tirto.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengungkapkan saat ini aturan pajak karbon sudah ada dan siap untuk diterapkan. Pemerintah sebelumnya telah menjadwalkan implementasi pajak karbon ini pada 2025.
"Ini pun (pajak karbon) secara undang-undang sudah siap untuk dilaksanakan," ujar Dadan dalam webinar Perdagangan dan Bursa Karbon 2024, Selasa (23/7/2024).
Sementara itu, penerapan pajak karbon sendiri adalah salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target penurunan gas rumah kaca yang tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2060 atau lebih cepat.
"Memang nanti akan ada dua sisi, yang pertama nilai ekonomi karbon, kalau kita mengurangi dan sisi yang lain adalah sisi sebaliknya, kalau kita memang mengeluarkan emisi dikenal dengan istilah pajak karbon," jelas Dadan.
Pada kesempatan yang sama, Deputi III Bidang Pengembangan Usaha & BUMN Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi, menjelaskan pemerintah telah menuntaskan pembahasan peta jalan pajak karbon.
Pada tahap awal, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) peta jalan pajak karbon diusulkan untuk hanya mengatur terkait penerapan pajak karbon pada subsektor pembangkit listrik.
"RPP peta jalan pajak karbon diusulkan cukup mengatur terkait penerapan pajak karbon bagi subsektor pembangkai listrik untuk mendukung dan menyesuaikan dengan peta jalan perdagangan karbon yang sudah ada," jelas Elen.
Pada fase selanjutnya, akan ditambah dengan pengenaan pajak karbon terhadap pembelian bahan bakar fosil untuk sektor transportasi. Anak buah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto ini berharap, dengan pengenaan pajak karbon pada dua subsektor ini dapat mencapai sekitar 71 persen jumlah emisi dari sektor energi.
"Yaitu 48 persen dari pembangkit dan 23 persen dari konsumsi, atau sekitar 39 persen dari total emisi Indonesia, atau 47 persen dari emisi Indonesia selain volume atau forest and other land use," rincinya.
Terlepas dari itu, Kementerian ESDM mencatat, nilai transaksi perdagangan karbon di subsektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada 2023 mencapai Rp84,17 miliar, dengan volume perdagangan sebesar 7,1 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e). Sedangkan nilai perdagangan di Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) sejak diluncurkan pada September 2023 hingga Juni 2024 mencapai Rp36,7 miliar, atau setara dengan 608 ribu ton CO2e.
Transaksi di bursa karbon pada enam bulan pertama 2024 tercatat sebesar Rp5,9 miliar dengan perdagangan 114,5 ribu CO2e. "Perdagangan karbon ini diharapkan menjadi instrumen vital dalam mengumpulkan emisi gas rumah kaca dan mencapai target dekarbonisasi," tegas Elen.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang