Menuju konten utama

Tim Ekonomi Prabowo-Gibran dan KSP Akan Bentuk Badan Karbon

Menurut Burhanuddin Abdullah, badan ini selaras dengan pilar kedua 8 Misi Asta Cita Prabowo, yakni mendorong kemandirian bangsa melalui ekonomi hijau.

Tim Ekonomi Prabowo-Gibran dan KSP Akan Bentuk Badan Karbon
Ilustrasi Perdagangan Karbon. foto/istockphoto

tirto.id - Prabowo Subianto bakal membentuk Badan Pengelola Pengendali Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK) setelah dilantik sebagai presiden pada Oktober 2024.

Maka itu, Kantor Staf Presiden (KSP) mengusulkan pembentukan satuan tugas (satgas) yang bertugas menyiapkan peraturan pemerintah terkait pembentukan badan ini.

Tidak hanya itu, satgas juga akan berperan memulai pembahasan sinkronisasi dan transisi antara pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Prabowo.

“Saran saya bentuk dulu satgas dalam rangka merumuskan badannya secara struktural, ini untuk memudahkan transisi pembentukan badan nantinya,” ujar Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, dikutip dari laman resmi KSP, Selasa (20/8/2024).

Gagasan pembentukan BP3I-TNK berasal dari Ketua Tim Ekonomi Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih, Prabowo-Gibran Periode 2024-2029, Burhanuddin Abdullah.

Menurutnya, badan ini nantinya bakal bertugas mengarahkan, mengelola, dan mengawasi pengendalian iklim yang berkelanjutan serta mewujudkan kedaulatan karbon dengan memanfaatkan teknologi blockchain.

Ia menambahkan, pembuatan badan ini juga selaras dengan pilar kedua 8 Misi Asta Cita Prabowo, yakni mendorong kemandirian bangsa melalui ekonomi hijau.

Selain itu, pembentukan badan ini juga menjadi salah satu upaya pemerintah baru untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.

“Harapannya semua dapat turut berkoordinasi dalam merumuskan badan dan revisi Perpres 98 tahun 2021,” kata Burhanuddin dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh KSP.

Sementara Kepala KSP, Moeldoko, menilai komitmen pemerintah selanjutnya sangat penting dalam mengupayakan pengendalian karbon untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Karena itu, dalam masa transisi yang hanya tinggal dua bulan, dia berharap tim sinkronisasi kebijakan Prabowo-Gibran dapat lebih mengakselerasi kebijakan terkait tata kelola karbon.

“Pemerintah Indonesia era Presiden Jokowi telah memiliki sejumlah rumusan kebijakan rendah karbon dalam RPJMN, serta memiliki komitmen penurunan emisi karbon. Dalam masa transisi pemerintahan ini harapannya bisa ada kebijakan yang lebih mengakselerasi dalam kepemimpinan selanjutnya,” ungkapnya.

Menurutnya, hal ini penting karena sampai saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan pembiayaan dalam rangka memenuhi target penurunan emisi karbon di 2030.

Untuk mencapai target sebesar 29 persen (dengan usaha sendiri) dan 41 persen (dengan dukungan internasional), dibutuhkan pembiayaan mencapai Rp4.000–Rp5.000 triliun dan Rp15.000 triliun untuk mencapai Net Zero Emission di Tahun 2060 atau lebih cepat.

Padahal, imbuhnya, potensi perdagangan karbon di Indonesia sangat besar, seiring dengan banyaknya kekayaan alam Indonesia, seperti hutan tropis serta keanekaragaman hayati laut dan pesisir berupa mangrove. Lain itu, ada pula lahan gambut yang dapat menjadi sumber penyerapan karbon dan sangat penting dalam mengatasi krisis iklim.

“Indonesia bisa menangkap potensi ekonomi yang besar dari pasar karbon dan menjadi sumber penerimaan negara yang besar, baik melalui perdagangan karbon secara bilateral maupun mekanisme bursa karbon,” jelas Moeldoko.

Baca juga artikel terkait BURSA KARBON atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi