tirto.id - Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Angka ini setara dengan pertumbuhan 13,5 persen dari proyeksi serapan tahun 2025, yakni Rp2.076,9 triliun.
Mengutip ANTARA, pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan (19/8/2025) bahwa target tinggi pajak pada RAPBN 2026 ini dapat dicapai. Syaratnya, perlu ada intervensi yang bisa menambah pendapatan pajak.
Perlu diketahui, target pajak penghasilan (PPh) yakni sebesar 15 persen. PPh dari sektor non-migas ditargetkan sebesar Rp1.154,13 triliun, sementara dari sektor migas sebesar Rp55,24 triliun. Dengan begitu, target PPh sebesar Rp1.209,36 triliun.
Ia menyarankan pemerintah untuk mengoreksi target pertumbuhan menjadi single digit dan memberikan insentif kepada pelaku usaha. Ini bertujuan menghindari pengumpulan pajak yang agresif (aggressive tax collection). Selain itu, juga membantu pelaku usaha menggerakkan ekonomi di tengah ketidakpastian yang masih tinggi.
Selain PPh, pemerintah juga memasang target yang optimis terhadap pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Keduanya merupakan kontributor utama kedua penerimaan pajak berkat aktivitas konsumsi masyarakat.
Awal Juli 2025 lalu, Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyebut, penerapan PPN 12 persen secara terbatas terhadap barang mewah sangat memengaruhi proyeksi penerimaan pajak tahun ini.
Sementara itu, terhadap penerimaan pajak bumi dan bangunan, pemerintah menetapkan target Rp26,14 triliun pada RAPBN 2026, terkontraksi sebesar 13,1 persen dari proyeksi tahun ini Rp30,1 triliun. Ini berdasarkan pertimbangan tren perkembangan PBB dan moderasi harga komoditas.
Dengan target ambisius pajak tersebut, wajib pajak bertanya-tanya, akankah muncul pajak jenis baru? Simak penjelasan berikut ini.
Apakah akan Ada Jenis Pajak Baru?
Pemerintah telah merilis banyak aturan pajak baru tahun ini. Di antaranya meliputi pajak kripto, PPh untuk bank bulion, hingga PPh 22 untuk pedagang di niaga elektronik (e-commerce).
Namun, Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 pada Jumat (15/8/2025), berjanji tidak akan membuka jenis pajak baru untuk mengerek target penerimaan pajak tahun 2026. Ia menyampaikan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan lebih fokus pada strategi internal.
Lalu, apa saja rencana pajak pemerintah pada 2026 jika tidak ada jenis bajak baru untuk membantu mencapai target ambisius penerimaan pajak?
Dikutip dari ANTARA, secara umum rencana pajak pemerintah 2026 terbagi menjadi tiga fokus. Berikut ini rinciannya:
- Reformasi struktural
- Menggali potensi ekonomi tersembunyi (shadow economy)
Langkah konkret yang telah diambil, misalnya, integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang efektif terimplementasi melalui Coretax. Pemerintah akan berfokus pada sektor-sektor dengan aktivitas shadow economy yang tinggi, seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.
- Mengoptimalkan kebijakan pajak internasional
Selain itu, pemerintah juga akan melakukan penguatan kerja sama internasional melalui kebijakan Assistance in Recovery of Tax Claims yang memungkinkan penagihan pajak lintas negara secara resiprokal. Pemerintah telah bekerja sama dengan 81 negara dan tengah menjajaki peluang lebih lanjut dengan Jepang dan Korea.
Pembaca yang ingin mengetahui informasi lebih lanjut mengenai pajak dapat mengakses kumpulan artikel sejenis melalui tautan berikut ini.
Penulis: Umu Hana Amini
Editor: Wisnu Amri Hidayat
Masuk tirto.id







































