di era Presiden Megawati ke era Presiden SBY, SBY memberhentikan Dai Bachtiar dan langsung mengangkat Sutanto pada 2005.
Kemudian, pergantian dari SBY ke Jokowi juga terjadi hal yang sama. Jokowi mengganti Sutarman pada Januari 2015 dan mengangkat Badrodin Haiti yang kala itu menjabat sebagai wakapolri.
Di sisi lain, kata Bambang, waktu pensiun Listyo Sigit Prabowo yang panjang juga merugikan organisasi. Ia mengatakan, “Kapolri dengan rentang waktu yang sangat lama mulai 2021 sampai 2027 kalau itu diteruskan tentunya juga tidak akan sehat bagi organisasi Polri, meletakkan kewenangan itu pada satu orang saja. Ini perlu regenerasi," tambah Bambang.
Bambang juga mengingatkan, ketentuan pengisian anggota Polri untuk bintang 3 tidak hanya pada momen ini saja. Pada pertengahan 2023 hingga akhir tahun, masih ada 3 pejabat lagi yang akan pensiun, yakni Wakapolri Komjen Gatot Edy, Kepala BNN Komjen Petrus Golose, dan Kakorbrimob Komjen Anang Reviandoko. Dengan kata lain, Polri akan mengalami suksesi kepemimpinan skala besar di 2024.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti mengaku belum tahu ada pembahasan dari wanjakti soal pengisian pejabat bintang 3. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa kewenangan penentuan anggota yang mengisi pos bintang 3 adalah wewenang wanjakti dan kapolri.
Ia menilai, Polri punya banyak tenaga bintang 2 yang mumpuni untuk dipromosikan menjadi bintang 3, tetapi opsi yang muncul tidak hanya menaikkan bintang 2, tetapi menggeser bintang 3 yang sudah ada saat ini.
“Tidak menutup kemungkinan juga nantinya bintang 3 ada yang berganti posisi,” kata Poengky, Senin (6/2/2023).
Poengky hanya berharap, pemilihan jenderal kali ini lebih berhati-hati. Ia tidak ingin kejadian Teddy Minahasa, jenderal bintang 2 yang didakwa kasus narkoba, dan Ferdy Sambo, jenderal bintang 2 yang tersandung kasus pembunuhan berencana, terulang. Wanjakti harus memilih kandidat yang layak.
“Memang berkaca dari kasus FS dan TM, Wanjakti harus ekstra hati-hati dalam memilih calon-calon potensial dari para perwira tinggi bintang 2: berprestasi, profesional, mandiri, visioner, berkelakuan tidak tercela (tidak pernah tersangkut pelanggaran kode etik, pidana, dan disiplin), humanis, setia dan loyal pada institusi Polri," kata Poengky.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz